Jika hanya ada satu partai Islam di Indonesia, maka perolehan suaranya dapat mencapai angka 30%. Dipastikan, partai Islam pun dapat memenangkan pemilu. Sejak Pemilu 1999, kisaran suara pemilih partai Islam di Indonesia tidak banyak berubah.
Pada Pemilu Legislatif 2019 yang serentak diadakan dengan pemilihan presiden untuk pertama kalinya, PKB dan PKS mendapatkan berkah elektoral terbesar pada segmentasi pemilih partai Islam. Jika digabung angkanya, kedua partai tersebut nyaris menyentuh 20% suara.
Keberhasilah yang dicapai tidak lepas dari pilihan kedua partai tersebut dalam Pilpres 2019. Mereka muncul sebagai simbol Islam dari masing-masing pasangan capresnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PKB yang merupakan wajah politik kaum Nahdiyin mendapat benefit dari pencalonan Rais Aam NU KH Maaruf Amin sebagai cawapresnya Presiden Joko Widodo. Sementara itu, PKS berhasil memanfaatkan posisinya sebagai antitesis dari pendukung kekuasaan.
Jelang Pemilu 2024, kedua penguasa segmentasi pemilih partai Islam ini mulai duduk bersama. Kesepakatan untuk membangun koalisi pun dimulai, bahkan mereka sudah menamai aliansinya dengan Koalisi Semut Merah (KSM)
Pembentukan KSM lebih tampak sebagai upaya untuk menabuh genderang perang dalam pertarungan berebut segmentasi pemilih Islam. Kedua partai tersebut tidak ingin ketinggalan kereta untuk mengoptimalkan benefit elektoral dari kandidat presiden yang bakal diusung.
Seperti yang sudah diketahui, PPP dan PAN yang juga merupakan partai Islam sudah menyatakan diri bersepakat dengan Partai Golkar untuk membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Lepas dari benar atau salah, strategi tersebut sudah membuat PPP dan PAN semakin dibicarakan publik dalam beberapa waktu belakangan.
Lalu, apa yang akan membedakan kedua koalisi ini dalam pertarungan mendapatkan simpati segmentasi pemilih Islam? Setiap koalisi tentunya memiliki kelebihan masing-masing.
KIB sangat terasa nuansa Presiden Jokowi. Semua partai yang bergabung ke sana merupakan pendukung pemerintah. Apalagi, koalisi ini juga mendapatkan endorsement dari salah satu organisasi relawan Jokowi, yakni Projo. Lengkap sudah kepingan puzzle Jokowi melekat pada koalisi ini.
Agak sulit dibayangkan, capres dan cawapres KIB bukan dari orang yang dekat dengan perkarangan Istana. Apalagi, dua dari tiga ketua partai dalam koalisi ini merupakan anggota Kabinet Kerja Jilid Dua Presiden Joko Widodo. Pilihan calon presiden dan wakil presidennya tentu lebih terbatas pada lingkaran tersebut.
Jika berhasil terbentuk, KSM memiliki keleluasaan yang lebih besar untuk mencari capres yang sesuai dengan segmentasi pemilih Islam. PKB merupakan partai pendukung pemerintah, sementara PKS dari awal sudah menyebut dirinya oposisi. Kemungkinan komposisi kandidat yang diusung tentu lebih variatif. Peluang untuk mendapatkan capres yang menarik simpati segmentasi pemilih Islam lebih terbuka.
Tak terhindarkan, Pemilu 2024 bakal menjadi arena makan-memakan antarpartai yang bertarung dalam segmentasi pemilih Islam. Sekali lagi, kuncinya adalah koalisi mana yang paling menawarkan calon presiden dan wakil presiden yang dinilai representatif oleh pemilih Islam.
Bisa saja, partai Islam ditinggalkan oleh pendukung loyalnya akibat memberikan tiket kepada capres yang tidak sesuai selera pemilihnya. Jika memiliki pasangan calon yang tepat, PAN dan PPP yang berada di papan bawah bisa saja membalikkan keadaan. Di sisi lain, PKB dan PKS juga bisa memperkokoh dominasinya.
Maka, koalisi-koalisi yang sudah mulai terbentuk hari ini bakal menghadapi realitas elektoral. Tentunya, partai-partai politik yang bergabung dalam masing-masing koalisi ingin lebih memperluas basis dukungannya, bukan malah kehilangan banyak.
Semakin terang nama capres yang muncul dari koalisi-koalisi yang mulai terbentuk ini, maka kalkulasi politik pun juga akan semakin kompleks. Partai-partai pun akan semakin berpikir soal peluang elektoral masing-masing.
Segmentasi pemilih partai nasionalis memiliki pemilih sekitar 70%, dengan lima partai utama yang ikut bertarung. Sementara, segmentasi pemilih partai Islam hanya mempunyai ukuran pada kisaran 30%, dengan empat partai utama. Ruang perebutan segmentasi pemilih Islam jauh lebih sempit.
Partai-partai yang berebut segmentasi pemilih partai Islam akan sangat berhitung. Kesepakatan-kesepakatan yang sudah terjadi bisa saja berubah ketika kandidat capres atau cawapres yang diusung tidak menguntungkan secara elektoral.
Arie Putra host Adu Perspektif detikcom X totalpolitik, co-founder Total Politik
(mmu/mmu)