Menelaah Mesin Baru Pertumbuhan Ekonomi dan Posisi Rojali & Rohana
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Menelaah Mesin Baru Pertumbuhan Ekonomi dan Posisi Rojali & Rohana

Rabu, 06 Agu 2025 18:44 WIB
Trubus Rahardiansah
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Trubus Rahardiansah (Dok Istimewa)
Foto: Trubus Rahardiansah (Dok Istimewa)
Jakarta -

Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2025 yang mencapai 5,12% (yoy) menandakan bahwa mesin ekonomi nasional masih bekerja stabil di tengah ketidakpastian global. Di saat publik ramai memperbincangkan fenomena 'Rojali' (rombongan cuma lihat-lihat) dan 'Rohana' (rombongan hanya nanya-nanya), pemerintah menegaskan bahwa fenomena tersebut tidak menghambat laju pertumbuhan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan sejumlah indikator pendukung memang menunjukkan hal yang sama. Bukan hanya konsumsi, tetapi juga sektor industri pengolahan dan investasi, yang merupakan tiga motor utama ekonomi, bergerak serempak menopang pertumbuhan.

Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% (yoy), menyumbang lebih dari separuh PDB. Angka ini menepis anggapan bahwa daya beli masyarakat sedang tertekan. Survei penjualan eceran Bank Indonesia menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) masih di atas 200. Untuk proyeksi Juni 2025, indeksnya diperkirakan mencapai 233,7, naik dari 232,4 di bulan sebelumnya. Artinya, masyarakat masih belanja, hanya polanya yang berubah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, simpanan masyarakat di bank tumbuh 4,02% yoy menjadi Rp9.109 triliun. Bahkan, simpanan dengan saldo di bawah Rp100 juta per rekening naik 3,75%. Ini mengisyaratkan masyarakat masih punya uang dan daya belinya tetap terjaga. Fenomena Rojali dan Rohana hanyalah refleksi perubahan pola belanja, bukan pelemahan daya beli.

ADVERTISEMENT

Dari perspektif adaptive governance, fenomena ini perlu dibaca sebagai sinyal bagi pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan, bukan sekadar mengandalkan pendekatan lama. Dukungan terhadap ekosistem e-commerce, infrastruktur logistik, dan kebijakan yang menjaga daya beli menjadi kunci dalam merespons pola konsumsi baru ini.

Bukan hanya konsumsi, sektor industri pengolahan tumbuh 5,68% yoy, tertinggi dalam empat tahun terakhir. Ini adalah sinyal positif bahwa proses reindustrialisasi mulai bergerak.

Di sisi lain, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang merupakan indikator investasi, tumbuh 6,99% yoy, juga tertinggi dalam empat tahun terakhir. Pemicunya adalah lonjakan investasi pada mesin dan perlengkapan yang tumbuh 25,3% yoy, sejalan dengan kenaikan produksi industri mesin dan perlengkapan sebesar 18,75%, rekor tertinggi dalam 24 tahun terakhir.

Ini menandakan ekonomi kita tidak hanya ditopang konsumsi, tetapi juga investasi pada alat produksi. Belanja modal pemerintah bahkan meningkat 30,37%, menunjukkan bahwa langkah-langkah incremental yang dilakukan pemerintah, seperti pembangunan gudang logistik, sekolah rakyat, hingga pembelian alat produksi untuk industri strategis, mulai membuahkan hasil nyata.

Teori incrementalism menjelaskan fenomena ini: pertumbuhan tidak lahir dari satu kebijakan besar yang revolusioner, tetapi dari serangkaian kebijakan kecil yang konsisten, terarah, dan saling memperkuat.

Pertumbuhan ekonomi yang terus membaik mencerminkan kesungguhan pemerintah Prabowo-Gibran dalam mengatasi berbagai persoalan tuntutan kesejahteraan ekonomi publik yang merata. Fenomena Rojali dan Rohana yang akhir-akhir ini mengemuka di ruang publik menjadi perhatian pemerintah dalam menata fondasi ekonomi yang kuat, sehingga ketika fenomena tersebut dianggap sebagai pelemahan ekonomi sebagaimana dikemukakan oleh beberapa pihak, sesungguhnya oleh pemerintah sudah mampu diubah dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan.

Menjaga Momentum Pertumbuhan

Meski sinyal positif terlihat jelas, pemerintah tidak boleh lengah. Konsumsi dan investasi yang menyumbang lebih dari 70% PDB harus terus dijaga momentumnya.

Pertama, stimulus yang tepat sasaran seperti subsidi transportasi dan program-program yang menambah disposable income perlu dilanjutkan. Kedua, dorongan investasi produktif harus difokuskan pada sektor-sektor strategis seperti industri pengolahan, energi terbarukan, dan teknologi. Ketiga, stabilitas harga pangan dan energi harus dijaga agar daya beli tidak kembali tergerus.

Melalui lensa policy feedback theory, keberhasilan ini juga berpotensi menciptakan efek balik positif. Ketika masyarakat merasakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah, baik dalam bentuk konsumsi yang terjaga maupun peluang kerja dari reindustrialisasi, maka dukungan publik terhadap kebijakan ekonomi akan semakin menguat. Dukungan ini penting sebagai modal politik dan sosial untuk melanjutkan reformasi ekonomi ke tahap berikutnya.

Pertumbuhan ekonomi 5,12% bukan sekadar angka. Ia mencerminkan sinergi konsumsi yang tetap solid, kebangkitan industri pengolahan, dan lonjakan investasi yang berorientasi produktif. Fenomena Rojali dan Rohana tidak menandakan krisis daya beli, melainkan perubahan perilaku belanja masyarakat yang harus direspons dengan kebijakan adaptif.

Jika pemerintah mampu menjaga momentum ini melalui kebijakan incremental yang tepat sasaran dan responsif terhadap perubahan perilaku pasar, ekonomi Indonesia tidak hanya akan stabil di kuartal berikutnya, tetapi juga semakin kokoh untuk jangka panjang.

Trubus Rahardiansah. Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.

Tonton juga video "Menko Airlangga: Rohana dan Rojali Isu yang Ditiup-tiup" di sini:

(rdp/rdp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads