Perkembangan ekonomi tahun 2025 masih dalam ketidakpastian. Alih-alih tahun 2024 dan 2025 adalah harapan masa peningkatan geliat usaha, ternyata berita PHK masal menjadi topik utama berita. Bahkan industri teknologi sudah melakukan PHK masal sejak tahun 2022.
Banyak negara masih dalam kondisi pelemahan ekonomi, setelah masa panjang dan melelahkan multiplier effect COVID-19, kekhawatiran pada era digital menggeser tenaga manusia, dinamika geopolitik global, diikuti perang militer menjalar di banyak negara.
Gejolak di Timur Tengah menyebabkan berlanjutnya sentimen negatif terhadap perusahaan yang dianggap ikut mendanai perang untuk menyerang Gaza dan Palestina.
Akhirnya kondisi yang muncul inflasi tinggi, meningkatnya suku bunga, dan penurunan daya beli masyarakat, dan ditengarai menjadi sebab buruknya kinerja banyak perusahaan, ditambah perang dagang yang ditabuh Amerika Serikat (AS) melalui tarif impor.
Di kawasan Eropa, sejak tahun 2024 memunculkan pengangguran baru sekitar 20.000, (Risalah dan Amanda, 2024). Sektor terdampak diantaranya perbankan, otomotif dan suku cadang, teknologi, energi terbarukan, telekomunikasi, ritel dan konsumen, serta industri lainnya.
Data dari berbagai sumber, bahwa PHK dunia hampir 60.000 pekerja tahun 2025 melalui perusahaan Panasonic Holding Corp, Nissan, Nike, Walmart, P&G, dan lainnya, dengan alasan kerugian yang signifikan dan upaya perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas.
Sekitar 32.000 pekerja kena PHK di Indonesia pada tahun 2024. Industri tekstil yang berada di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah sesuai data Konferensi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), dan industri lainnya dari dailysocial.id, Tokopedia, Balai Pustaka, dan Pelni, (Pitoko, 2024).
PHK tahun 2025 dengan alasan kebangkrutan dan merelokasi produksi ke negara lain untuk menekan biaya operasional dari Sritex Group, Yamaha Music Indonesia, KFC Indonesia, PT Tokai Kagu Indonesia, PT Danbi International, PT Bapintri, PT Adis Dimension Footwear, PT Victory Ching Luh, (Shaid, 2025).
Praktik Human Capital
Dalam ilmu akuntansi, human capital lazim digunakan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, yang memadukan kompetensi dan karakteristik diri. Karakteristik diri meliputi motivasi, emosi, dan sosial.
Manajemen perusahaan dapat mempengaruhi motivasi dan emosi tenaga kerja melalui pelatihan, pendidikan, kesejahteraan, dan jaminan kesehatan.
Jika produktivitas tenaga kerja baik, maka pencapaian laba dapat terwujud sesuai tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan adalah memakmurkan pemilik perusahaan dengan asumsi terakomodirnya semua tujuan stakeholders, seperti investor, karyawan termasuk serikat pekerja, serikat dagang, dan pemerintah.
Sayangnya, penjabaran tentang human capital seperti masih sebatas teori, di mana PHK global memberi signal bahwa ekonomi dunia dalam fase ketidakseimbangan. ketika semangat ekonomi berkelanjutan dengan Environmental, Social, dan Governance (ESG) terus disuarakan.
Gambaran nyata, adalah pencapaian kinerja ekonomi melalui Environmental dengan kerusakan alam dan lingkungan. Social dengan pemilik perusahaan hanya memikirkan harta sendiri, karena pencapaian laba terkesan menzalimi stakeholders terutama karyawan.
Sedangkan Governance, justru banyak pihak baik dari sisi perusahaan juga pemegang kebijakan yaitu pemerintah yang melanggar hukum. Bagai hukum bisa dikendalikan oleh pemilik uang dan kuasa. Karena ESG masih sebatas tren dalam bentuk slogan untuk tujuan iklan perusahaan.
Kinerja Gen-Z Jadi Alat Propaganda
Bagai menutupi kondisi porak poranda ekonomi global, analisa kinerja Gen-Z dianggap berkinerja buruk di dunia kerja, seolah menjadi salah satu alasan banyaknya anak muda menganggur, serta pantas mendapat ganjaran PHK.
Sedangkan, ketidakpastian ekonomi di Indonesia sudah terjadi lebih dari 20 tahun terakhir. Memasuki tahun 2000 banyak perusahaan skala menengah-besar (UMB) juga tidak berani memberikan kepastian jangka panjang. Dengan dalih kehati-hatian, dan belajar dari krisis tahun 1998 dan 2008.
Meskipun, keunikan yang dimiliki Indonesia, menjadikan perusahaan besar seperti putik pada bunga, ketika berguguran justru menumbuhkan banyak pohon-pohon baru yang kecil-kecil, yaitu perusahaan mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
UMKM menopang pertumbuhan ekonomi dan sebagai tulang punggung perekonomian nasional dengan berkontribusi sebesar 60 persen atas Produk Domestik Bruto (PDB). Sayangnya, banyak UMKM dengan fisibilitas keuangan hanya jangka pendek.
Sehingga, penerapan human capital bagai mimpi di siang bolong bagi karyawan dari Gen-Z saat ini, dengan iklim kerja yang penuh tekanan. Hipotesa dalam kondisi ini adalah Gen-z yang tidak loyal dan berkinerja rendah karena perusahaan sendiri yang tidak bisa memberi kepastian keberlanjutan usaha.
Menatap Indonesia Ke depan
PHK global memberi gambaran nyata bahwa saat ini dunia menghadapi krisis keadilan, transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan ekonomi dan bisnis, dan ikut mempengaruhi perjalanan Indonesia.
Sedangkan pada usia 80 tahun Indonesia merdeka, seharusnya semakin mengarah kepada pertumbuhan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia yang adil dan merata, untuk kedaulatan Indonesia, dan secara maksimal terlepas dari pengaruh kuat pihak asing.
Maka, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia dan seluruh pejabat yang memiliki kendali kebijakan serta arah bagi Indonesia di kemudian hari, adalah:
Pertama dengan kekayaan alam melimpah yang dimiliki Indonesia, harus terus dikelola secara maksimal, seperti eksplorasi migas, pertambangan, serta pertanian. Dengan harapan, agar penerimaan atau pendapatan negara tidak mengandalkan pajak.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa aturan pajak, terutama yang menyasar kepada perusahaan atau wajib pajak badan, secara langsung berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha termasuk kesejahteraan karyawan, di tengah banyak pengusaha yang tidak terlalu paham laporan keuangan dan catatan bisnis, terutama UMKM.
Kedua, Indonesia harus lebih menguatkan ekonomi yang berbasis syariah. Karena prinsip ekonomi dan bisnis syariah mengedepankan keadilan, akuntabilitas, transparansi, kesejahteraan, keberlanjutan, dan bagi hasil.
Karena, seperti modal usaha melalui pinjaman terikat bunga hanya menguntungkan pihak pemberi pinjaman, hal ini memberatkan pengusaha, rentan manipulasi data, dan bisa mempengaruhi kesejahteraan pekerja di perusahaan tersebut
Ketiga, menyiapkan kompetensi generasi muda sesuai kebutuhan dunia bisnis, khususnya pada pendidikan tinggi, agar merubah stigma negatif yang sudah mencuat bahwa kampus banyak mencetak pengangguran.
Kurikulum dunia pendidikan tinggi harus memadukan kepentingan melalui kerjasama Asosiasi Pengusaha, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Pendidikan Tinggi, dengan target mahasiswa harus lebih banyak praktek atau magang di perusahaan-perusahaan sesuai disiplin ilmu.
Dengan harapan, kampus dapat melihat secara jelas masalah yang sering terjadi dengan banyaknya PHK, apakah memang ilmu dan skill tenaga kerja kurang memadai? Ataukah memang bisnis dan operasional perusahaan yang berjalan tidak sesuai harapan pemilik usaha.
Trismayarni Elen. Praktisi dan akademisi bidang akuntansi.
Simak juga Video: Ancaman Puluhan Ribu Buruh RI Kena PHK gegara Trump
(rdp/rdp)