Pelaksanaan migrasi siaran TV analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO) di Indonesia harus diikuti dengan pembagian set top box (STB) gratis kepada masyarakat kurang mampu dan distribusinya akan dilakukan door to door. STB digunakan untuk TV analog supaya dapat menerima siaran TV digital tapa harus mengganti perangkat televisi yang dimiliki warga kurang mampu. Pembagian STB dilakukan dalam beberapa tahap; tahap pertama sudah dilakukan sejak 15 Maret 2022 hingga 30 April 2022 mendatang.
Sesuai kesepakatan untuk tahap pertama ASO yang akan berlangsung hingga akhir April 2022. Pelaksanaan ASO akan meliputi pendistribusian 3,1 juta STB yang bentuk dan fungsinya seperti decoder di televisi berlangganan. Pembagian STB harus dilakukan oleh beberapa televisi swasta yang bertugas sebagai penyelenggara multipleksing atau mux, namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak mudah meminta pertelevisian swasta untuk menjalankan tugas ini.
ASO diselenggarakan melalui 3 tahap dengan jumlah wilayah siarannya sebanyak 112 di 341 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Tahap pertama 56 wilayah siaran di 166 kabupaten/kota, tahap II 31 wilayah siaran di 110 kabupaten/kota dan tahap III 25 wilayah siaran di 65 kabupaten/kota. Semua biaya untuk rakyat miskin ini ditanggung oleh TV swasta penyelenggara mux, seperti SCTV, Indosiar, MNC, Metro, Trans, dan RTV namun komitmennya masih diragukan.
Lalu dalam kondisi seperti ini ke mana TVRI sebagai lembaga penyiaran publik? Tidur atau tidak diberi kesempatan oleh pemerintah? Mari kita bahas singkat dan padat, ada apa di belakang migrasi ini.
Komitmen TV Swasta Penyelenggara Mux
Sesuai Pasal 78, Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2021 Tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran sebagai turunan dari UU No. 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja serta dari beberapa pengamatan, pembicaraan langsung maupun tidak langsung dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo, diperoleh kesimpulan bahwa penyelenggaraan mux oleh TV swasta prinsipnya sepakat, hanya saja komitmen tepat waktunya diragukan.
Semua biaya STB dan distribusinya ditanggung oleh TV penyelenggara mux. Namun dengan berbagai alasan mereka mencoba untuk menghindar atau bahkan meminta penundaan dengan alasan kondisi keuangan merugi sebagai dampak pandemi. Pasal 78 ayat 6 PP No. 46 Tahun 2021 jelas tertulis: "Penetapan LPP Televisi Republik Indonesia sebagai penyelenggara multipleksing sebagai mana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan oleh Menteri tanpa melalui evaluasi dan seleksi."
Semua TV swasta yang mendapat penugasan ini pasti melakukan perlawanan karena akan muncul biaya yang cukup besar untuk pembelian STB dan biaya distribusi serta pemasangannya. Contohnya Metro TV yang ditugaskan untuk membagikan STB ke 500 ribu pemilik TV analog milik warga miskin, pelaksanaannya minta ditunda sampai November 2022. MNC dan Emtek bahkan masih mbulet menghindar melaksanakan kewajiban ini.
Belum lagi ada yang protes mempertanyakan kenapa VIVA (Anteve dan TV One) sebagai penyelenggara mux, tapi tidak dikenakan kewajiban membagi STB. Patut diduga jika ada dispensasi terselubung seperti ini akan menyulitkan pemerintah dalam melaksanakan sebuah kebijakan. Saya khawatir jika "kisruh" ini berlarut larut dan TV swasta, dengan berbagai alasan, tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik dan tepat waktu pemerintah akan dipersalahkan oleh publik ketika siaran analog mati pada April 2022, sehingga sebagian masyarakat kurang mampu di beberapa wilayah Indonesia tidak dapat menonton acara di televisi.
Jika itu yang terjadi, maka akan muncul protes dari publik karena tidak bisa menonton azan berbuka puasa, drama Korea, sinetron Layangan Putus, acara gosip dan sebagainya. Artinya hak rakyat untuk memperoleh informasi tidak dilayani dengan baik oleh negara dan ini merupakan pelanggaran UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Untuk mengantisipasi kemungkinan di atas, TVRI sebagai lembaga penyiaran publik harus dapat mengambil peran alih tugas tersebut, tentunya dengan anggaran dari APBN. Apa boleh buat. Ternyata menurut Direktur Utama TVRI, "Lembaga penyiaran publik (TVRI) telah mengajukan anggaran biaya tambahan di perubahan APBN 2022 untuk menyalurkan 1,5 juta STB yang akan digunakan untuk menutupi kekurangan dan keterlambatan STB akibat TV swasta tidak menjalan komitmennya secara baik. Hanya saja kemungkinannya langkah tersebut baru dapat dilaksanakan pada ASO tahap kedua dan ketiga. Karena di tahap pertama seratus persen tanggung jawab TV swasta."
Jika pelaksanaan ASO ditunda, ini akan melanggar peraturan perundangan undangan, jadi harus dilaksanakan. Menyesuaikan jadwal tahapan ASO bisa dilakukan, namun secara teknis (terkait dengan pengelolaan spektrum frekuensi) tidak mungkin ASO hanya dilakukan dalam satu tahap saja. Karenanya Kementerian Kominfo secara total menyiapkan 3 tahap. mengingat luas wilayah Indonesia dan jangkauan ASO.
Langkah Pemerintah
Menurut Menteri Kominfo, "Seluruh penyelenggara mux harus berkontribusi STB sesuai amanat PP No. 46 Tahun 2022 Tentang Pos Telekomunikasi dan Penyiaran. Penyelenggara mux wajib mengadakan STB, pemerintah juga sudah siapkan tambahan dari APBN meskipun belum memadai." Dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, semua persoalan sudah terbahas, termasuk keterbatasan alokasi dari APBN, serta batas akhir ASO pada November 2022.
Sebenarnya persoalan penyaluran STB oleh TV swasta sudah lama diputuskan melalui PP No. 46 Tahun 2021. Seharusnya Kementerian Kominfo dapat melakukan upaya paksa ke TV swasta, demi kepentingan publik atau TV swasta yang ingkar janji harus diberi sanksi tegas sesuai Pasal 86 PP No. 46 Tahun 2021.
Pertanyaannya, siapakah yang akan melakukan pengawasan pelaksanaan ASO? Apakah misalnya Badan Monitoring Kementerian Kominfo dapat melakukan pengawasan pelaksanaan ASO atau harus ada badan lain? Lalu bagaimana metoda pelaporannya? Bagaimana cara mereka mendistribusikan STB? Pembagiannya berbasis apa? Apakah basis data yang digunakan menggunakan data miskin dari Kementerian Sosial atau lainnya? Kita tunggu berita baiknya dari Kementerian Kominfo.
Agus Pambagio pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen
Simak Video 'Cara Mudah Cek TV Kamu Digital atau Analog':
(mmu/mmu)