Kampus Merdeka dan Revitalisasi Kolaborasi Antar Perguruan Tinggi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Kampus Merdeka dan Revitalisasi Kolaborasi Antar Perguruan Tinggi

Selasa, 01 Des 2020 08:30 WIB
Mangadar Situmorang
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Unpar
Foto: dok. Unpar
Jakarta -

Undang-Undang No.12/2012 mengatur tentang pendidikan tinggi (dikti) dan perguruan tinggi (PT). Apapun bentuk dan jenis dikti dan PT-nya semuanya mengemban tujuan serta fungsi dan peran yang sama.

Sebut saja misalnya mengembangkan kemampuan, watak, dan peradaban bangsa (Pasal 4), menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, cerdas, mandiri, berdaya saing, dan kontributif bagi pembangunan bangsa (Pasal 5), serta menjadi wadah pembelajaran, pendidikan, dan pengembangan IPTEK (Pasal 58). Undang-undang ini tentu saja menjadi dasar legal untuk mengharapkan dan mengembangkan kolaborasi di antara berbagai jenis dikti dan bentuk PT.

Sebelum mengatur lebih jauh tentang jenis dikti dan PT, UU tersebut di awal menetapkan ketentuan tentang Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan (Pasal 8 dan 9). Ketentuan ini seringkali secara kurang tepat diinterpretasi sebagai otonomi PT secara kelembagaan atau keorganisasian, termasuk dalam hal kepemimpinan, keuangan, dan pengelolaan SDM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Interpretasi semacam itu semakin kuat di lingkungan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang dipengaruhi oleh inisiatif pendiriannya dan sumber pembiayaannya. Tetapi yang menjadi isu adalah bahwa klaim otonomi ini seringkali menjadi sumber kendala terjadinya kolaborasi di antara PT, baik PTN maupun PTS, untuk mewujudkan tujuan, fungsi, dan peran di atas.

Faktor lain yang menghambat kolaborasi tersebut adalah kesenjangan atau disparitas baik secara besaran maupun mutu. Kondisi faktual ini semakin diperparah oleh kecenderungan psikologis berupa persepsi superior dan inferior di antara PT. Dengan dikeluarkannya kebijakan Kemendikbud tentang Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) tersebut, apakah kolaborasi di antara PTN-PTS akan semakin berkembang?

ADVERTISEMENT
UnparFoto: dok. Unpar

Pra-MBKM

Sebelum paket kebijakan MBKM dicetuskan pada awal tahun ini, terdapat sejumlah kolaborasi yang berlangsung di antara PTN-PTS. Ini meliputi (a) bidang pendidikan atau tepatnya pembelajaran. Dalam hal ini (a) telah berlangsung pertukaran dosen yang meskipun didominasi oleh praktik dimana dosen-dosen PTN membantu PTS dalam penyelenggaraan pembelajaran.

Praktik ini diperkuat dengan kebijakan adanya 'dosen dpk' atau 'diperbantukan' yang difasilitasi oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (dahulu Kopertis) dan ditugaskan untuk mengajar di PTS.

Menarik bahwa dosen-dosen DPK ini diperhitungkan sebagai dosen-dosen PTS di dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) dan dalam proses akreditasi. Perbantuan dosen PTN dan/atau LLDIKTI juga berlangsung pada bidang managerial, dimana dosen-dosen PTN mengemban tugas untuk menduduki jabatan pimpinan atau posisi struktural lainnya di PTS.

Tidak dapat pula dilupakan bahwa terdapat pula sejumlah dosen PTS yang mengampu matakuliah atau mengajar di PTN. Praktik baik seperti ini patut dihargai walaupun tidak sampai menduduki jabatan struktural di PTN berdasarkan regulasi yang berbeda.

Kolaborasi PTN-PTS juga berlangsung dalam (b) bidang penelitian dan publikasi. Pengakuan akan kepakaran masing-masing dosen yang terlibat seringkali menjadi dasar kerjasama, bukan semata-mata karena kedekatan personal atau kesepakatan institusional (MoU).

Keberadaan asosiasi bidang ilmu dan profesi seringkali menjadi jembatan terjadinya kolaborasi seperti itu. Yang tidak sedikit jumlahnya adalah riset yang berbasis pada kegiatan akademik dimana dosen PTS yang sedang menempuh pendidikan magister atau doktor melakukan penelitian dan publikasi di bawah supervisi seorang promotor yang berasal dari PTN.

Bidang lainnya yaitu (c) pengabdian pada masyarakat. Kolaborasi di bidang ini sebagian besar berlangsung seperti dalam bidang penelitian dan publikasi. Basisnya adalah kesamaan kepakaran, kedekatan personal, dan kelembagaan asosiasi profesi.

UnparFoto: dok. Unpar

MBKM dan Keterbukaan

Salah satu dari paket kebijakan MBKM yang membuat sejumlah PT tergagap-gagap adalah kewajiban PT memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menempuh satu semester di luar Prodinya dan dua semester di luar PTnya (Permendikbud No.3/2020). Dan salah satu dari 8 kemungkinan kegiatan tiga semester di luar Prodi/PT itu adalah pertukaran pelajar (mahasiswa).

Secara legal dan prosedural pelaksanaan kegiatan ini tidak sulit. PTN-PTS dapat menyusun kerangka kerjasama (MOU) yang dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan operasional (MOA) seperti syarat dan prosedur pada tingkat prodi yang terkait dengan pengakuan dan transfer kredit (SKS), jumlah peserta, dan pembiayaan.

Tetapi, yang menentukan semua kesepakatan dan prosedur operasional itu dapat dieksekusi adalah aspek sosio-psikologis. Pimpinan PT, staf dosen dan tendik, dan mahasiswa perlu untuk semakin menerima arti pentingnya kegiatan pertukaran mahasiswa.

Sebelum MBKM sebenarnya program ini tidak hanya diwacanakan tetapi juga sudah dilaksanakan baik di kalangan sesama PTN maupun sesama PTS. Atas kesepakatan para rektor PTN (MRPTNI) dilaksanakan program Permata (Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara). Sejak dilaksanakan pada tahun 2014 tingkat partisipasi PT dan mahasiswa cenderung meningkat. Beberapa PTS atas dukungan LLDIKTI/KOPERTIS juga terlibat.

Program yang sama juga dilakukan melalui Nationwide University Network in Indonesia (NUNI) yang sebagian besar anggotanya PTS. Baik MRPTNI maupun NUNI menyadari bahwa melalui program pertukaran pelajar ini mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda, mampu meningkatkan wawasan sosial, solidaritas, dan kebangsaan, serta bisa mendapatkan kredit (sks) tertentu.

Selain pengembangan pelaksanaan program pertukaran pelajar di atas, harus pula semakin disadari peran PT untuk mengatasi persoalan-persoalan riil di masyarakat. Kolaborasi PTN-PTS untuk menyelesaikannya sangat dibutuhkan.

Untuk bidang-bidang sosial kemasyarakatan seperti kemiskinan dan kriminalitas, bidang ekonomi seperti pengangguran dan rendahnya produktivitas, bidang kesehatan seperti rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), bidang teknologi dan rekayasa seperti kemacetan lalu lintas dan biaya ekonomi tinggi, maupun bidang industri seperti pemanfaatan teknologi informasi dan jaminan supply chain.

Implementasi dan aplikasi keilmuan dan hasil riset lembaga pendidikan tinggi (PTN/PTS) belum cukup terasa (impactful) bagi masyarakat, setidak-tidaknya pada lingkup yang spesifik, entah itu sekitar kampus, kota/kabupaten, sampai tingkat provinsi. Selalu ada kerinduan Bandung Raya dimana terdapat sejumlah PT merasakan manfaat keberadaan pusat-pusat pendidikan dan penelitian tersebut.

Revitalisasi kolaborasi PTN-PTS dalam pertukaran pelajar dan dalam menjawab persoalan kemasyarakatan sangat ditentukan oleh keterbukaan pimpinan PT. Satu keraguan yang muncul ditujukan kepada PTN: seberapa besar perkenan PTN menerima mahasiswa-mahasiswa PTS dan/atau menghimbau mahasiswa-mahasiswa PTN untuk mengikuti mata kuliah dan program pendidikan tertentu di PTS.


Mangadar Situmorang, Ph.D., Rektor Universitas Katolik Parahyangan

(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads