Kolom

Wanita Wirausaha Pelaku UMKM Menolak Kalah

Frangky Selamat - detikNews
Kamis, 21 Apr 2022 11:45 WIB
Franky Selamat (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -
Jika mencari sosok "Kartini" sebagai pejuang wanita Indonesia yang berani memperjuangkan kesetaraan peran dan hak antara pria dan wanita, maka wanita wirausaha yang merupakan 52 persen dari 63,9 juta pelaku UMKM di Indonesia telah menjadi contoh paling dekat dan nyata di dalam keseharian kita.

Dengan perannya sebagai ibu rumah tangga mereka berjuang bersama sang suami memberikan nafkah untuk keluarga. Walau ada yang berkesan pelengkap, peran mereka tidak boleh dikesampingkan. Mereka menyempurnakan sang pasangan.

Lidya, seorang wanita pelaku UMKM menunjuk ke sebuah sekolah di pinggiran Jakarta yang menjadi tempat usahanya selama ini dengan membuka gerai makanan di kantin siswa. "Itu tempat usaha saya, tapi sekarang sudah lebih dari dua tahun tutup." Sekolah yang sempat ditutup sejak pertengahan Maret 2020 memaksa Lidya berjualan makanan di depan pagar rumahnya.

Walau penghasilannya tidak seberapa dibandingkan dulu, namun ia tetap bersyukur masih bisa memperoleh pemasukan sekadarnya. "Yang penting tidak rugi dan masih ada lebih sedikit," kata dia sambil tersenyum getir.

Kini sekolah itu telah buka kembali dengan pembelajaran tatap muka terbatas. Namun kantin belum diperkenankan beroperasi kembali. Lidya masih beruntung karena usahanya masih berjalan.

Ibu Reni, sebut saja begitu, terpaksa berhenti mengelola usaha karena tak sanggup mengubah cara yang selama ini ia jalani. Dengan membuka usaha ayam goreng di pusat jajanan, ia mengandalkan konsumen yang datang dan makan di tempat. Kini dengan pelonggaran pembatasan sosial dari pemerintah, perlahan konsumen kembali datang. Bagaimana dengan penjualan daring? Ibu Reni menggelengkan kepala. "Saya kurang paham. Pernah mencoba, tapi tidak terlalu menguntungkan," tutur dia.

Lain lagi dengan Ibu Ellya di Jambi. Menu nasi minyak yang menjadi andalan usaha kateringnya masih bisa bertahan dengan inovasi produk dan kemasan. Aktivitas katering otomatis terhenti karena nyaris tidak ada perhelatan yang digelar selama masa pembatasan kegiatan masyarakat.

Untunglah, sebelum pandemi datang, Ibu Ellya telah menawarkan menu nasi minyak yang dikemas menjadi nasi minyak instan. Usaha ini walau diproduksi berdasarkan pesanan, masih cukup lumayan untuk mendatangkan keuntungan. Seperti biasa kendala modal kerja untuk berproduksi dan minimnya promosi mengakibatkan permintaan nasi minyak tidak luar biasa. Toh begitu Ibu Ellya tetap merasa senang usahanya tetap beroperasi walau tidak normal.

Di Cirebon, Santi, seorang ibu paruh baya dari Jakarta, masih mampu mengembangkan bisnis dengan bermitra dengan pengusaha setempat. Meski bisnisnya terempas dengan penutupan sejumlah gerai, dia pantang menyerah. Modal pengetahuan dan pengalaman berbisnis kuliner menempa dia untuk tetap yakin bahwa tetap ada peluang di masa sulit. Meski belum memberikan hasil yang diharapkan, usahanya tetap berjalan.

Belum ada karyawan yang dirumahkan. Bahkan ia masih sempat merekrut karyawan baru. Jejaring yang dimiliki menjadi modal kuat ia untuk bertahan.

Karakteristik Usaha

UMKM adalah 99% dari pelaku usaha di Indonesia. Banyak dari mereka adalah wanita yang menjalankan usaha dengan modal seadanya hingga yang telah menjelma menjadi pengusaha kelas menengah. Mereka biasa menjalankan usaha yang identik dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Maka tak pelak lagi, kuliner menjadi salah satu pilihan utama.

Mayoritas usaha mereka cenderung tidak inovatif. Mengikuti tren yang berlaku. Kalaupun ada inovasi, nyaris tidak memberikan lompatan besar. Mudah ditiru, dilupakan, dan berganti lagi. Namun itu tidak masalah bagi wanita pelaku UMKM ini. Mereka akan mencoba lagi hal lain dan kembali menjalankan usaha seperti sediakala.

Karena tidak inovatif, maka jangan berharap ada pertumbuhan. Mungkin Ibu Santi sedikit dari wanita pelaku UMKM yang punya orientasi untuk tumbuh dan terus berkembang. Ia cepat belajar. Dalam situasi yang tidak pasti --walau sepertinya makin membaik-- banyak pelajaran yang ia peroleh dan cepat beradaptasi walau tak semuanya berhasil. Misalnya, menawarkan makanan olahan beku ketika pemerintah melarang restoran kelas warung pun melayani konsumen makan di tempat.

Walau tidak terlalu sukses, ia tetap mencari peluang agar produknya dapat diterima pasar. Semangatnya patut diacungi jempol. Alasan lain untuk tidak tumbuh karena usaha yang mereka jalankan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau menopang ekonomi rumah tangga. Dibiarkan untuk tetap "kecil" atau memang tidak ingin usaha menjadi besar karena kewajiban sebagai ibu rumah tangga tidak dapat ditinggalkan.

Mereka sudah bersyukur jika usaha yang dijalankan mampu "memutar" uang dan tidak mengalami kerugian. Kelebihannya dapat digunakan untuk membantu keuangan keluarga.

Pola Pikir

Banyak UMKM yang berguguran gara-gara pandemi. Berbeda dengan krisis tahun 1997-1998 ketika UMKM menjadi lokomotif ekonomi Indonesia untuk bangkit, kini ceritanya berbeda, walau perlahan kini mulai kembali "bernapas".

Pada krisis terdahulu, banyak usaha besar tumbang karena terbelit utang. Sementara UMKM relatif bebas utang, dan kemampuan resiliens mereka mulai terbentuk. Kondisi telah memaksa semua jenis usaha untuk beradaptasi dan bertransformasi menuju model bisnis yang berbeda yang fokus pada keberlanjutan.

Wanita wirausaha pelaku UMKM yang terbiasa menjalankan bisnis secara konvensional tidak siap menghadapi perubahan yang demikian cepat ini. Sesungguhnya, jangankan UMKM, usaha besar pun gagap menghadapinya. Bisnis besar dan kecil terpukul. Perubahan pola pikir yang dibarengi dengan kemampuan menguasai teknologi digital menjadi kunci untuk menjalankan usaha di masa kini. Pola pikir menyangkut pandangan bagaimana bisnis dikelola agar tetap tumbuh dan berkelanjutan.

Pandangan konvensional tentu harus ditanggalkan segera. Karakteristik kewirausahaan tulen seperti proaktif, kreatif, inovatif, berorientasi pada pertumbuhan dan mengambil risiko secara terukur menjadi modal penting. Wanita wirausaha pelaku UMKM yang merupakan ibu rumah tangga ini tetap meyakini bahwa usaha mereka akan kembali jika kondisi telah menuju ke sediakala. Para wanita ini punya keyakinan, waktunya pasti akan tiba dan mereka akan menjalani apa yang mereka mampu.

Bersyukur di masa sulit menjadi hal yang tidak mudah, tapi tetap menenangkan. Mereka menolak kalah. Sungguh wanita yang tangguh.

Frangky Selamat dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara, Jakarta



(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork