Dulu, saat kuliah di Prancis, khususnya terkait hukum perdagangan internasional dan ekonomi internasional, aku belajar sedikit tentang subsidi dan investasi.
Subsidi itu sejatinya bantuan langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan umum. Subsidi ini merupakan jaring pengaman, sekaligus mekanisme penyeimbang agar perekonomian maupun perdagangan tidak timpang, dan semakin meminggirkan mereka yang lemah. Dalam konteks ini pula, subsidi biasanya dilekatkan dengan bahasan 'countervailing measures'.
Dalam beberapa kajian, biasanya subsidi untuk kegiatan produktif. Di sinilah kita mengenal subsidi pertanian, subsidi perikanan, industri, dan seterusnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun subsidi pun dalam beberapa hal menjadi 'penyelamat' untuk banyak hal, yang sekali lagi untuk dan/atau atas nama kepentingan umum. Di sinilah, kita pun kemudian mengenal istilah subsidi BBM, BLT, dan seterusnya. Di dalam kajian yang pernah kupelajari, bisa jadi pula subsidi untuk kemudian menjadi sesuatu yang sulit dipisah dengan bahasan 'safeguard measures'--khususnya untuk menghadapi tantangan eksternal, berupa impor atau kebijakan dari negara lain.
Subsidi haji bisa jadi dalam konteks tersebut. Namun, jika kita lihat BPIH 2022 sebesar Rp 98.379.021,09 dengan komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sebesar Rp 39.886.009,00 (40,54%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp 58.493.012,09 (59,46%). Dengan kata lain, subsidi yang diberikan oleh negara itu jauh lebih besar daripada yang dibayarkan oleh jemaah.
Dan tentu saja, jika subsidi yang jauh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan jemaah, bisa jadi ini sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip isthithoah (berhaji bila mampu) secara fiqh. Sebab, seharusnya, kewajiban haji ya memang diberlakukan bagi yang mampu, termasuk mampu secara finansial.
Eh tapi, nilai manfaat sebesar 60-70% yang diberikan per tahun kepada para jemaah itu bukan subsidi, melainkan investasi.
Itu kan uang jemaah yang dititipkan dan kemudian dikelola, lalu kemudian menghasilkan nilai manfaat. Oke, anggap saja itu investasi.
Secara sederhana, kita bisa saja menganggap uang muka yang disetorkan itu sebagai deposito calon jemaah, dan sudah sewajarnya calon jemaah mendapatkan nilai manfaat dari uang yang 'didepositokan'?
Baik, anggap saja itu uang yang didepositokan. Nah, berdasarkan informasi bunga/nilai manfaat deposito dengan nilai setoran kurang dari Rp 100 juta, bunga terbesar yang ditawarkan di kisaran 2,5 persen untuk tenor minimal 24 bulan. Jika calon jemaah memilih 'jalur mandiri' dengan deposito sendiri dengan persentase nilai manfaat per tahun flat seperti itu, maka untuk mencapai nilai Rp 98 juta lebih itu dananya perlu diendapkan, agar pokok dan bunganya berbunga terus per tahun, setidaknya butuh waktu 57 tahun! Tapi kan ada bank yang menawarkan bunga 3 persen?
Oke, anggap saja 3 persen, maka itu setidaknya butuh waktu 48 tahun!
Eh, tapi kan BPKH tahun lalu dapat kenaikan 4,56 persen? Baiklah, anggap saja nilai manfaatnya kita gunakan hitungan persentase kenaikan yang didapat BPKH 4,56 persen per tahun. Maka, jika dihitung flat, kita butuh waktu 32 tahun!
Tapi ini kan calon jemaah melunasi total Rp 39.886.009,00 atau uang muka plus uang pelunasan?
Ya, kalau angka itu pun yang diambil, calon jemaah jika ingin 'jalur mandiri' dengan mendepositokan uangnya sendiri di bank, maka butuh waktu setidaknya 38 tahun agar dananya mencukupi dengan BIPIH, dengan catatan tidak ada inflasi sama sekali. Ya, 38 tahun!
Menurutku, usulan Gusmen Yaqut Cholil Qoumas untuk BPIH 2023, sebesar Rp 98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp 69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp 29.700.175,11 (30%), ini bagus, masuk akal, rasional, meskipun sangat tidak populis. Hanya mereka yang berani dan sudah selesai dengan dirinya yang mau mengambil keputusan atau menyampaikan usulan seperti ini, terlebih lagi di tahun politik.
Tapi, sekali lagi, ini menurutku usulan bagus, masuk akal, rasional ini apakah disetujui DPR dalam Rapat Panja nanti?
Wallahu'alam bish showab.
Simak juga 'Ini Rincian Biaya Haji 2023 Sebesar Rp 69 Juta':