Wacana pemindahan IKN dari Jakarta sudah terjadi sejak masa Presiden Sukarno yang menggagas pemindahan IKN ke Palangkaraya. Presiden berikutnya Soeharto pun pernah mewacanakan pemindahan IKN ke Jonggol pada 1997, hingga Presiden SBY pun menggulirkan wacana tersebut. Namun, wacana ini seolah akan menjadi kenyataan pada masa presiden Jokowi.
Banyak pendapat yang mendukung kepindahan ibu kota ke tempat yang baru. Beberapa alasan utama yang menjadi argumen antara lain; pertama, penyebaran penduduk yang tidak merata. Sekitar 57 persen penduduk Indonesia atau 150 juta jiwa tinggal di Pulau Jawa dengan 30 juta jiwa nya terkonsentrasi di Jakarta dan sekitarnya. Kedua, perekonomian Indonesia pun terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan kontribusi ekonomi mencapai hampir 60 persen terhadap PDB nasional.
Ketiga, tingginya pertumbuhan urbanisasi ke Jakarta dan sekitarnya sehingga menyebabkan tingkat kemacetan yang tinggi dan kualitas udara yang tidak sehat. Keempat, penurunan daya dukung lingkungan di Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari turunnya permukaan air tanah, air permukaan yang tercemar berat, kenaikan muka air laut hingga pencemaran dan kualitas udara yang buruk. Selain itu juga Jakarta tergolong rawan terhadap ancaman bencana seperti banjir, gempa bumi dan tanah turun.
Pemerintah memiliki visi yang ideal dengan rencana kepindahan ini. IKN yang baru akan diciptakan sebagai kota dengan simbol identitas bangsa Indonesia dengan mengedepankan konsep keindahan Bhinneka Tunggal Ika khas Indonesia. Selain itu, IKN baru diharapkan akan menjadi kota yang paling berkelanjutan (sustainable) di dunia dengan kondisi kota yang aman dan terjangkau, desain sesuai kondisi alam, konektivitas yang aktif dan mudah diakses, berkonsep ekonomi sirkuler dan tangguh hingga rendah emisi karbon.
IKN yang baru juga diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi baru di masa depan melalui efisiensi teknologi dan inovasi hingga peluang ekonomi yang kuat untuk semua masyarakat. Namun untuk mewujudkan IKN baru yang ideal tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Beberapa hal yang menjadi alasan penentang kebijakan ini antara lain terkait isu lingkungan dan pembiayaan.
Terkait isu lingkungan, banyak pihak yang mengkhawatirkan akan terjadinya kerusakan ekosistem di IKN yang baru, mengingat IKN yang baru berada di tengah hutan Kalimantan yang merupakan paru-paru dunia dan sumber biodiversitas alami. Untuk isu ini, pemerintah telah menjanjikan untuk tetap melestarikan lingkungan di IKN yang baru terlihat dari konsep pembangunan kota yang mengusung prinsip green, sustainable, circular, low emission hingga smart and efficient.
Isu lain yang menjadi perhatian masyarakat banyak adalah terkait pembiayaan. Hal ini menjadi alasan dikarenakan pemerintah masih dalam kondisi keuangan yang berat akibat krisis pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih belum berakhir. Meskipun kondisi perekonomian mulai membaik, namun dikhawatirkan pembangunan IKN baru yang tentu saja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit akan makin memperberat kondisi keuangan pemerintah.
Pemerintah sangat menyadari keterbatasan anggaran dan kondisi keuangannya. Hal ini bisa terlihat dari penerimaan negara yang masih belum optimal, belanja pemerintah di sektor prioritas lain yang masih cukup besar terutama di sektor kesehatan seperti program vaksinasi massal, dan bantuan sosial masyarakat yang terkena dampak ekonomi pandemi. Defisit anggaran pun masih cukup tinggi di atas fiscal rules yang telah ditentukan yaitu sebesar 3 persen dari PDB. Namun pemerintah sangat optimis akan mampu membiayai program besar ini dengan mengoptimalkan berbagai sumber pembiayaan yang ada.
Inovasi sumber pembiayaan yang dilakukan pemerintah antara lain dengan pemanfaatan asset atau Barang Milik Negara yang akan ditinggalkan di Jakarta, skema pendanaan kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU), skema pendanaan swasta dan BUMN serta sebagian kecil lainnya didanai oleh APBN.
Berdasarkan data dari Bappenas, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun IKN baru adalah sekitar Rp 466 triliun atau sekitar 35 miliar US dollar. Sebagian besar anggaran tersebut akan dibiayai dengan skema KPBU dan investasi langsung (direct investment) dari BUMN dan swasta baik domestik maupun asing.
Skema APBN langsung akan digunakan untuk pembangunan istana negara, bangunan strategis TNI/POLRI, pengadaan lahan dan infrastruktur dasar, lahan untuk area diplomatik hingga ruang terbuka hijau. Sementara itu, skema pendanaan KPBU akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar dan utilitas, rumah dinas ASN serta TNI dan POLRI, gedung perkantoran untuk eksekutif, legislatif dan yudikatif, peningkatan konektivitas bandara, pelabuhan dan jalan serta sarana pendidikan, kesehatan, seni dan budaya.
Dalam hal skema pendanaan swasta akan difokuskan pada sektor properti seperti perumahan umum, sektor bisnis, pusat perbelanjaan, hotel dan MICE, sarana kesehatan swasta, science technopark, taman bermain hingga lembaga pendidikan dan perguruan tinggi swasta.
Terkait dengan anggaran dari APBN, Presiden Jokowi sudah menyatakan bahwa alokasi anggaran untuk pembangunan IKN baru akan masuk ke dalam anggaran Kementerian teknis terkait. Sehingga jika tahap awal ini akan banyak pengeluaran anggaran untuk pembangunan infrastruktur dasar IKN, maka anggaran akan dialokasikan melalui Kementerian PU dan Perumahan Rakyat.
Pembiayaan pembangunan IKN tentu saja sangat dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah. Investor swasta dan BUMN sudah banyak yang menyatakan komitmennya untuk mendukung pembangunan IKN. Kerja besar ini tidak hanya sekedar memindahkan ibu kota saja, namun lebih kepada membangun peradaban baru Indonesia menuju target negara maju tahun 2045. Pembangunan IKN juga merupakan suatu hal yang membanggakan bangsa di mata dunia internasional sehingga patut didukung oleh segenap komponen bangsa.
Mahpud Sujai peneliti senior pada Kementerian Keuangan
(mmu/mmu)