Kolom

Membongkar Kerangkeng Politik Identitas

Arie Putra - detikNews
Jumat, 08 Jul 2022 10:39 WIB
Arie Putra (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Ketika ingin buang air di sebuah pusat perbelanjaan, kita selalu dipaksa untuk memilih toilet untuk lelaki atau perempuan. Tidak ada pilihan lain tersedia. Tapi ketika orang menanyakan asal-usul, jawabannya bisa membentuk berbagai kombinasi, "Betawi-Minangkabau", "Sunda-Betawi", atau "Jawa-Medan". Berbagai kemungkinan muncul tidak sekaku toilet mall tadi yang tidak bisa ditawar.

Identitas dalam situasi tertentu bisa menjadi begitu rigid dan kaku, namun di tempat yang lain begitu cair dan lentur. Tidak sedikit keturunan Batak mahir berbahasa Sunda yang begitu lembut. Tidak sedikit juga keturunan Tionghoa memiliki logat Betawi yang lugas. Identitas sesungguhnya sangat kontekstual, melampaui label dan prasangka.

Politik selalu butuh identitas. Sebuah partai politik memilih warna tertentu sebagai seragam. Bisa juga, diksi yang mengalir dari lidah seorang tokoh menjadi kekuatan penggerak akar rumput. Namun, apakah identitas selalu membutuhkan politik?

Tuduhan pemain politik identitas sering dialamatkan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh lawan politiknya. Pendukungnya pun mendapatkan label kelompok-kelompok yang intoleran dan Islam garis keras. Namun, Gubernur Anies malah sering kali membanggakan perayaan Christmas Carol Jakarta yang meriah. Selain itu, salah satu capaian andalannya adalah memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) kepada gereja yang sudah tertunda lama.

Baru-baru ini, Anies juga secara cepat mencabut izin tempat hiburan malam Holywings yang menggunakan materi promo minuman keras untuk pelanggan bernama Muhammad dan Maria. Amarah organisasi masyarakat keagamaan pun berhasil diredam segera. Keputusan ini sangat tepat, namun tidak akan memberikan keuntungan elektoral.

Tetap saja, isu politik identitas selalu dipojokkan kepada Gubernur Anies Baswedan. Bukan karena kebijakannya, namun lebih kepada konsekuensi dari pertarungan politik, yang membelah masyarakat secara biner. Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dianggap sebagai tokoh nasionalis dan pluralis. Dia juga merupakan seorang kader dari sebuah partai yang punya platform nasionalis juga, yakni PDI-Perjuangan.

Dukungan dari ulama dan santri pun dari berbagai daerah mengalir untuk pencalonan Gubernur Ganjar dalam Pilpres 2024 nanti. Doa bersama pun berkumandang dari berbagai tempat di Indonesia. Kejadian tersebut tentu tidak jauh berbeda dengan doa bersama di Monas yang berujung pada penolakan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) menjadi Gubernur DKI Jakarta. Identitas keagamaan dipergunakan untuk mengaktualisasikan sebuah agenda politik.

Sepertinya, mustahil mencari kandidat yang benar-benar steril dari politik identitas. Berkaca pada Pemilu Presiden sebelumnya, kedua kontestan sama-sama bermain dengan simbol Keislaman. Duet Prabowo bersama Sandiaga Uno tidak memiliki corak dan simbol keagamaan yang menonjol. Namun, pendukungnya adalah kelompok yang terlibat di dalam gerakan 212.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo yang merupakan kandidat berlabel nasionalis berpasangan dengan KH Maruf Amin yang merupakan saksi memberatkan bagi Ahok dalam kasus tuduhan penistaan agama. Bahkan, kenyataan ini harus menjadi pil pahit bagi sebagian besar pendukung Ahok yang juga merupakan simpatisan Presiden Jokowi.

Permainan identitas tidak dapat terhindarkan dalam berbagai momentum politik. Yang menimbulkan masalah adalah upaya untuk memperuncing identitas tersebut; batasnya dibuat kaku sebagaimana petunjuk kelamin di toilet pusat perbelanjaan tadi. Kita tidak bisa saling bicara, kita tidak bisa saling berkata.

Pada dasarnya, setiap orang memiliki keluhuran dalam berpolitik. Namun, penyair T.S Eliot pernah berkata, "Hampir semua keburukan di dunia ini diperbuat oleh orang-orang dengan niat yang baik."

Identitas membutuhkan politik untuk mempertebal tembok batas antara "kami" dan "kalian". Namun, kepemimpinan harus selalu mampu untuk mempersatukan.

Arie Putra host Adu Perspektif detikcom X Total Politik, co-founder Total Politik

Simak juga 'Wanti-wanti Mahfud Dampak Politik Identitas di Pemilu 2024':






(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork