Kolom

Penjajakan Program Pensiun Sosial dan "Matching Defined Contributions"

Pipin Prasetyono - detikNews
Senin, 24 Okt 2022 10:30 WIB
Ilustrasi: Tim Infografis/Andhika Akbarayansyah
Jakarta -

Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023 (KEM-PPKF 2023), pemerintah telah melemparkan wacana, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai komitmen awal, mengenai dua program penting yang berpotensi mengubah lanskap perlindungan sosial di Indonesia. Meskipun dalam dokumen KEM-PPKF 2023 dinyatakan bahwa ide implementasi kedua program tersebut masih bersifat "penjajakan", hal ini merupakan sebuah langkah awal yang penting dalam meningkatkan perlindungan bagi segenap bangsa Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

Pertama, penjajakan program pensiun sosial untuk masyarakat lanjut usia (lansia). Melalui program ini, pemerintah suatu negara memberikan manfaat pensiun kepada penduduk usia lanjut dengan batas usia tertentu, yang memenuhi syarat-syarat tertentu, dengan tujuan memberikan untuk perlindungan kepada lansia sekaligus mendorong penurunan angka kemiskinan lansia. Sebagai catatan, tingkat kemiskinan pada kelompok lansia (> 65 tahun) di Indonesia jauh di atas tingkat kemiskinan nasional yang sebesar 9,71 persen pada akhir 2021.

Kedua, penjajakan program Matching Defined Contributions (MDC) untuk mendorong perluasan kepesertaan pekerja informal dalam program pensiun formal. Ide mengenai program MDC ini dilatarbelakangi oleh kepesertaan pekerja informal dalam program pensiun wajib bagi pekerja sektor swasta pada BPJS Ketenagakerjaan yang masih sangat rendah. Dengan coverage kepesertaan yang rendah tersebut, sementara porsi pekerja informal yang mencapai sekitar 60 persen dari angkatan kerja, maka potensi terjadinya lonjakan kemiskinan usia lanjut di masa depan sangat tinggi. Hal ini tidak lepas dari fakta bahwa Indonesia saat ini dalam transisi demografi menuju ageing population.

Secara singkat, melalui program MDC ini pemerintah suatu negara akan berperan menjadi sponsor dari program pensiun yang diselenggarakan secara khusus untuk pekerja informal, atau kelompok pekerja pada sektor tertentu, dengan menyediakan subsidi yang bersumber dari anggaran negara untuk membayar sebagian porsi iuran peserta. Negara-negara berkembang dengan porsi pekerja informal yang besar seperti India, Tiongkok, Thailand, Kolumbia, Meksiko hingga Peru telah mengembangkan program ini, tentunya dengan desain yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing negara.

Kemampuan Keuangan Negara

Pembiayaan kedua program tersebut bersumber dari anggaran negara, sehingga pemerintah secara hati-hati telah menyatakan bahwa dalam hal kedua program tersebut akan dikembangkan, aspek kemampuan keuangan negara serta kesinambungan fiskal akan menjadi pertimbangan utama. Untuk mencapai tujuan tersebut, desain dan parameter dari kedua program tersebut secara ideal perlu dirancang sedemikian rupa sehingga tetap berada dalam koridor kapasitas dan sustainabilitas fiskal pemerintah.

Sebagai contoh, parameter untuk program pensiun sosial seperti batas usia penerima, besaran penerima, dan syarat eligibilitas perlu disesuaikan dengan tren jumlah lansia yang terus meningkat. Pada tahap awal, beberapa negara memulai program ini dengan batas usia yang cukup tinggi, misalnya 75 atau 80 tahun, atau bahkan 85 tahun, dengan tujuan untuk mempersempit jumlah lansia yang menjadi target penerima. Jumlah manfaat pensiun yang diberikan setiap bulannya pun bervariasi, namun biasanya diberikan di kisaran poverty line. Namun, seiring berjalannya waktu, faktor-faktor seperti perkembangan jumlah lansia, tingkat kesejahteraan dan kondisi fiskal pemerintah akan mempengaruhi perubahan parameter tersebut.

Untuk program MDC, selain sisi kemampuan keuangan pemerintah, kemampuan membayar iuran pensiun oleh pekerja informal juga harus menjadi perhatian utama. Idealnya, program MDC akan memberikan manfaat pensiun yang mampu menjaga daya beli pekerja di saat mencapai usia pensiun (consumption smoothing). Namun, tujuan ini tentu akan dibatasi oleh kemampuan mengiur yang sangat bervariasi diantara para pekerja, dan pada nantinya menentukan besaran matching iuran yang harus diberikan oleh pemerintah.

Apabila besaran iuran terlalu memberatkan pekerja, maka take-up kepesertaan mungkin tidak akan signifikan sehingga tujuan perluasan kepesertaan mungkin akan menjadi tantangan tersendiri. Di sisi lain, apabila porsi dan besaran matching atau subsidi yang disediakan terlalu besar dan memberatkan pemerintah, mungkin akan mampu mendorong kepesertaan yang cukup tinggi, namun akan muncul risiko bagi beban fiskal pemerintah. Untuk itu, desain program MDC perlu disusun secara hati-hati sehingga tercapai keseimbangan antara tujuan untuk menarik minat kepesertaan pekerja informal, dan sekaligus tetap menjaga kesinambungan keuangan negara.

Perlu Waktu

Menarik ditunggu bagaimana wacana atau komitmen awal tersebut akan ditindaklanjuti secara nyata oleh pemerintah. Dengan kerumitan desain serta scope yang besar dari kedua program tersebut, tentu perlu waktu yang tidak pendek bagi pemerintah untuk melakukan berbagai kajian yang matang, hingga mempersiapkan aspek regulasi, administrasi, operasional, dan alokasi anggaran sebelum program-program tersebut diimplementasikan.

Selain itu, kita tentu memahami bahwa pengelolaan fiskal mengalami tantangan yang berat dalam periode 2020 – 2022 seiring dengan upaya penanganan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Sementara pada 2023, defisit APBN akan kembali ke batas maksimum tiga persen; pemerintah dan DPR telah menyepakati defisit sebesar 2,84% PDB. Memperkenalkan program-program pensiun baru dengan alokasi anggaran yang besar di tengah kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi dan konsolidasi fiskal serta kondisi perekonomian global dan domestik yang masih diliputi ketidakpastian, mungkin bukan merupakan keputusan yang ideal dalam waktu dekat.

Namun demikian, seni pengelolaan kebijakan fiskal terletak pada bagaimana memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran pada berbagai berbagai program dan kegiatan. Dengan tren populasi yang menua, tentunya tidak berlebihan apabila upaya untuk menyiapkan perlindungan sosial yang lebih kuat bagi lansia dan kelompok pekerja informal merupakan langkah yang penting dan layak menjadi prioritas. Pensiun sosial akan menjadi program untuk melengkapi puzzle sistem perlindungan sosial sepanjang hayat dan adaptif. Sementara itu, MDC akan menjadi bentuk mitigasi untuk risiko peningkatan kemiskinan lansia di masa depan.

Pipin Prasetyono mahasiswa Pascasarjana University of Queensland, pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan

Simak juga 'Jenderal Andika Pensiun Desember 2022, Siapa Panglima TNI Berikutnya?':






(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork