Kolom

Momentum Mewujudkan Inovasi Pangan

Aceng Hidayat - detikNews
Senin, 13 Jun 2022 13:00 WIB
Aceng Hidayat (Foto: dok. pribadi)
Jakarta - Atas arahan Presiden, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) memanggil Rektor IPB ke kantornya (24/5). Panggilan tersebut terkesan mendadak. Sontak saja, agenda rektor pun berubah. Rapat penting dengan Gubernur Jawa Barat yang sudah terjadwalkan sejak lama pun batal.

Panggilan LBP memang mahapenting, menyangkut soal pertanian dan pangan. Hal ini menyangkut kompetensi keilmuan IPB. Kata anak sekarang "sangat IPB banget". Saya tidak tahu persis mengenai hal apanya dari masalah pertanian dan pangan ini yang menjadi perhatian pemerintah. Namun, saya menduga berkaitan dengan soal produksi dan ketersediaan bahan pangan dalam negeri.

Karena panggilan LBP tersebut terkait marwah IPB, rektor pun tidak datang sendirian. Ia membawa serta dekan Fakultas Pertanian dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Jaga-jaga saja, barangkali LBP minta penjelasan teknis soal produksi atau distribusi --kedua dekan tersebut dapat membantu menjelaskan. Dan, memang benar, panggilan terhadap rektor IPB tersebut merupakan panggilan tugas. Tugas kebangsaan untuk menyelesaikan persoalan pertanian, khususnya pangan di Indonesia.

Panggilan khusus resmi tersebut bagi IPB merupakan momentum lama yang ditunggu-tunggu. IPB sudah lama menantikan kesempatan ini. Mengapa? Sebab, pertama, IPB pada 2022 ini merupakan perguruan tinggi (PT) bidang pertanian dan kehutanan terbaik pertama di Indonesia dan ASEAN, terbaik keenam di Asia, dan terbaik ke-41 di dunia. Banyak PT ternama di AS, Kanada, Australia, Eropa, dan Jepang menempati rangking jauh berada di bawah urutan IPB.

Rangking ini tidak asal-asalan. Dibuat oleh lembaga perangkingan QS berbasis di UK yang sudah pasti menempatkan objektivitas dan realibilitas metodologi pada urutan pertama. Mereka tidak akan berani main-main dengan metodologi dan data. Sebab hal tersebut menyangkut reputasi. Maka itu, bolehlah dengan capaian rangking yang baik itu IPB mengklaim diri dan pengakuan dari pihak lain sebagai PT paling jagoan dan paling tahu soal pertanian.

Alasan kedua, IPB memiliki inovasi yang banyak. Hingga 2021 saja sudah mengumpulkan 550 inovasi. Sebagian besar dari inovasi itu berkaitan dengan pertanian dan pangan. Ibaratnya, IPB sudah lama memegang tongkat kesaktian inovasi laksana tongkat Nabi Musa yang sudah siap dipukulkan pada saat yang tepat. Dan, saat yang tepat itu kini datang. Bangsa Indonesia menantikan tongkat kesaktian inovasi IPB untuk menyelesaikan persoalan pertanian dan pangan secara tuntas.

Lalu, apa kesaktian IPB yang laksana tongkat Nabi Musa yang siap dipukulkan? Pertama, IPB sudah memiliki inovasi pengolahan tanah/sawah dengan cara memanfaatkan jerami. Terdengarnya sederhana, soal jerami. Tapi, jika teknologi ini diterapkan dalam proses menanam padi, maka kesehatan tanah akan pulih dan ketergantungan tanah pada pupuk eksternal dapat diputus. Produktivitas sawah pun meningkat, biaya produksi padi menurun, margin keuntungan petani membesar dan kesejahteraannya pun membaik.

Kedua, masih terkait padi/beras. IPB sudah memiliki hasil inovasi IPB 3S. Yakni, benih padi hasil penyilangan pakar IPB. Benih padi ini memiliki karakteristik enak rasanya, tahan penyakit, hemat air, cepat tumbuh, dan produktivitas sangat tinggi. Konon, bisa mencapai 14 ton per hektar per kali panen. Benih IPB 3S ini sudah diuji muktilokasi dan sudah dipasarkan. Tinggal produksi secara masal dan disosialisasikan. Bila perlu pemerintah dapat menggunakan cara-cara Orde Baru, yakni ambil alih produksi benih 3S oleh perusahaan BUMN, lalu paksa saja para petani menggunakannya.

Ketiga, IPB juga sudah memiliki inovasi berupa konsep siap terap mengenai pertanian terpadu. Bukan hanya konsep tapi model penerapannya pun sudah dalam kampus. Pertanian terpadu ini sangat cocok untuk pertanian berlahan sempit. Biaya produksi rendah tapi produktivitasnya sangat tinggi. Kegiatan produksinya peragam pula. Bisa di-setting agar petani memiliki penghasilan harian, mingguan, bulanan bahkan tahunan.

Pertanian terpadu juga dapat memulihkan lahan kering yang kritis yang luasnya mencapai jutaan hektar di Indonesia. Jika ini sungguh-sungguh diterapkan, maka kita tidak perlu susah-susah mencetak sawah baru yang bianya mahal. Tidak perlu juga ada "estate-estatetan" yang harus membuka kawasan hutan.

Keempat, IPB juga sudah memiliki inovasi pupuk organik, yang dibuat dari bahan-bahan organik. Penggunaan pupuk tersebut tidak akan merusak tanah seperti pupuk kimia. Selain itu, pembuatan pupuk tersebut juga sederhana, teknologinya mudah, bahan bakunya pun tersedia melimpah di alam. Bahkan, bisa memanfaatkan limbah/sampah. Petani pun dapat membuatnya untuk keperluan sendiri.

Kelima, selain pupuk organik, IPB juga sudah siap dengan inovasi obat-obatan organik. Pembasmi penyakit, hama, dan gulma. Seperti pupuk, obat-obatan organik ini tidak merusak tanah, mikroorganisme, dan lingkungan. Dibuat dari bahan alami sehingga mudah terurai dan tidak berbahaya. Petani pun dapat dilatih membuatnya sendiri.

Jika pupuk dan obat-obatan organik ini diterapkan, maka akan sangat menguntungkan petani. Petani akan mendapatkan margin yang lebih besar dari penghematan biaya pupuk dan obat-obatan. Kita tahu bahwa kedua bahan tersebut kompeten terbesar biaya produksi pertanian yang sering membebani petani.

Keenam, selain produksi padi, IPB pun telah berhasil mengembangkan teknologi inovasi penanaman kedelai di lahan basah atau gambut. Inovasi ini sudah diujicoba dan berhasil di Sumatera. Jika inovasi ini diterapkan pada lahan gambut yang luasnya jutaan hektar di seluruh Indonesia, saya yakin Indonesia akan terbebas dari ketergantungan pada kedelai impor. Bahkan kemungkinan bila terjadi surplus produksi kita akan menjadi eksportir kedelai.

Ketujuh, selain inovasi teknologi, IPB memiliki inovasi model produksi yang mengintegrasikan petani, kampus, dan pasar. Petani sekitar kampus melakukan kegiatan produksi dengan bimbingan teknis dan menerapkan inovasi IPB. Kemudian IPB membeli hasil produksi petani lalu menjualnya ke pasar-pasar modern. IPB berperan laksa hub plus penyuplai inovasi teknologi dan bimbingan teknis. Bukan hub biasa yang tidak mendampingi kegiatan produksi di tingkat petani.

Apabila model hubungan ini direplikasi di desa-desa di mana peran IPB dimainkan oleh BUMDes, dan IPB cukup membantu meningkatkan kemampuan teknis dan pengelolaan market, maka akan terjadi revolusi produksi pertanian di desa-desa. BUMDes pun akan naik kelas. Tidak ada lagi BUMDes yang hanya jualan token listrik atau penyalur tabung gas. Dan, model ini sejalan dengan semangat pendirian BUMDes untuk memajukan ekonomi desa.

Karena dibina oleh IPB, BUMDes-nya dikelola dengan menggunakan teknologi digital, baik dalam pengelolaan produksi maupun pemasarannya. Ditunjang pula dengan data desa presisi, yang juga inovasi IPB, untuk melihat peta potensi produksi dan pasarnya.

Kedelapan, IPB juga sudah menghasilkan inovasi di bidang buah-buahan. Sebut saja pepaya calina (california) yang sudah beredar di pasaran; pisang tanduk, raja dan kapas; manggis; nenas tanpa mahkota; dan melon emas. Di bidang sayuran ada inovasi cabe super pedas; dan lombok warna warni dengan tingkat kepedasan yang beragam.

Di luar delapan inovasi siap terap tadi, IPB telah menyiapkan ratusan inovasi lainnya dalam ragam tanaman --bawang merah, bawang putih, dan aneka sayuran lainnya; durian unggul, alpukat mentega, semangka, jeruk, mangga, dan lain-lain. Di bidang tanaman perkebunan IPB telah menghasilkan inovasi bibit sawit unggul. Produktivitasnya luar biasa, jauh di atas rata-rata perkebunan mana pun. Tahan penyakit dan hemat pupuk pula. Semua tanaman itu tersedia contohnya dalam kampus.

Ada juga inovasi tanaman kopi, pala, lada hitam, dan lain-lain. Kami panen kopi dari kebun sendiri. Diolah dengan teknologi sendiri. Mesin roasting-nya pun hasil inovasi sendiri. Maka, jangan heran jika seduhan kopi di kafe-kafe dalam kampus semuanya hasil inovasi para pakar IPB.

Mengenai smart farming dengan teknologi digitalnya, jangan ditanya lagi. Green house yang terpasang dalam kampus semuanya hasil inovasi sendiri. Kualitasnya tidak kalah dengan green house made in Israel, China, Belanda, atau lainnya. Semuanya menerapkan teknologi supercanggih sehingga sangat presisi dan terukur. Tak ada lagi risiko cuaca dan lingkungan yang tidak terkendali.

Maka, IPB sangat siap menerima panggilan. Ini adalah momen yang dinantikan. Saatnya IPB diberi peran dan kepercayaan untuk mengatasi persoalan pangan dan pertanian. Untuk uji coba pemerintah cukup memberi kami kepercayaan menerapkan delapan tongkat kesaktian dulu. Asal sungguh-sungguh didukung dengan kebijakan yang kuat dan alokasi anggaran yang mencukupi, perubahan yang besar di sektor pertanian akan terjadi. Dengan demikian, sektor pertanian akan menjadi sektor unggulan. Keberadaan dan perannya sebagai sektor terandal tidak hanya hadir dan diakui pada saat krisis sebagai penyelamat ekonomi.

Mudah-mudahan panggilan LBP pada Rektor IPB ini bukan panggilan basa-basi. Tapi panggilan untuk memerankan tugas suci sebagaimana diamanatkan Presiden Sukarno pada saat peletakan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian 27 April 1952 di Baranangsiang Bogor. Bahwa, pertanian dan pangan menyangkut hidup-mati bangsa. Dan, IPB dibangun untuk tujuan mulia, menopang kehidupan bangsa.

Aceng Hidayat Sekretaris Institut, dosen Dep ESL, Ketua ICMI Orwilsus Bogor




(mmu/mmu)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork