Isu penjualan pulau-pulau kecil di Indonesia kembali menjadi sorotan. Sejumlah situs internasional seperti privateislandsonline.com menampilkan pulau-pulau di Indonesia seolah-olah bisa dibeli secara bebas. Pulau Ayam di Maluku, Pulau Gili Trawangan, hingga pulau-pulau di Kepulauan Seribu menjadi contoh kasus yang memicu keresahan publik.
Persoalan yang menjadi pertanyaan mendasar ialah benarkah pulau bisa dijual? Jawabannya jelas tidak. Secara hukum, Pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria menyebutkan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.
Artinya, pulau tidak bisa menjadi objek jual beli. Negara hanya dapat memberikan hak pengelolaan atau hak guna tertentu dalam batasan ketat, bukan hak milik absolut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini diperkuat dalam UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pulau-pulau kecil hanya bisa dikelola oleh pihak swasta melalui izin resmi, bukan dimiliki. Apalagi jika pulau tersebut berada di wilayah strategis atau perbatasan negara.
Namun dalam praktiknya, banyak pulau "dijual" melalui mekanisme investasi properti jangka panjang, seolah-olah pembeli dapat memilikinya seutuhnya. Tentu ini jelas menyimpang dari hukum agraria nasional dan berpotensi merusak fondasi kedaulatan negara.
Ancaman Nyata Geopolitik
Pulau bukan hanya aset geografis, tetapi juga alat strategis dalam geopolitik. Seperti ditegaskan Prof. Hasjim Djalal (2009), posisi pulau-pulau kecil berperan penting dalam menetapkan batas laut Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982 atau Konvensi Hukum Laut PBB.
Jika pulau-pulau dikuasai oleh asing, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan klaim atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekitar wilayah tersebut. Hal ini bisa membuka konflik wilayah seperti yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia di Ambalat atau kasus Sipadan dan Ligitan, yang berujung pada lepasnya dua pulau ke tangan negara tetangga.
Masalah ini juga membuka potensi rawan penyusupan, aktivitas intelijen, dan pelanggaran keamanan laut. Sebuah pulau yang dikuasai pihak asing, walaupun hanya dalam bentuk pengelolaan hotel mewah atau resort, bisa menjadi titik rawan pertahanan maritim nasional.
Pulau Kecil, Harga Diri Bangsa
Friedrich Ratzel (1897), menyebutkan bahwa wilayah merupakan organ vital dari eksistensi sebuah negara. Kehilangan satu bagian, sekecil apapun, berarti mengancam keberlangsungan tubuh negara tersebut.
Sementara Simon Dalby (2003) dalam teori critical geopolitics menekankan bahwa kedaulatan tidak hanya soal teritori, tapi juga identitas dan legitimasi. Maka, ketika pulau-pulau dijadikan komoditas komersial, bangsa ini sedang menegosiasikan identitasnya sendiri di hadapan pasar global.
Sayangnya, laporan BPK RI tahun 2021 menyebutkan bahwa sekitar 83% dari lebih 17.000 pulau di Indonesia belum terdokumentasi secara administratif secara menyeluruh. Hal ini membuka celah bagi spekulasi pihak asing dan bahkan klaim yang tidak sah.
Prabowo Subianto dalam pernyataannya jauh sebelum menjadi Presiden RI memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, di mana dalam pernyataannya pada Debat Capres 2014 (Detikcom, 22/6/2014), dengan tegas menyatakan bahwa "...tidak sejengkal tanah (wilayah) akan kita lepas. Kita akan pertahankan".
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tersebut menegaskan komitmen kuat terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional, khususnya dalam menjaga pulau-pulau kecil yang menjadi garda terdepan pertahanan maritim Indonesia.
Ungkapan "tidak boleh kehilangan sejengkal pun dari tanah air" merefleksikan semangat nasionalisme dan urgensi untuk melindungi setiap titik terluar wilayah NKRI dari ancaman geopolitik, eksploitasi asing, dan potensi pelanggaran kedaulatan.
Sehingga, dalam konteks ini, pulau-pulau kecil tidak hanya memiliki nilai geografis, tetapi juga strategis dan simbolik sebagai penjaga eksistensi Indonesia di percaturan global.
Rasminto, Dosen Geografi Politik Unisma dan Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI).
Simak juga Video: Respons Kemenpar soal Pulau di Anambas yang Dijual Online