Ada sebuah pepatah Melayu yang lekat sekali dalam ingatan; "Mambangkit batang tarandam". Sebuah ikhtiar untuk mengangkat kembali marwah atau kehormatan yang lama terpendam karena suatu keadaan. Dalam praktiknya, kata bangkit memang kerap diasosiasikan untuk sesuatu yang tertinggal, terpuruk, dan serupanya.
Tak terkecuali Kebangkitan Nasional, momentum kenegaraan yang hari ini kita peringati. Asbabun nuzul mulanya tentu saja long suffering, penderitaan yang panjang bangsa kita yang berada di balik belenggu penjajahan. Kemudian yang juga tak kalah penting, adalah cengkraman kebodohan.
Atas sejumlah asbab di atas lah, para cerdik pandai yang dimotori oleh Dr. Soetomo, mendirikan Boedi Oetomo pada 1908. Ikhtiar yang terus menularkan energi positif, sehingga pada 1912 Ernest Douwes Dekker mendirikan Indische Partij (Partai Hindia), Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Islam, Kiai Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah, lalu pada 1913 berdiri Boemi Potra, 1926 Kiai Hasyim Asy'ary mendirikan Jam'iyah Nahdlatul Ulama, dan pada 1928 pemuda berikrar sumpah untuk bahasa, bangsa, dan tanah air yang satu yakni Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, Kebangkitan Nasional memiliki bobot sejarah yang sedemikian berat. Ia menjadi starting point, sebelum kita sampai pada persimpangan sejarah berikutnya, yakni momentum pembacaan proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada 1945. Sejumlah rangkaian yang satu sama lain saling berkait-kelindan.
Sebagai bangsa besar, memori-memori tersebut terekam dengan baik, menjadi "sangu/bekal" untuk generasi penerus bahwa mereka bukan hanya memikul tanggung jawab sebagai manusia, tapi juga tanggung jawab sejarah. Maka setiap janin yang terlahir di Boemi Poetra (Indonesia), terikat pada nilai yang adiluhung.
Syahdan, lantas bagaimana Kebangkitan Nasional yang begitu kuat akar dan bobotnya tersebut, bisa kita rawat ruh dan semangatnya? Sudah barang tentu, diperlukan pemahaman yang utuh dan holistik pada nilai, prinsip, dan landasan juang, serta tekad yang besar agar kebesaran sejarah tersebut, gayung bersambut dengan semangat kita menatap masa depan.
Untungnya, kita memiliki satu komposisi kepemimpinan nasional yang menjiwai kedalaman dan kebesaran kita, sehingga terus tegak menghadapi serangkaian tantangan dunia baru yang semakin kompleks. Presiden Jokowi kerap berucap, "Ini soal mentalitas. Kita harus punya mentalitas sebagai bangsa besar, bangsa pemenang". Terang saja, Indonesia tegak dengan dada yang membusung, menundukkan Thailand dengan skor 5-2 di panggung final Sea Games 2023 Kamboja. Begitupun di cabang olahraga yang lain dengan perolehan emas yang jauh meningkat dari torehan-torehan sebelumnya.
Di momentum yang lain, sejumlah pemimpin dunia dibuat takjub dengan sajian indahnya Labuan Bajo, dan aneka hospitality yang Indonesia tampilkan. Di atas megahnya kapal pinisi, para pemimpin negara ASEAN menyampaikan testimoni dan puja puji terhadap Indonesia, sembari menikmati momentum matahari terbenam di ufuk barat.
Mulai dari Mr. Anwar Ibrahim, Ferdinan Marcos Jr., Lee Hsoen Loong, sampai Taur Matan Ruak. Ada pula Deputi PM sekaligus Menteri Luar Negeri Thailand Don Don Pramudwinai, PM Laos Sonexay Siphandone, Sultan Hasanal Bolkiah bersama Pangeran 'Abdul Mateen, PM Vietnam Pham Minh Chinh, dan PM Kamboja Hun Sen yang tepat bersebelahan dengan Presiden Jokowi melengkapi konfigurasi lingkaran.Diplomasi kita sontak menjadi primadona dan buah bibir di pentas global.
Di pentas lokal sendiri, pemerintah juga terus perform menunjukkan kinerja dan langkah simpatik. Aspirasi warganet di dunia maya soal buruknya infrastruktur di Provinsi Lampung dan Jambi, layaknya botol ketemu tutup, ketika Presiden Jokowi beserta para pembantunya memutuskan untuk turun langsung ke kedua Provinsi tersebut, dan memberikan keputusan-keputusan yang solutif dan kongkrit on the spot. Pesannya jelas; "negara hadir merengkuh tangan-tangan masyarakat yang tak kuasa menjangkau congkaknya raja-raja lokal yang abai".
Alhasil, Kebangkitan Nasional adalah momentum sejarah yang amat sangat penting, untuk kita jadikan kayu bakar agar semangat, prinsip, dan nilai, terus berkobar nyala apinya. Jangan kita biarkan ada satu jiwa pun di Boemi Poetra, yang terlahir tanpa memahami dan menjiwai prinsip perjuangan kita. Sesuatu yang ke depannya akan terus sangat menentukan bahwa kita memilih menjadi bangsa besar, bukan bangsa kerdil.
Aminuddin Ma'ruf, Staf Khusus Presiden RI
Simak juga 'Kala Hari Kebangkitan Nasional, Addie MS: Bangkit untuk Bersatu':