Menjadi "Petani Digital" dengan Meta Farming
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Menjadi "Petani Digital" dengan Meta Farming

Jumat, 06 Okt 2023 16:30 WIB
Beny Nabila Happy F
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Petani muda memanen buah melon pilihan wisatawan di Thole Farm and Garden, Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu (8/4/2023). Wisata agro farming buah melon premium yang menyediakan fasilitas petik langsung dari 9 jenis buah melon itu dapat menghasilkan sebanyak minimal 1,5 ton buah dalam sekali panen dengan harga antara Rp40 ribu-Rp60 ribu per kilogram buah melon dengan model penanaman sistem hidroponik. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.
Foto ilustrasi: Harviyan Perdana Putra/Antara
Jakarta -
Generasi muda yang seharusnya mampu menjadi ksatria pangan Indonesia justru enggan untuk terjun di sektor pertanian. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata usia petani adalah 29,9 tahun pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 45,7 tahun pada 2020. Artinya telah terjadi fenomena penuaan tenaga kerja dan rendahnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian.

Berdasarkan ASEAN Statistics Division, Indonesia berada di posisi tiga terbawah dengan proporsi tenaga kerja di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan mencapai 29,8% pada 2020. Sementara itu, posisi pertama dipegang oleh Myanmar dengan 48,9% penduduk yang bekerja di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Hal tersebut mendorong Gerakan Maju Tani Indonesia untuk menyuarakan konsep Meta Farming.

Meta Farming merupakan platform daring yang mengintegrasikan pertanian di dunia nyata dan digital. Konsep tersebut muncul seiring dengan maraknya permasalahan alih fungsi lahan pertanian dan ancaman krisis pangan global.

Sistem yang Terintegrasi

Meta Farming dilengkapi dengan sistem yang terintegrasi dengan Blockchain (sistem penyimpanan data digital), Artificial Intelligence (AI), dan Internet of Things (IoT). GREENS selaku inisiator Meta Farming menyebut inovasi tersebut sebagai 'GREENS pod' dan kerap dipuji oleh Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Arief Prasetyo Adi.

Konsep Meta Farming melibatkan banyak aktor untuk menciptakan ekosistem kerja yang berkelanjutan. 'Petani Digital' merupakan pengguna platform yang tertarik untuk bertani, tetapi memiliki keterbatasan, baik dalam waktu, lahan, maupun keterampilan. Mereka dapat menggunakan lahan yang telah disediakan oleh Meta Farming dan memegang kontrol atas aktivitas pertanian melalui gawai. Lebih dalam lagi, praktisi teknologi tentunya dibutuhkan untuk terus mengembangkan sistem informasi di platform tersebut.

Pada tahap uji coba yang dilakukan di Jakarta, pengguna platform hanya perlu memilih fitur-fitur pada aplikasi yang disediakan oleh GREENS melalui gawai (digital). Di sisi lain, pihak botanis dari GREENS secara nyata akan melakukan aktivitas pertanian, mulai dari pembibitan hingga pemanenan. Artinya, semua orang yang tanpa pengetahuan bertani pun bisa menghasilkan sumber pangan sendiri karena ada ahli botani yang melakukannya. Lantas, di mana letak upaya regenerasi petani di Indonesia?

Masih Samar

Apabila sistemnya seperti itu, maka konsep 'Petani Digital' masih samar. 'Petani Digital' seolah-olah hanya memainkan permainan simulasi pertanian. Salah satu pencetus Meta Farming, Erwin Gunawan mengungkapkan bahwa terdapat dua kategori pengguna, yaitu meta farm (petani di Indonesia yang siap membuka lahannya kepada meta farmer secara daring) dan meta farmer (siapapun yang ingin bertani melalui Meta Farming).

Dari ungkapan Erwin, lahan yang siap dibuka dan ditawarkan secara daring pastinya harus dilengkapi dengan teknologi smart control agriculture terlebih dahulu. Ini menjadi masalah baru karena kebanyakan lahan pertanian di Indonesia adalah lahan outdoor. Tentunya akan memakan banyak biaya untuk menerapkan teknologi smart control agriculture karena harus membangun instalasi untuknya. Apakah meta farming hanya bisa diterapkan di lahan sempit dan indoor saja? Penjelasan mengenai konsep lahan yang ditawarkan secara daring ini masih menimbulkan pertanyaan.

Bagaimana 'Petani Digital' memanen tanaman yang ditanamnya? Sulit dibayangkan terkait bagaimana proses pendistribusian hasil panen, apakah akan dikirim kepada meta farmer atau akan dijual kepada masyarakat umum. Belum diketahui juga bagaimana cara bagi hasil antara meta farm, meta farmer, dan juga pihak pengembang platform. Sosialisasi terkait alur penggunaan Meta Farming sangat diperlukan untuk menjawab pertanyan semacam itu.

Nasib Petani Tua

Teknologi smart control agriculture memberikan kemudahan kepada pengguna untuk mengontrol perkembangan tanaman melalui gawai. Konsep tersebut tentunya sangat sesuai dengan generasi muda yang telah melek teknologi. Lantas, bagaimana nasib petani tua yang ada di Indonesia?

Tidak ada resep tunggal dalam pembangunan. Satu solusi bukan berarti cocok untuk semua situasi. Dari 33,4 juta petani di Indonesia, 30,4 juta orang (91%) merupakan petani tua berusia 50 - 60 tahun. Artinya, pertanian konvensional dan pertanian modern tetap harus berjalan beriringan.

Petani tua yang memiliki literasi digital terbatas, biarlah tetap bertani secara konvensional. Bertani dengan resep turun menurun. Petani yang cukup mengenal teknologi pun bisa mulai menggabungkan pertanian konvensional dengan modern, melalui mekanisasi misalnya. Sementara petani milenial dengan literasi digital yang siap menerima teknologi, diharapkan mampu mempelopori lahirnya generasi petani baru di Indonesia.

Memberdayakan Generasi Muda

Perbedaan kategori petani semacam itu seharusnya dapat saling berdinamika dan berkolaborasi untuk merealisasikan cita-cita ketahanan pangan Indonesia. Transformasi pertanian bukan berarti secara sembarangan mengubah pertanian konvensional menjadi modern. Namun, keduanya tetap dapat eksis dan menjadi ksatria pangan Indonesia.

Melalui Meta Farming, Gerakan Maju Tani bertekat memberdayakan generasi muda di sektor pertanian, mengimplementasikan pertanian berkelanjutan, mengenalkan teknologi dan inovasi pertanian, serta menghadapi krisis pangan dunia dan mewujudkan ketahanan pangan. Saat ini, untuk pemenuhan kebutuhan pangan, 273 juta penduduk di Indonesia bergantung pada 33,4 juta petani. Bagaimana dengan 240 juta penduduk lainnya?

Pemerintah mulai perlahan mengenalkan teknologi dalam pertanian sehingga transformasi pertanian ke arah yang lebih baik dapat terwujud. Meta Farming mendorong 240 juta penduduk yang belum berkontribusi dalam pengadaan pangan dapat menghasilkan sumber pangan secara mandiri. Gerakan Maju Tani menargetkan setidaknya ada 10 juta petani baru yang bergabung dengan meta farming pada 2024. Sosialisasi dan dukungan dari pemerintah sangat penting dalam hal ini.

Konsep Meta Farming masih sangat baru dan banyak menarik perhatian pemuda di Indonesia. Hal ini mampu menghilangkan pandangan bahwa petani adalah pekerjaan yang 'kotor'. Nyatanya, dalam genggaman tangan pun (gawai), kita bisa bercocok tanam dan memantau perkembangan tanaman hingga panen. Manfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin untuk mendukung lahirnya pemuda sebagai ksatria pangan Indonesia.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads