Kolom

Momentum Percepatan Penanganan PMK

Moh Vicky Indra Pradicta - detikNews
Kamis, 04 Agu 2022 13:00 WIB
Foto ilustrasi: Getty Images/Ulet Ifansasti
Jakarta -
Kekhawatiran yang kita takutkan sebelum Hari Raya Idul Adha syukur alhamdulillah tidak terjadi. Seluruh masyarakat muslim yang merayakan Hari Raya Kurban di Indonesia bisa melaksanakan dengan penuh suka cita. Meskipun harus juga diakui masih belum sepenuhnya tanpa masalah. Apalagi berada di tengah-tengah dua wabah sekaligus, yaitu pandemi Covid-19 dan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak.

Kekhawatiran yang cukup rasional apabila melihat ribuan ternak jatuh sakit bahkan mati akibat terinfeksi PMK. Ditambah lagi sejak dua bulan ini usaha pemerintah masih tampak setengah-setengah dan kurang maksimal. Masa kritis memang sudah terlewati, tetapi bukan berarti penanganan selanjutnya bisa dilakukan setengah hati. Bila tidak ingin para peternak semakin jatuh yang berimbas pada ketahanan pangan akan daging akan terdampak.

Dari semenjak kasus PMK pertama kali ditemukan di empat kabupaten di Jawa Timur, tren penyebaran penyakit ini belum tampak mengalami penurunan. Bahkan jumlah kasus positif menunjukkan angka yang terus meningkat setiap bulannya. Dari yang semula hanya berada di empat daerah kemudian meluas hingga lebih dari dua ratus kabupaten di seluruh Indonesia.

Berdasarkan data siagapmk.id per 16 Juli 2022, jumlah ternak yang sakit akibat PMK lebih dari 350 ribu dengan 2 ribu di antaranya mati. Angka ini masih ditambah lagi dengan jumlah kasus aktif mencapai 218 ribu ekor ternak yang positif terinfeksi PMK. Jumlah ini akan terus meningkat setiap harinya, apabila langkah percepatan penanganan PMK tidak segera dilakukan.

Memang perlu kita akui, sejumlah tindakan sudah dilakukan. Salah satunya yakni vaksinasi PMK pada ternak yang berisiko tinggi tertular oleh virus penyebab penyakit PMK ini. Hanya saja meski sudah didatangkan vaksin dari Prancis, progres pelaksanaan vaksinasi masih tergolong lambat. Itu juga jika tidak mau dibilang "alon-alon asal kelakon" atau tidak apa pelan yang penting ada pertambahan.

Jumlah ternak yang sudah menerima vaksin PMK baru mencapai 500 ribu lebih. Padahal populasi sapi saja berjumlah 18 juta. Jika dibuat persentase, hanya baru sekitar dua persen. Itu belum ditambah populasi ternak rentan lainnya misalnya babi, kambing, dan domba. Jadi bisa dikatakan progres vaksinasi sangat lambat dan jauh dari yang diharapkan.

Risiko Penularan

Harus diakui, PMK memberikan dampak yang cukup besar dalam sektor peternakan. Meskipun tingkat kematian tergolong rendah, tetapi tingkat morbiditas atau risiko penularannya sangat tinggi. Faktor inilah yang menyebabkan penyebaran dari satu daerah ke daerah lainnya cepat sekali.

Belum lagi ternak yang mati akibat PMK. Meski tidak banyak, tetapi bisa memukul peternak ke jurang masalah ekonomi. Hal ini dikarenakan kepemilikan sapi dianggap sebagai tabungan peternak. Jadi keberadaannya sangat dinantikan bagi para peternak. Sehingga mudah dibayangkan kalau ternak satu-satunya tiba-tiba meninggal akibat PMK.

Meskipun menimbulkan dampak yang signifikan, tetapi nyatanya semua pihak masih belum terlihat kekhawatiran. Menurut saya ada dua faktor yang menyebabkan demikian. Pertama, PMK tidak ada risiko penularan ke manusia. Berbeda dengan Covid-19 yang langsung menular dari dan ke manusia. Sehingga dirasa belum ada urgensinya untuk dilakukan penanganan dengan segera.

Faktor yang kedua yaitu dampak yang tampak saat ini masih sifatnya lokal dan individual, tidak sistemik. Artinya yang terdampak hanya masyarakat yang memiliki hewan ternak. Bagi yang tidak punya, tentu tidak merasakan dampaknya secara langsung.

Padahal munculnya PMK ini harus disikapi secara serius dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mengingat potensi risiko dampak sistemik yang diakibatkan dalam jangka panjang. Misalnya penurunan jumlah populasi sapi, ketahanan pangan terhadap daging bisa terganggu hingga penurunan suplai susu nasional.

Keadaan ini tentu juga dapat memicu ketidakstabilan harga produk asal hewan. Dan secara otomatis langsung mempengaruhi daya beli masyarakat. Oleh karena itu diperlukan upaya percepatan terkait penanganan PMK seusai Hari Raya Idul Adha. Langkah yang paling urgen dilakukan yakni percepatan vaksinasi. Lantas caranya bagaimana?

Salah satu langkah yang bisa diambil yaitu dengan melibatkan dokter hewan yang tidak hanya bekerja di institusi pemerintah. Tetapi dokter hewan yang bekerja secara mandiri, swasta maupun institusi pendidikan. Persis yang kita lakukan ketika rutin melakukan pemeriksaan ternak ante dan post mortem saat Idul Adha.

Vaksinasi memang tidak bisa mengurangi risiko penularan virus ke hewan ternak. Tetapi dengan vaksinasi, risiko terjadinya gejala yang lebih berat bisa ditekan. Karena tujuan dari vaksin adalah memberikan kekebalan.

Langkah kedua adalah sosialisasi yang masif bagi peternak lokal mengenai biosekuriti. Singkatnya biosekuriti adalah sejumlah program yang dirancang untuk mengurangi risiko terjadinya penularan agen infeksi ke hewan ternak. Implementasi program ini merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan jika ingin mengurangi penularan virus, bakteri dan agen infeksi lainnya ke ternak.

Terakhir, kerja sama multi disiplin dan lintas sektor mutlak untuk dilakukan. Hal ini masih belum terlihat hingga saat ini. Penanganan PMK masih di bawah kendali Direktorat Jenderal Peternakan. Tetapi (masih) kurang melibatkan peran dari otoritas veteriner.

Padahal pada Surat Penetapan Wabah PMK oleh Menteri Pertanian jelas disebutkan dalam tindakan pengendalian dan penanggulangan PMK harus dikoordinasikan dengan otoritas veteriner nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Dengan kata lain semua pihak harus mau untuk mengurangi ego sektoral dalam rangka percepatan penanganan PMK di Indonesia.

Jadi, setelah Hari Raya Idul Adha ini harus dapat dijadikan momentum untuk memasuki babak baru percepatan penanganan PMK. Hal ini mutlak dilakukan bila tidak ingin kita harus menunggu kembali hingga puluhan tahun untuk bebas dari wabah ini.
Moh Vicky Indra Pradicta dokter hewan; bekerja di industri pangan sebagai Quality Leader dan penggiat One Health




(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork