Kolom

Gerakan Sekolah Menyenangkan ala SMK

Yudha Priyono - detikNews
Rabu, 15 Des 2021 11:00 WIB
Foto ilustrasi: Rifkianto Nugroho
Jakarta - Soft skill. Istilah tersebut sangat lazim didengar pada dunia pendidikan saat ini terutama di sekolah menengah. Soft skill dapat diartikan sebagai keahlihan yang berasal dari dalam diri manusia berupa kemapanan mental dan bersifat abstrak. Jika hard skill diartikan sebagai keterampilan fisik yang dapat dilihat dari luar, maka soft skill merupakan keterampilan atau kemapanan mental dari dalam. Kemampuan soft skill akan terlihat jika seseorang dihadapkan pada situasi tertentu. Dari cara menghadapi masalah tersebut, akan terlihat kemampuan adaptasi, komunikasi, bekerja sama, dan lainnya.

Soft skill yang mumpuni sangat diperlukan dalam menghadapi dunia kerja saat ini. Kemampuan tersebut adalah kreatif, berpikir kritis, kemampuan komunikasi, dan bekerja sama. Kemampuan tersebut adalah empat kemampuan personal dan sosial yang harus ditanamkan kepada siswa dalam menghadapi era 4.0 dan menyongsong era 5.0. Sehingga siswa tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja, tetapi juga kemampuan personal dan sosial.

Soft skill sangat diperlukan pada masa ini karena keterampilan fisik ternyata tidak cukup untuk membawa kesuksesan seseorang. Hard skill tanpa soft skill akan membuat seseorang hanya seperti robot saja. Soft skill yang rendah akan membuat seseorang stagnan dalam pekerjaannya atau bahkan bosan dengan pekerjaannya. Tidak jarang seseorang yang baru mulai bekerja kemudian keluar karena tidak betah dengan berbagai alasan. Fenomena tersebut sering terjadi pada siswa terutama siswa SMK yang baru lulus dan mulai bekerja.

Mengingat pentingnya kemampuan soft skill tersebut terhadap generasi muda, Kemendikbudristek melalui Dirjen Pendidikan Vokasi sampai memberikan pelatihan tentang Gerakan Sekolah Menyenangkan kepada SMK-SMK yang ditunjuk. Diharapkan dengan gerakan tersebut kemampuan soft skill mereka berkembang karena bergairah dalam belajar. SMK menjadi salah satu tempat menggembleng soft skill siswa selain pendidikan keluarga.

Namun menurut saya, kata "menyenangkan" dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan perlu pemahaman lebih jauh. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan harus diselaraskan dengan bagaimana nanti setelah mereka lulus sekolah. Di Sekolah Menengah Atas, gerakan tersebut tidak masalah karena pada akhirnya mereka dikhususkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan belajar menyenangkan, akan membuat mereka lebih mudah menyerap ilmu pelajaran.

Berbeda dengan SMK, kegiatan belajar menyenangkan harus disesuaikan dengan dunia industri karena setelah lulus mereka juga dipersiapkan untuk bekerja selain berwirausaha dan kuliah. Di dunia kerja, siswa akan berhadapan dengan orang orang yang mungkin tidak setipe dengan guru mereka di sekolah. Karakter orang tersebut berbeda dengan guru mereka dengan sifat "ngemong" atau asuhnya. Bisa saja mereka akan banyak menghadapi atasan yang temperamental.

Selain itu, kedisiplinan dan ketertiban yang tinggi di dunia kerja juga akan menjadi hambatan ketika hal tersebut tidak mereka alami di sekolah. Beberapa permasalahan dapat saja terjadi kegiatan menyenangkan di SMK tidak cocok dengan situasi nyata di dunia industri. Siswa yang ketika sekolah sering mendapatkan perlakuan yang permisif dari guru dimungkinkan ketika di industri mereka sulit untuk beradaptasi. Setidaknya pada awal awal bekerja.

Di dunia industri dapat saja ada atasan yang temperamental, tidak sabaran terhadap suatu kesalahan dan kelambanan. Sehingga siswa akan sering mengundurkan diri karena tidak betah atau mentalnya tidak kuat. Sementara ketika di sekolah, gurunya begitu "ngemong" dengan mereka.

Dunia industri sangat khas dengan kedisiplinan dan ketertiban dari soal waktu, seragam, dan target kerja. Bahkan ada yang mengatur tentang seberapa ukuran rambut dan kuku. Pola hidup tersebut dilakukan setiap hari dengan pengawasan yang ketat disertai pembinaan yang tegas. Sehingga jika gerakan "menyenangkan" bagi siswa terbatas pada bagaimana membuat siswa gembira dengan mengesampingkan aspek aspek kedisiplinan dan ketertiban, tidak akan memberikan kesiapan pada siswa pada saat mereka terjun ke dunia industri. Siswa akan sulit menyesuaikan dengan ritme dunia kerja setidaknya pada awal awal masuk.

Namun, menghilangkan unsur menyenangkan dalam pembelajaran di SMK juga bukan sesuatu yang bijak. Harus ada cara yang "menyenangkan" dalam pembelajaran di SMK tetapi tidak mengesampingkan unsur persiapan ketika mereka masuk industri. Idealnya siswa mengikuti pembelajaran dengan bergairah tetapi tetap taat dan patuh pada peraturan sekolah. Peraturan yang mengenalkan semenjak dini tentang dunia kerja.

Berbagai hal dapat dilakukan untuk menyeimbangkan antara pembelajaran yang menyenangkan dengan tuntutan dunia industri. Pertama, adanya sosialisasi tata tertib sekolah pada awal tahun pelajaran dengan siswa dan orangtua siswa. Selain itu adanya surat pernyataan yang ditanda tangani siswa dan orang tua tentang kesanggupan untuk mentaati peraturan. Peraturan tata tertib tersebut tentunya hasil kesepakatan antara sekolah, dunia industri dan komite sekolah.

Tata tertib siswa akan membentuk karakter siswa yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Yang pertama adalah ikhlas dalam melaksanakan tata tertib dan menjalankan pembinaan jika bersalah. Yang kedua adalah membentuk sikap disiplin dan bertanggung jawab. Sikap disiplin dan tanggung jawab yang ditanamkan pada siswa akan membuat mental mereka kuat dalam menghadapi dunia kerja. Serta sikap sikap positif lainnya yang dibutuhkan dunia kerja.

Sebagai penyeimbang dari kepatuhan siswa terhadap tata tertib sekolah, pembelajaran harus dibuat semenarik mungkin. Pembelajaran yang akan membentuk personal dam sosial yang dibutuhkan dalam era 4.0 dan menyongsong 5.0. Keterampilan tersebut adalah kreatif, berpikir kritis, komunikatif dan bekerja sama. Empat ketrampilan tersebut ditambah dengan mental siswa yang tidak cengeng atau "tahan banting" akan membuat mereka bertahan lama dalam dunia industri. Selain itu, empat keterampilan tersebut juga sangat berguna ketika siswa memilih untuk kuliah atau berwirausaha.

Yudha Priyono, S.Pd guru SMK Negeri 1 Warungasem




(mmu/mmu)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork