Melihat hasil dari sejumlah lembaga survei, Prabowo-Gibran semakin tak terkejar. Sementara pasangan Anies-Cak Imin perlahan mengungguli pasangan Ganjar-Mahfud. Kemampuan dalam merancang branding politik dari masing-masing pasangan menjadi salah satu kunci dalam memenangkan pemilu, minimal dalam putaran pertama. Y
ang menarik, jika elektabilitas Prabowo-Gibran cukup konsisiten berada di posisi teratas, maka dari sejumlah lembaga survei merilis pasangan Anies-Cak Imin berhasil mengungguli Ganjar-Mahfud. Hal ini tampak dari hasil survei yang dirilis oleh Lembaga Indikator Politik Indonesia tentang elektabilitas pasangan capres-cawapres pada 10 - 16 Januari 2024. Elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran menembus 48,55%, Anis-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud masing-masing 24,17% dan 21,60.
Sementara survei yang dirilis oleh Poltracking Indonesia pada 10 - 16 Januari 2024, Prabowo-Gibran berada di posisi teratas dengan elektabilitas 46,7%, Anies-Cak Imin 26,9%, dan Ganjar-Mahfud 20,6%. Dengan hasil tersebut, bagi Anies-Cak Imin maupun Ganjar-Mahfud, posisi pertama tidak penting untuk saat ini. Fokus mereka adalah bagaimana mereka berada di posisi kedua dengan catatan Prabowo Gibran tidak lebih dari 50% + 1.
Apalagi masa kampanye pemilu hampir usai. Seharusnya konsentrasi mereka saat ini adalah menciptakan identitas pasangan dengan membuat positioning yang jelas sehingga mudah diingat oleh masyarakat. Sejauh ini positioning yang cukup jelas adalah pasangan Prabowo-Gibran, disusul oleh Anies-Cak Imin. Sebaliknya, identitas brand pasangan Ganjar-Mahfud masih mengambang.
Konsistensi Membangun Brand
Tim Prabowo-Gibran sejak awal telah merancang branding secara konsisten. Hal ini terlihat dari cara mereka dalam memanfaatkan bahasa gaul anak muda yang sedang tren di masyarakat yaitu "gemoy". Istilah ini kemudian dijadikan sebagai bahan branding pasangan Prabowo-Gibran yang menggunakan positioning "melanjutkan" pemerintah Jokowi.
Prabowo yang memiliki kesan angker dipupus dengan istilah gemoy yang memiliki makna lucu dan menggemaskan dalam konteks positif. Sementara target audiens dari pasangan ini adalah anak muda. Dengan positioning "melanjutkan", tim Prabowo-Gibran menggunakan tagline "Indonesia Maju". Visual branding yang digunakan disesuaikan dengan target audiens yaitu anak muda seperti gambar yang dibuat dari teknologi AI (artificial intelligence) dengan wajah chubby dan penggunaan istilah gemoy.
Sasaran ini relate dengan jumlah pemilih muda yang mendominasi Pemilu 2024 yaitu kurang lebih 113 juta atau 56,45% dari total pemilih. Identitas brand pasangan Prabowo-Gibran juga tampak dalam konsistensi penggunaan seragam warna biru muda. Seragam ini tidak hanya dikenakan oleh mereka tapi juga para pendukungnya, khususnya ketika melakukan debat capres-cawapres.
Konsisten dalam penerapan visual branding, termasuk seragam, adalah salah satu kunci dalam membangun brand agar mudah dikenali oleh target audiens. Sementara pasangan Anies-Cak Imin, sekalipun belum mampu mengungguli pasangan Prabowo-Gibran, mereka telah mampu mengungguli Ganjar-Mahfud. Branding Anies-Cak Imin sejak awal cukup jelas yaitu perubahan. Positioning ini dengan mudah diturunkan dalam visi dan misi, serta pendapat-pendapat mereka dalam rencana membangun negara sekaligus untuk meng-counter program-program pemerintah saat ini.
Keseriusan pasangan ini dalam membangun brand, khususnya kaum milenial dan Gen Z dikuatkan dengan melibatkan anak-anak muda dalam diskusi ilmiah dengan kemasan santai seperti program Desak Anies. Program Desak Anies adalah wadah pesta demokrasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi sekaligus memberikan solusi kepada masyarakat, khususnya yang merasa tidak puas dengan pemerintah saat ini.
Program ini digelar secara terbuka dengan lokasi yang berbeda. Sebuah program yang konsisten akan menarik media-media mainstream dan media-media sosial untuk menyampaikan pesan. Kesungguhan dalam menggarap anak muda ini bahkan mendapat dukungan dari fans K-Pop yang tumbuh secara organik melalui akun Twitter @aniesbubble. Hanya saja secara visual, identitas brand pasangan Anies-Cak Imin belum memiliki ciri khas atau karakter khusus sebagaimana pasangan Prabowo-Gibran. Misalnya seragam atau desain khusus dalam poster periklanan.
Konsep branding politik yang dilakukan oleh Prabowo-Gibran dan Anis-Cak Imin tak diikuti oleh Ganjar-Mahfud. Pasangan yang diusung oleh PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Perindo, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini justru tampak kebingungan dalam membangun brand. Positioning "gerak cepat" atau "sat set" masih ragu untuk ditampilkan dalam elemen-elemen branding. Tim ini justru berusaha menjejalkan informasi yang banyak untuk menarik hati masyarakat.
Strategi seperti ini justru membuat masyarakat mudah melupakan. Dalam branding, harus ada positioning yang jelas untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa pasangan ini mau dikemanakan. Ada banyak tagline yang berbeda dalam setiap branding Ganjar-Mahfud seperti Indonesia Maju, Gerak Cepat, Ganjar Presiden Rakyat, Indonesia Unggul, hingga Indonesia Lebih Baik. Ketidakkonsistenan dalam penerapan branding akan menjauhkan dari identitas brand pasangan capres-cawapres sehingga membingungkan masyarakat.
Pasangan ini memang tidak mudah dalam menentukan positioning apa yang ditentukan. Hal ini karena jika mereka melanjutkan program Jokowi, maka akan bertabrakan dengan pasangan Prabowo-Gibran yang sejak awal konsisten meneruskan program Jokowi. Sebaliknya, jika mereka menggunakan perubahan, telah ada Anies yang konsisten berlawanan dengan pemerintah Jokowi. Maka jalan terbaik adalah konsistensi dalam membangun positioning "gerak cepat" yang selama ini belum tergarap dengan baik.
Konsistensi dalam penerapan branding sangat penting untuk menciptakan image di masyarakat. Konsistensi akan menciptakan kepercayaan antara brand (baca: pasangan calon) dengan konsumen. Artinya, dalam proses branding, identitas brand tidak boleh berubah-ubah dalam rangka membentuk image atau karakter yang kuat di masyarakat. Konsistensi ini meliputi penyampaikan pesan, baik secara verbal maupun visual yang ditampilkan di setiap media yang digunakan.
dosen Riset Media dan Branding Universitas Dinamika (Stikom Surabaya)
Simak juga 'Analisis Bos PPI soal Debat Terakhir Pilpres: Datar dan Saling Puji':
(mmu/mmu)