Wacana mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup seperti pada Pemilu 2004 adalah langkah baik untuk menciptakan demokrasi yang lebih substansial. Hal ini akan menciptakan pemilu berbiaya murah dan memperkuat pelembagaan partai politik
Singkatnya, pada sistem pemilu proporsional tertutup, masyarakat tidak lagi memilih figur calon legislatif (caleg), melainkan memilih partai politik. Penentuan peraih kursi parlemen tidak lagi berdasarkan suara terbanyak, tetapi berdasarkan perolehan suara partai dan nomor urut kandidat.
Sistem pemilu proporsional terutup akan mendorong lahirnya pemilu berbiaya murah. Dengan sistem pemilu proporsional tertutup, para kandidat tidak perlu lagi mengalokasikan dana untuk membayar saksi menjaga suara di TPS. Caleg cukup mengandalkan saksi yang sudah disediakan oleh partai.
Lebih lanjut, dalam sistem pemilu proporsional tertutup ada kemungkinan lahirnya kerja politik kolektif. Di mana para caleg dapat bekerja sama dengan caleg lain untuk memperoleh suara tanpa ada rasa khawatir tidak mendapatkan kursi. Kerja kolektif ini dapat menekan biaya politik.
Politik berbiaya murah akan melahirkan ekosistem politik yang terbuka bagi setiap orang untuk bergabung tanpa harus memiliki uang besar. Selain itu, politik berbiaya murah juga secara tidak langsung menjadi salah satu upaya pencegahan tindak korupsi.
Selain menciptakan politik berbiaya murah, sistem pemilu proporsional tertutup akan mendorong partai politik memperkuat pelembagaan partai. Hal ini terjadi karena pada sistem pemilu proporsional tertutup melibatkan peran partai yang sangat dominan dalam penentuan anggota legislatif di parlemen. Partai akan terdorong membenahi kinerja para anggota legislatif yang mereka miliki dengan cara m melakukan kaderisasi lebih optimal.
Apabila kinerja kader partai di parlemen buruk, maka masyarakat akan secara langsung dapat mengevaluasi partai politik pada pemilu selanjutnya karena telah gagal mencalonkan kader terbaiknya pada pemilu. Kondisi ini akan menciptakan kompetisi antarpartai untuk menjadi partai yang lebih baik karena masyarakat akan cenderung mengevaluasi partai pada pemilu apabila berkinerja buruk karena telah salah menempatkan kader pada pemilu.
Kondisi ini juga secara tidak langsung akan meningkatkan Party ID di Indonesia. Ibaratkan kata pepatah, no pain no gain, sistem proporsional tertutup jelas tidak luput dari sisi negatif. Sistem proporsional tertutup dapat menurunkan ikatan politisi kepada rakyat dan lebih memilih memelihara kedekatan dengan partai. Hal ini terjadi karena para politisi dipilih oleh partai. Tetapi, kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup perlu ditempuh untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia agar lebih substansial.
Haekal Saniarjuna peneliti di The Indonesian Democracy Initiative
(mmu/mmu)