Minggu lalu merupakan hari yang cukup menggembirakan bagi kantor saya. Setidaknya itu yang dirasakan oleh tim HRD. Setelah berminggu-minggu diliputi kekhawatiran masih ada karyawan yang belum mendapatkan vaksin, melalui jalur vaksin gotong royong, kelompok yang belum mendapatkan vaksin dengan berbagai alasannya akhirnya sudah divaksin.
Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada masalah yang timbul. Ada satu orang karena masalah kesehatan sehingga tidak bisa vaksin sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Saya tahu betul penyakit bawaan yang diderita setelah berdiskusi singkat dengannya. Jadi wajar dia harus rela tidak bisa menggunakan jatah stok vaksinnya.
Kalau bisa memilih, karyawan yang gagal vaksin sebenarnya ingin divaksin. Bukan apa-apa. Tetapi sudah bukan rahasia umum lagi, di tengah pandemi saat ini segalanya rumit jika belum ada bukti sertifikat vaksin. Apalagi jika ingin beraktivitas di luar, itu adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi.
Saya jadi ingat saat berbelanja di salah satu toko swalayan di dekat rumah. Semua pelanggan wajib men-scan barcode aplikasi PeduliLindungi jika ingin masuk. Security yang memastikan jalannya prosedur ini. Jika ada orang yang tidak bisa menunjukkan sertifikat vaksin, maka bisa dipastikan tidak diperbolehkan masuk. Tidak sedikit orang yang akhirnya harus menggerutu tidak diizinkan satpam masuk karena bukti vaksin yang tidak ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejatinya cerita di atas bukan satu-satunya permasalahan vaksin. Bukan juga masalahnya soal antara yang sudah divaksin dan belum. Yang jadi permasalahan adalah surat keterangan resmi bagi kelompok orang yang gagal vaksin. Bukan karena mereka tidak mau, tetapi lebih kepada kondisi tubuh yang tidak memungkinkan.
Kondisi ini ditambah lagi dengan belum adanya prosedur rencana mitigasinya yang jelas pascagagal vaksin. Semua diserahkan masing-masing individu bagaimana cara menyelesaikannya. Bisa meminta surat keterangan dokter umum atau rujukan dari rumah sakit.
Langkah ini pun belum serta merta bisa digunakan. Hal ini disebabkan di benak masyarakat bahwa program vaksin Covid-19 adalah wajib dan salah satu validasinya yaitu sertifikat vaksin. Dil uar cara tersebut berarti sudah tidak sesuai prosedur dan pada akhirnya tidak diperbolehkan untuk ke mana-mana.
Permasalahan inilah yang harus kita carikan solusinya. Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut tanpa ada usaha perbaikan. Apalagi saat ini pemerintah tengah gencar untuk akselerasi cakupan vaksinasi di masyarakat. Jangan sampai ada kelompok minoritas yang terlupakan. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi yang dapat diterapkan dan dipahami oleh seluruh masyarakat, tetapi tidak menyalahi prosedur.
Solusi yang bisa dilakukan yang utama adalah membuat prosedur mitigasi yang jelas bagi orang yang tidak bisa divaksin karena masalah kesehatan. Hal ini tentu harus ada indikator penentuan gangguan kesehatan yang diizinkan tidak divaksin. Sehingga dalam pengambilan keputusan vaksin atau tidak didasarkan oleh alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Luaran dari prosedur mitigasi ini tentu dengan surat keterangan yang sifatnya berlaku secara nasional. Persis dengan program aplikasi Pedulilindungi. Dimana aplikasi tersebut sudah menjadi jawaban terkait status vaksin dan rekam medik tes antigen seseorang.
Setelah adanya rencana mitigasi yang jelas, tahapan selanjutnya adalah sosialisasi prosedur ke masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat mengetahui langkah-langkah yang dilakukan jika tidak bisa divaksin. Meskipun sepele, sosialisasi merupakan tahapan yang esensial karena menyangkut pemahaman di tingkat masyarakat. Upaya ini juga diharapkan mengurangi masalah-masalah yang timbul akibat mis-understanding terkait bagaimana implementasi dari prosedur tersebut.
Langkah terakhir yakni integrasi dengan aplikasi yang jauh lebih 'merakyat'. Sebagai contoh integrasi dengan WhatsApp, Facebook, Instagram, dan aplikasi lainnya. Ini juga dikeluhkan oleh pengguna aplikasi PeduliLindungi karena kesulitan bagaimana cara pengoperasian aplikasi tersebut. Dengan mengintegrasikan dengan layanan yang lebih umum digunakan, maka kita tidak akan merasa dipersulit.
Integrasi ini tidak hanya diperuntukkan dengan media sosial saja, tetapi bisa dicoba melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK). Semacam rekam medik, seluruh riwayat dan kondisi terakhir dapat diketahui. Hal ini untuk mempermudah masyarakat yang memiliki keterbatasan baik finansial maupun fisik.
Akselerasi program vaksinasi tentu harus segera dilakukan. Hal ini agar dapat segera mencapai herd immunity. Tetapi, upaya tersebut harus juga diimbangi dengan rencana mitigasi yang jelas bagi kelompok yang tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan.
Moh Vicky Indra Pradicta dokter hewan, bekerja di sektor food industry dan penggiat One Health
Moh Vicky Indra Pradicta dokter hewan pemerhati masalah pangan yang bekerja di sektor food industry dan penggiat One Health
Baca artikel detiknews, "Komunikasi yang Efektif bagi Penolak Vaksin" selengkapnya https://news.detik.com/kolom/d-5676735/komunikasi-yang-efektif-bagi-penolak-vaksin.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Moh Vicky Indra Pradicta dokter hewan pemerhati masalah pangan yang bekerja di sektor food industry dan penggiat One Health
Baca artikel detiknews, "Komunikasi yang Efektif bagi Penolak Vaksin" selengkapnya https://news.detik.com/kolom/d-5676735/komunikasi-yang-efektif-bagi-penolak-vaksin.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/