Kita telah menyaksikan peluncuran program yang tidak hanya masif secara skala, tapi juga sarat makna ideologis dan historis: 80.081 Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih yang resmi diluncurkan Presiden Prabowo Subianto di Klaten, Jawa Tengah. Ini bukan sekadar seremoni kelembagaan, melainkan deklarasi keberpihakan pada ekonomi rakyat dari titik nol: desa.
Dalam pidatonya yang lugas dan penuh emosi, Presiden menyebut koperasi sebagai "alat orang lemah." Tapi justru dari kelemahan itu muncul kekuatan, "dari lemah, lemah, lemah, menjadi kekuatan." Koperasi hadir untuk mereka yang tak punya akses, modal, atau kekuatan pasar. Di sinilah gotong royong dijadikan alat strategis melawan dominasi modal besar.
Program ini juga merupakan koreksi atas distribusi ekonomi yang timpang. Prabowo menyampaikan langsung bagaimana petani mangga gagal menjual hasil panennya hanya karena tak ada truk yang datang. "Ini harus kita potong, dan kita potong harus dengan langkah yang besar," katanya. Koperasi hadir sebagai solusi struktural atas problem yang sudah terlalu lama didiamkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menyinggung langsung praktik kartel dan manipulasi harga beras yang merugikan negara hingga Rp100 triliun per tahun. Presiden tak ragu menyebutnya sebagai "serakahnomics", bentuk ekonomi rakus yang menghisap darah rakyat kecil. Di tengah itu, koperasi diposisikan sebagai counterforce rakyat terhadap penguasaan distribusi pangan oleh segelintir elite.
Namun sebagaimana disadari Presiden, tantangan terbesar dimulai setelah peluncuran. Maka ada sejumlah catatan kebijakan yang penting agar koperasi benar-benar berdampak dan berkelanjutan.
Pertama, koperasi harus dikelola dengan sistem akuntabilitas digital yang transparan dan terintegrasi. Setiap arus barang dan dana perlu tercatat, diawasi, dan dibuka untuk publik.
Kedua, pelatihan manajemen dan keuangan bagi pengurus koperasi perlu difasilitasi oleh negara, agar koperasi tidak dikuasai oknum atau salah kelola. Ketiga, kolaborasi dengan perguruan tinggi, LSM, dan pelaku ekonomi lokal dapat memperkuat pengawasan sekaligus memperkaya model bisnis koperasi.
Tak kalah penting, koperasi juga butuh dukungan infrastruktur dasar, jalan desa, jaringan internet, dan kendaraan distribusi, agar fungsinya tidak terhambat teknis. Pemerintah juga bisa menerapkan insentif berbasis kinerja untuk koperasi yang berhasil dan transparan.
Dengan desain seperti itu, Koperasi Merah Putih bisa menjadi warisan kebijakan monumental, mewujudkan mimpi besar berdiri di atas kaki sendiri, sebagaimana diwariskan Bung Karno.
Bukan sekadar kelembagaan. Koperasi ini adalah alat rakyat. Untuk makan murah, obat murah, pupuk terjangkau, dan hasil panen yang tak lagi dijual ke tengkulak. Ini jalan kedaulatan ekonomi, dan kita baru saja mengambil langkah pertamanya.
Iwan Setiawan. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR).
Lihat juga Video: Ragam Canda Prabowo 'Goda PDIP' di Peluncuran Kopdes Merah Putih