Dalam rangka mewujudkan pendidikan bermutu bagi semua, pemerintah mengatur penerimaan murid baru melalui Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Dalam SPMB, terdapat empat jalur penerimaan murid baru, yaitu melalui jalur domisili, jalur afirmasi, jalur prestasi dan jalur mutasi dengan prosentase yang berbeda-beda sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Secara umum teknik yang biasa digunakan dalam rangka penempatan siswa dalam kelompok terdapat dua cara, yaitu menempatkan siswa dalam kelompok secara homogen dan heterogen. Sebagai contoh, jika dalam suatu sekolah berdasarkan kemampuan akademik hanya terdiri dari siswa pandai saja maka bisa dikatakan bahwa sekolah tersebut menerapkan penempatan siswa secara homogen, sebaliknya jika dalam suatu sekolah terdapat siswa dengan kemampuan yang bervariasi, maka heterogen.
Dengan mencermati, kebijakan pemerintah dalam SPMB kali ini, bisa dilihat bahwa heterogenitas siswa menjadi fokus utamanya dengan mempertimbangkan domisili siswa, tingkat perekonomian, kemampuan fisik dan prestasi siswa. Bisa dikatakan bahwa persepsi pemerintah terhadap pendidikan bermutu bagi semua, didasarkan kepada jalur-jalur penerimaan yang tersedia dalam SPMB.
Jika memang keinginan pemerintah untuk mewujudkan pendidikan bermutu bagi semua, sebenarnya fokus pemerintah seharusnya dititikberatkan bukan hanya sebatas kepada pengaturan dalam persoalan penerimaan murid baru saja tetapi lebih penting dari itu, perlu dibarengi dengan upaya terus-menerus untuk memenuhi standar nasional pendidikan yang meliputi berbagai aspek seperti mutu guru, kurikulum, saran-prasarana, pembiayaan, siswa.
Dalam standar pendidikan nasional, sebagai contoh sudah diatur standar kelulusan sehingga seharusnya tidak perlu repot lagi pemerintah mengatur penerimaan murid baru jika semua standar nasional pendidikan sudah diupayakan untuk bisa dipenuhi, melalui mekanisme akreditasi yang berlaku selama ini. Tinggal diatur saja, penerimaan murid baru melalui peringkat akreditasi masing-masing sekolah, sekolah dengan akreditasi lebih baik bisa menerima murid lebih banyak dan sebaliknya.
Di sisi lain, munculnya fenomena sekolah favorit sejak dulu yang kemudian menjadi salah satu pendorong bagi pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam penerimaan murid baru, sebenarnya merupakan sebuah indikasi bahwa mutu pendidikan secara nasional belum cukup merata, sehingga ke depan yang perlu didorong adalah adanya pemerataan kualitas pendidikan di setiap sekolah yang lebih merata, bukan sebatas mengatur seleksi penerimaan murid baru di sekolah.
Kebijakan pemerintah dalam mengatur penerimaan murid baru dengan keinginan pemerintah mewujudkan pendidikan bermutu akan menjadi terkesan dipaksakan selama tidak dibarengi dengan pemerataan mutu pendidikan. Ada sekolah yang kualifikasi pendidikan gurunya tinggi, sarana & prasarananya lengkap, kurikulumnya bagus tetapi ada juga sekolah yang sebaliknya, tetapi kemudian dengan adanya peraturan pemerintah dalam SPMB, pemerintah seolah-olah menyamaratakan kondisi setiap sekolah sehingga harus menerima murid sesuai dengan komposisi yang telah diatur.
SPMB hadir dengan semangat menghadirkan pendidikan bermutu bagi semua tetapi tidak cukup SPMB untuk mewujudkan pendidikan bermutu. Pemerataan mutu pendidikan di setiap sekolah, yang dilakukan melalui upaya terus-menerus untuk memenuhi standar nasional pendidikan akan menjadi kunci utamanya meskipun memang memerlukan waktu dan biaya yang besar. Tetapi jika mutu pendidikan sudah merata sebetulnya tidak akan ada lagi yang namanya sekolah favorit, tidak akan ada lagi sekolah yang tidak memiliki siswa karena semua sekolah mutunya sudah bagus.
Yudha Nata Saputra, Praktisi Pendidikan, Alumnus S-3 Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara.
Lihat juga Video Mendikdasmen: Banyak SD Negeri Harus Merger di SPMB 2025
(imk/imk)