Kolom

Pemerintah Harus Mitigasi Sejumlah Tantangan dan Risiko Tahun Depan

MH. Said Abdullah - detikNews
Selasa, 29 Agu 2023 18:01 WIB
Foto: Dok, Istimewa
Jakarta -

Mengawali rapat ini, Pimpinan Banggar DPR ingin memberikan beberapa hal yang hemat kami perlu menjadi perhatian kita bersama. Dari meja pimpinan ini, kami tidak memberikan ulasan atas angka asumsi ekonomi makro dan detail postur RAPBN 2024. Hal itu nanti akan menjadi pendalaman pada rapat panja.

Pimpinan Banggar DPR mencermati secara khusus arah kebijakan fiskal yang menjadi dasar target RAPBN 2024, dan postur alokasi anggaran. Pemerintah memberikan tema kebijakan fiskal pada RAPBN 2024, 'Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan'. Tema di atas menyuratkan kehendak bahwa pemerintah ingin mendorong perubahan ekonomi secara terbuka, membuka partisipasi semua pihak, dan berlangsung secara berkelanjutan.

Mengacu pada dokumen Nota Keuangan RAPBN 2024 yang disampaikan ke DPR, pemerintah menargetkan perubahan ekonomi yang akan diwujudkan setahun ke depan antara lain: (1) penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan stunting, dan pengendalian inflasi (2) melanjutkan upaya penguatan sumber daya manusia dan infrastruktur, serta meningkatkan nilai tambah ekonomi melalui program hilirisasi sumber daya alam, (3) reformasi birokrasi melalui adaptasi kelembagaan dan simplifikasi regulasi.

Agenda di atas diharapkan oleh pemerintah menjadi topangan target asumsi ekonomi makro dan indikator kesejahteraan pada RUU APBN 2024. Pimpinan Banggar berkepentingan menyampaikan berbagai tantangan dan risiko yang harus dimitigasi dengan baik. Sebab bila kebijakan fiskalnya tidak berjalan dengan baik, akan berpengaruh besar terhadap berbagai target asumsi ekonomi makro dan indikator kesejahteran yang ditetapkan pada RUU APBN 2024.

Isu penting yang harus jadi perhatian pemerintah antara lain:

Pertama, kita saat ini masih menggunakan angka Puchasing Power Parity (PPP) sebesar US$ 1,9 yang kita berlakukan sejak 1998. Bank Dunia di laporannya yang berjudul 'Indonesia Poverty Assessment' tertanggal 9 Mei 2023 mengusulkan pembaharuan Purchasing Power Parity (PPP) terbaru untuk negara berpendapatan menengah, yakni sebesar US$ 3,2 per orang per hari atau sekitar Rp 47.502. Ukuran itu naik dari standar PPP untuk kemiskinan ekstrem yang saat ini menjadi acuan, yakni US$ 1,9 per orang per hari atau sekitar Rp 28.969.

Dengan asumsi PPP US$ 3,2, maka tingkat kemiskinan ekstrim akan melonjak naik dari posisi Maret 2022 yang mencapai 5,59 juta jiwa atau 2,04 persen. Sehingga target penghapusan kemiskinan ekstrem dipastikan tidak akan tercapai.

Pimpinan Banggar berharap pemerintah perlu membuat landasan epistemologis untuk acuan PPP yang akurat dalam membaca situasi ekonomi Indonesia terkini, sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan sosial. Bukan sekadar angka yang hebat di atas kertas.

Kedua, pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting pada tahun depan turun menjadi 14 persen dari pencapaian tahun lalu mencapai 21,6 dan target tahun ini ke level 17,5 persen. Agenda besar yang harus bisa diciptakan adalah mengubah perilaku masyarakat melalui program kerja K/L, dan pemda secara konvergen. Kita lihat selama ini pola kerja antar K/L dan pemda masih muncul ego sektoral, sehingga keseluruhan program K/L tidak manampaknya arsitektural kebijakan secara utuh.

Ketiga, kebijakan mengalokasikan anggaran wajib bidang pendidikan semenjak diluncurkan tahun 2003, belum berdampak secara signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan layanan pendidikan. Oleh sebab itu, perlu mendapat perhatian kita bersama. Besarnya alokasi anggaran pendidikan belum mencerminkan besarnya alokasi anggaran terhadap mutu dan kualitas pendidikan yang dihasilkan sampai saat ini.

Skor PISA (Program for International Student Assessment) Indonesia juga masih di bawah rerata OECD dan ASEAN-5. Hal yang sama juga ditunjukkan dari Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk perguruan tinggi (19-24 tahun) yang masih tertinggal dibandingkan peers. Selain itu, tingkat pengangguran lulusan pendidikan vokasi juga cukup tinggi serta tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD) dan perguruan tinggi masih rendah.

Dengan sedih kita katakan, penduduk yang bekerja sebanyak 39,1 persen lulusan SD dan 18,24 persen lulusan SMP. Artinya sebanyak 57,34 penduduk Indonesia yang bekerja lulusan SMP ke bawah. Tak ada artinya momentum bonus demografi yang kita dapatkan sejak 2012 jika tidak mendapatkan mayoritas tenaga kerja terampil yang mampu mengakselerasi inovasi bagi UMKM, dan industri. Padahal sumbangan UMKM terhadap PDB mencapai 60,5 persen.

Keempat, pada RUU APBN 2024 pemerintah mengalokasikan rencana anggaran infrastruktur yang dialokasikan sebesar Rp 422,7 triliun atau 12,79 persen dari belanja negara. Selain untuk memastikan keberlangsungan pembangunan IKN, alokasi belanja infrastruktur harus bisa meningkatkan tingkat partisipasi sekolah dan angka harapan hidup rakyat.

Pembangunan infrastruktur harus lebih fokus pada upaya meningkatkan daya saing ekonomi, bukan malah jadi beban ekonomi. Pemerintah harus fokus pada target pada cetak biru kebijakan logistik nasional. Kebijakan ini mencanangkan pada tahun 2025 rasio biaya logistik dengan PDB sebesar 12,4 persen. Target ini cukup realistik mengingat di Amerika Serikat saja 8 persen dan Korea Selatan 9,7 persen PDB.

Kelima, Badan Anggaran DPR sepenuhnya mendukung perluasan kebijakan hilirisasi. Namun pemerintah perlu menempuh sejumlah kebijakan penting antara lain;

(1) Sejak kebijakan hilirisasi makin intensif, Indonesia berada pada keadaan yang bisa menimbulkan perang dagang Uni Eropa, yang berujung saling gugat di WTO. Jika semakin keras, hubungan kedua belah pihak akan berujung saling mengeluarkan kebijakan retaliasi, yang berpotensi mengganggu market ekspor Indonesia. Pemerintah harus bisa memaksimalkan ruang pada Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA).

(2) Kebijakan hilirisasi seharusnya bukan hanya ditujukan untuk memberikan nilai tambah ekonomi semata. Oleh sebab itu strategic partnership kebijakan hilirisasi harus mengangkat derajat UMKM sebagai bagian rantai produksi, harus membangkitkan industri nasional, dan memberikan rasa adil bagi masyarakat lokal, serta kelestarian alam. Arsitektural kebijakan ini belumlah tampak dijalankan oleh pemerintah.

Kita harus mewaspadai tiga raksasa ekonomi dunia. Bank Dunia menilai Tiongkok, Jepang dan Amerika Serikat (AS) perekonomiannya pada tahun depan masih akan melambat. Ketiganya adalah mitra dagang strategis Indonesia. Perlambatan ekonomi Tiongkok berpangkal dari persoalan keuangan pada sektor real estate, sejak kasus Evergrande mencuat. Sementara pelambatan ekonomi AS imbas dari tingginya suku bunga membuat tingkat konsumsi dan investasi melambat.

Pemerintah harus mewaspadai perlambatan ekonomi tiga negara di atas. Kita berharap Indonesia segera bisa masuk keanggotaan BRICS, meskipun Presiden Jokowi menyatakan masih akan mengkaji keanggotaannya di BRICS. Kepentingan kita masuk BRICS untuk mendorong BRICS sebagai kekuatan global membuat ekonomi dunia lebih adil, tumbuh berkelanjutan, terkhusus menopang kebijakan Indonesia yang aktif mengembangkan hilirisasi, dan mengembangkan local currency settlement.

Pendek kata, semangat BRICS harus menjadi harapan baru Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, dan mengembangkan investasi, memberikan fasilitas pendanaan pembangunan yang murah, serta pasar ekspor baru.

Sepekan lebih DKI Jakarta dan sekitarnya dikepung polusi udara kategori membahayakan warga. Bahkan Jakarta dan sekitarnya dinobatkan sebagai kota paling berpolusi udara tertinggi sedunia. Sungguh mencemaskan, sekaligus memalukan.

Saking berpolusinya udara Jakarta dan sekitarnya, pemerintah menggulirkan kebijakan work from home (WFH) seperti saat pandemi COVID-19 terjadi. Di atas kertas kita meratifikasi berbagai dokumen pengurangan emisi. Bahkan dengan gagahnya kita menargetkan 2050 nett zero emission.

Indonesia juga mengikatkan diri pada kerja sama iklim melalui UNFCCC untuk pengurangan gas Rumah Kaca (GRK). Namun keindahan di atas kertas sirna bak daun kering dilalap api. Di Jakarta tempat semua kebijakan rendah emisi dan pengurangan GRK dirumuskan malah paling berpolusi.

Badan Anggaran meminta pemerintah menuangkan agenda aksi yang lebih nyata hasilnya untuk mengurangi emisi. Banggar akan senantiasa memberikan dukungan penuh bagi agenda aksi tersebut, khususnya dalam kewenangan anggaran. Namun kita semua juga berharap, semua agenda aksi menurunkan emisi menghasilkan dampak yang nyata.

MH. Said Abdullah, Ketua Banggar DPR RI

Simak juga 'PDIP Tanggapi Laporan APBN 2022: Tax Ratio Terbaik dalam 7 Tahun Terakhir':






(akd/akd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork