Persahabatan Sukarno-Habib Bourgaiba
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Analisis Zuhairi Misrawi

Persahabatan Sukarno-Habib Bourgaiba

Jumat, 18 Feb 2022 15:24 WIB
Zuhairi Misrawi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
zuhairi misrawi
Zuhairi Misrawi (Foto: istimewa)
Jakarta -

Setiap berjumpa warga Tunisia, saya selalu mendapatkan cerita perihal kekaguman mereka pada Sukarno. "Saya turut serta menyambut kedatangan Sukarno ke negeri kami. Kami warga Tunisia berjejer di pinggir jalan, bersuka-cita melihat senyum merekah Bapak Proklamator Indonesia," ujar Aseel. Bahkan, di antara mereka ada yang mengaku dekat dengan Sukarno hanya karena pernah melihat konvoi Sukarno saat berkunjung ke Tunisia. Dan, nama Indonesia masih harum di hati warga Tunisia hingga sekarang ini.

Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tahun 1960. Setelah 62 tahun kemudian, Sukarno masih terus menjadi buah bibir warga Tunisia. Hubungan Indonesia-Tunisia semakin kuat dan kokoh bersamaan dengan berjalannya waktu, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun kebudayaan. Sebab itu, sebagai Duta Besar RI untuk Tunisia, saya hampir tidak mendapatkan kesulitan untuk mengenalkan Indonesia kepada setiap warga Tunisia yang saya jumpai. Mereka selalu menyapa dan menyambut saya dengan ramah-tamah.

Semua itu, bermula dari persahabatan Sukarno-Habib Bourgaiba. Dua pemimpin besar ini telah meletakkan fondasi yang kokoh dalam hubungan bilateral di antara kedua negara. Pada tahun 1951, Habib Bourgaiba berkunjung ke Indonesia atas undangan Sukarno untuk membincangkan perihal gerakan kemerdekaan Tunisia, yang saat itu masih dijajah Perancis. Sukarno mempunyai pengaruh dan jaringan internasional yang kuat dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika. Ia menjadi inspirasi bagi perlawanan terhadap imperialisme dan jalan menuju kemerdekaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maka dari itu, Habib Bourgaiba menemui Sukarno di Jakarta dan pada tahun 1952 mengirimkan delegasi khusus, Rasyid Idris untuk menjadi representasi Tunisia bersama dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan lainnya dari Mesir, Maroko, dan Aljazair. Sukarno menyambut kedatangan Bourgaiba dan para pejuang kemerdekaan lainnya dengan hangat, layaknya keluarga sendiri. Bahkan, mereka disewakan tempat tinggal, dan menjadi peserta Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955, meskipun saat itu Tunisia belum merdeka.

Setelah Tunisia merdeka pada tahun 1956, Habib Bourgaiba mengundang Sukarno ke Tunisia. Pada tahun 1960, Putera Sang Fajar itu memenuhi undangan Bapak Proklamator Tunisia dengan penyambutan luar biasa. Peristiwa tersebut direkam dan dicatat dengan tinta emas dalam Arsip Nasional Tunisia. Suasana gegap-gempita dan meriah terlihat dari video dan gambar-gambar yang semuanya masih bisa dilihat secara gamblang dan kasat-mata.

ADVERTISEMENT

Minggu pertama saya tiba di Tunis, saya langsung menelusuri jejak-jejak kunjungan Sukarno ke Tunisia itu. Sebab saat masih berada di Jakarta, saya kesulitan untuk mendapatkan dokumen-dokumen tersebut. Saya hanya mendapatkan cerita-cerita singkat dari para sejarawan. Betapa bahagianya saya setelah mendapatkan dokumen-dokumen penting tersebut dari Arsip Nasional Tunisia.

Harian al-'Amal, Selasa, 4 Mei 1960 di halaman depan memuat foto Sukarno-Habib Bourgaiba menandatangani kesepakatan dan kerja sama, menandai hubungan bilateral kedua negara. Judul yang tertulis, 'Adam al-Inhiyaz fi al-Maydan al-Dawly ma'a al-Istiqlal fi al-Ittijah wa al-Tamassuk bifa'iliyyat al-Mawaqif. Maknanya, gerakan Non-Blok di dunia internasional dengan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan bersikap.

Dalam pidatonya, Sukarno menggarisbawahi, bahwa persahabatan antara Indonesia-Tunisia lahir dari lubuk hati yang paling dalam. Tidak hanya itu, Indonesia-Tunisia bukan hanya sekadar bersahabat, melainkan teman dalam perjuangan. Dalam Harian al-'Amal ditulis, anna lasna ashdiqa' fahasbu, bal nahnu rufaqa fi al-kifah.
Sukarno menambahkan, bahwa kedua negara mempunyai persamaan. Yaitu, baik warga Indonesia maupun warga Tunisia adalah warga pejuang. Sebab itu, kemerdekaan yang diraih kedua negara ini, pada hakikatnya hasil dari perjuangan seluruh bangsanya.

Secara khusus, Sukarno menjelaskan revolusi ala Indonesia yang bersifat multidimensional. Revolusi di Indonesia berkarakter kebangsaan, karena yang diperjuangkan bangsa Indonesia adalah kemerdekaan untuk membangun negara kebangsaan (iqamah jumhuriyyah Indonesiyyah qawmiyyah).

Revolusi ala Indonesia juga bercorak politik, karena yang diinginkan oleh bangsa Indonesia adalah perubahan sistem politik dari dominasi dan monopoli kaum kolonialis menjadi politik yang bersifat demokratis. Yaitu, politik yang kedaulatannya bersumber dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Revolusi ala Indonesia juga bernuansa kebudayaan, karena kita ingin menegaskan kepribadian bangsa Indonesia dalam kebudayaan. Kita tahu, bahwa kaum penjajah hendak menghancurkan kebudayaan Nusantara. Sebab itu, kami berjuang untuk memperjuangkan dan meneguhkan kembali kebudayaan Nusantara, khususnya dalam bidang seni, agama, dan pengetahuan.

Dalam bidang sosial, Sukarno menegaskan bahwa revolusi sosial juga menjadi sebuah keniscayaan, karena pada hakikatnya sistem ekonomi dan sosial kita harus mampu mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh warga Indonesia. Sistem sosial dan ekonomi tidak akan pernah terwujud, selama masih ada monopoli manusia terhadap manusia yang lain.

Puncaknya, menurut Sukarno, revolusi ala Indonesia adalah revolusi kemanusiaan. Sebagai sebuah bangsa, sejatinya kita dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Indonesia mempunyai semboyan, Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan ini bertujuan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bahwa meskipun kita beragam dan berbeda-beda dari segi agama, suku, dan bahasa, pada hakikatnya kita satu, manusia, makhluk Tuhan. Sebab itu pula, politik Luar Negeri Indonesia akan terus mendorong persaudaraan dan perdamaian dunia.

Habib Bourgaiba dalam pidatonya menyampaikan, bahwa kedatangan Sukarno ke Tunis laksana pucuk dicita ulam pun tiba. Setelah 9 tahun kunjungannya ke Jakarta, akhirnya Sukarno memenuhi undangannya. Hal ini membuktikan kedekatan hubungan kedua negara, kedua pemimpin. Indonesia dan Tunisia akan terus meneguhkan komitmennya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mewujudkan perdamaian dunia.

Dalam kunjungannya ke Tunisia, Sukarno mengunjungi Qairawan, salah satu pusat peradaban Islam ternama. Lalu, ia juga menonton final sepakbola Piala Tunis. Setelah itu, ia mengunjungi Masjid Zaitunah dan pasar tradisional. Dari berbagai destinasi yang dikunjungi Sukarno ini, saya sudah membuat destinasi wisata dengan nama, "Napak Tilas Sukarno" bagi warga Indonesia yang hendak menikmati indahnya Tunisia. Selain itu, masih ada destinasi wisata pantai, gurun pasir, dan Carthage yang memesona.

Persahabatan Sukarno-Habib Bourgaiba dapat menjadi gambaran gamblang, bahwa Indonesia-Tunisia mempunyai hubungan yang sangat dekat dan akrab. Semua itu menjadi modal diplomatik yang sangat berharga untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama di antara kedua negara. Sebab itu pula, slogan yang saya gunakan di KBRI Tunis dalam hubungan di antara kedua negara, yaitu Indonesia-Tunisia bersahabat. Indonesia-Tunis, shuhab.

Zuhairi Misrawi Duta Besar RI untuk Tunisia

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads