Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) membuka opsi pembiayaan pembangunan IKN melalui skema crowdfunding (urun dana). Skema ini diharapkan dapat membantu pembangunan IKN melalui pengumpulan dana secara sukarela dari masyarakat. Sontak saja, isu terkait urun dana ini menimbulkan berbagai reaksi dan menjadi ulasan yang menarik untuk didalami lebih lanjut.
Platform urun dana sendiri saat ini sedang berkembang cukup pesat di Indonesia. Bentuk urun dana yang lazim ditemui di Indonesia adalah urun dana donasi yang berfokus kepada kepentingan sosial/keagamaan. Selain itu, terdapat pula urun dana investasi yang menyediakan alternatif permodalan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sekaligus memberikan imbal hasil bagi investor.
Berdasarkan data Statista (2022), total nilai transaksi pada platform urun dana di Indonesia diperkirakan mencapai USD 6,2 juta atau sekitar Rp 89 miliar pada 2022. Nilai tersebut diprediksi akan terus tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 2,79% hingga mencapai USD 6,9 juta atau Rp 99 miliar pada 2026.
Dalam konteks pembiayaan belanja negara, sebenarnya kita tidak pernah beranjak jauh dari konsep urun dana. Sebagai contoh, pada 1948 masyarakat Aceh beramai-ramai mendermakan sebagian hartanya untuk membantu pemerintahan Sukarno membeli pesawat kepresidenan pertama. Kala itu, dana yang terkumpul bahkan mampu digunakan untuk membeli dua buah pesawat kepresidenan sekaligus, yang kemudian diberi nama Seulawah I dan Seulawah II (Sitompul, 2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, di belahan dunia lain kita dapat menemui berbagai contoh menarik pembangunan infrastruktur publik yang menggunakan skema urun dana masyarakat. Contoh pertama, kita ambil dari pembangunan taman kota layang di kota Liverpool, Inggris. Pembangunan taman tersebut berhasil mengumpulkan sekitar GBP 45.000 atau sekitar Rp 850 juta (Solanki, 2018).
Contoh lain yang juga dapat menjadi tolok ukur yaitu jalur khusus sepeda di kota Denver, Amerika Serikat dan pembangkit energi tenaga surya di Utrecht, Belanda. Kedua proyek berturut-turut mampu meraup dana sejumlah USD 36.000 dan EUR 1 juta, atau sekitar Rp 516 juta dan Rp 15,75 miliar (Gasparro, 2015; Pranata et al, 2020).
Pemerintah sebelumnya telah menganggarkan pembangunan IKN akan memakan biaya total hingga Rp 466 triliun. Jumlah tersebut akan dibiayai melalui dana APBN sebesar Rp 89,5 triliun (19,2%), pihak swasta sebesar Rp 122,1 triliun (26,2%), dan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sebesar Rp 254,4 triliun (54,6%). Untuk itu, tujuan utama skema urun dana masyarakat tentunya dimaksudkan sebagai langkah pembiayaan kreatif dalam rangka pembangunan IKN.
Selain itu, skema ini juga hendak mengurangi porsi pembiayaan pembangunan agar tidak lagi membebani APBN. Adapun di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) Pasal 24 ayat (1) disebutkan bahwa pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara bersumber dari APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjabarkan aturan tersebut, di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendanaan dan Penganggaran Ibu Kota Nusantara Pasal 5 ayat (5) disebutkan bahwa salah satu skema pendanaan untuk pembangunan IKN adalah melalui pembiayaan kreatif. Skema pembiayaan kreatif ini memungkinkan pemerintah untuk memperoleh pendanaan dari berbagai pihak, tak terkecuali dari masyarakat luas.
Pemerintah sejatinya memiliki potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan skema pembiayaan kreatif melalui urun dana masyarakat. Hal ini tak lepas dari sifat masyarakat Indonesia yang telah lama dikenal karena sifat kedermawanannya. Menurut data yang dirilis oleh Charities Aid Foundation (CAF) pada Juni 2021, Indonesia meraih peringkat pertama sebagai negara yang paling dermawan di dunia pada 2020. Hasil penilaian berdasarkan World Giving Index (WGI) 2021 menunjukkan bahwa tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia memperoleh skor 69%. Angka ini bahkan mengalami peningkatan dari tahun 2019, yaitu sebesar 59%.
Namun demikian, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal sebelum merealisasikan rencana pembiayaan melalui skema urun dana. Pertama, pemerintah perlu menyediakan payung hukum yang dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang hendak berpartisipasi membiayai pembangunan IKN melalui urun dana. Payung hukum dimaksud dapat menyebutkan secara eksplisit bahwa skema urun dana dari masyarakat akan digunakan sebagai bentuk pembiayaan kreatif dalam rangka pembangunan IKN. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat untuk mengikuti kegiatan urun dana pembangunan IKN.
Kedua, masyarakat Indonesia cenderung lebih tertarik berdonasi untuk proyek yang tujuannya bersifat sosial, seperti penggalangan dana untuk anak yatim, sedekah bagi kaum duafa, sumbangan untuk pembangunan masjid, dan sebagainya. Urun dana semacam ini sebagian besar dilakukan secara sukarela, artinya masyarakat tidak memperoleh imbalan material atas dana yang mereka sumbangkan, tetapi perasaan bahagia karena telah berbagi.
Konsep ini tentu berbeda dengan urun dana investasi yang direncanakan untuk pembangunan IKN. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menawarkan imbal hasil yang menjanjikan. Terlebih, tidak dapat dipungkiri jika pembangunan IKN dapat memberikan peluang investasi baru yang menarik bagi para calon investor.
Ketiga, pemerintah harus pula memastikan bahwa dana yang nantinya terkumpul dapat digunakan secara proporsional dalam pembangunan IKN. Berkaca dari praktik urun dana yang telah berhasil terlaksana di Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda, nilai tertinggi dari aset publik yang dapat dibiayai hanya sekitar Rp 15,75 miliar. Jumlah ini cukup kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan dana pembangunan IKN yang mencapai Rp 466 triliun.
Walhasil, pemerintah hendaknya dapat menentukan target perolehan pembiayaan dari skema urun dana yang tidak terlalu ambisius. Selain itu, pemerintah juga perlu mengklasifikasikan dengan detail aset apa saja yang akan dibangun dengan memperhatikan progres terkumpulnya urun dana masyarakat.
Pada akhirnya, peluang dan tantangan yang muncul sehubungan dengan penggunaan skema urun dana masyarakat untuk mendanai pembangunan IKN sudah barang tentu akan dipertimbangkan dengan matang oleh pemerintah. Besar harapan kita, pembangunan IKN nantinya akan berjalan efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana induk pembangunan yang telah didesain sejak jauh-jauh hari.
Muhammad Rizky pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dan Winda Prajaningtyas auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan