Indonesia ikut menandatangani perjanjian perdagangan bebas Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (KEKR) atau RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) antar 10 negara ASEAN yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam serta lima negara mitra yaitu Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru pada Minggu (15/11). Pemberlakuan perjanjian RCEP di 15 negara harus menunggu ratifikasi parlemen masing-masing negara.
RCEP menjadi pasar global terbesar di dunia karena kawasan perdagangan di Asia Pasifik ini meliputi hampir sepertiga populasi dunia tepatnya 29%, mencakup 29% produk domestik bruto dunia, dan mencapai 27% perdagangan dunia. Sejak 2012, RCEP telah digagas oleh Menteri Perdagangan di Era Presiden SBY Marie Elka Pangestu, tetapi di akhir tahun 2019 India mengundurkan diri dari perjanjian karena khawatir kebanjiran barang-barang Tiongkok.
Bila seandainya India masih tetap bergabung, pasar RCEP sangat besar karena meliputi 3,4 miliar jiwa atau hampir 50% populasi dunia, total produk domestik bruto hampir mencapai 50 triliun dolar atau sekitar 39% produk domestik dunia, dan meliputi 29% perdagangan dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kita sangat berharap Pemerintah Indonesia menandatangani RCEP adalah berbasis pada hasil kajian secara mendalam dan komprehensif tentang daya saing Indonesia. Terutama daya saing daerah-daerah dalam berpartisipasi dan memanfaatkan pasar bebas dengan 14 negara lainnya di kawasan timur Asia Pasifik.
Bila Indonesia tidak siap maka hanya akan menjadi pasar produk dan jasa dari negara lain. Bahkan, tenaga kerja pun akan mengalir deras dari negara lain ke dalam negeri, dan pasti akan menimbulkan masalah baru.
Kunci untuk dapat memanfaatkan kawasan perdagangan bebas RCEP secara maksimal adalah dengan meningkatkan daya saing, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, yaitu berupa peningkatan kualitas dan menekan harga yang kompetitif dengan dukungan teknologi, sumber daya manusia, infrastruktur, institusi dan regulasi.
Buruh, masyarakat dan seluruh pelaku usaha menjadi ujung tombak persaingan di pasar regional RCEP. Dan pemerintah pusat maupun daerah harus memfasilitasi, membuat regulasi dan menciptakan iklim usaha yang lebih baik lagi, khususnya bagi 138 juta buruh dan pelaku UMKM yang berjumlah 68 juta tenaga kerja di seluruh Indonesia.
Daya saing nasional tidak terlepas dari daya saing daerah. Di tahun 2019 daya saing Indonesia ada di peringkat 32 dari 63 negara yang dinilai oleh Internasional Institute for Management Development (IMD). Di tahun 2020, peringkatnya melorot ke peringkat 40, kalah jauh dari Singapura, Thailand, Malaysia dan Vietnam. Benar-benar siapkah Indonesia bertarung di pasar bebas kawasan RCEP?
Daya Saing Daerah
Pemerintah Pusat telah melaksanakan tugasnya dengan menekan perjanjian perdagangan regional RCEP. Berikutnya adalah tugas seluruh pemerintah daerah di seluruh Indonesia dalam meningkatkan daya saing di daerahnya masing-masing.
Bagaimana mengetahui tingkat kesiapan daerah memasuki pasar global, khususnya pasar regional RCEP yang baru saja dibuka? Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi (Ristek/BRIN) telah mengembangkan sistem pengukuran indeks daya saing daerah (IDSD) sejak 2017. Selama tiga tahun berturut-turut 2017 sampai 2020 Provinsi Jawa Tengah masuk dalam tiga besar. Bahkan, secara proaktif Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Ristek/BRIN mengukur IDSD 35 kota dan kabupaten di Jawa Tengah.
Di tahun 2020, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berhasil menyabet penghargaan dari Ristek/BRIN sebagai Juara Pertama Provinsi tertinggi indeks daya saingnya, dengan sebutan Provinsi ter-Inovatif. Selain itu ada lima kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mendapatkan penghargaan sebagai kota ter-inovatif. Kota Surakarta sebagai juara 1 dan Kota Semarang sebagai juara 2.
Di samping itu, penghargaan Kabupaten Inovatif semuanya diborong oleh kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yakni juara 1 Kabupaten Wonogiri, juara 2 Kabupaten Kendal dan juara 3 Kabupaten Pati. Mengalahkan 300 lebih dari 514 provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia berdasarkan data di sistem IDSD 2020.
Keberhasilan provinsi, kota dan kabupaten di Jawa Tengah menyabet penghargaan IDSD tidak lepas dari program Kreativitas dan Inovasi Masyarakat (Krenova) yang telah 10 tahun lebih dilaksanakan.
Program tersebut antara lain inovasi sekolah virtual gratis untuk anak putus sekolah, gula semut banyumas, jamu empon-empon, inovasi jogo tonggo dan jogo santri untuk pencegahan, penanggulangan serta pemulihan ekonomi di masa pandemi COVID-19 dengan menghidupkan gotong royong, yakni nilai kebangsaan yang telah mengakar secara mendalam sejak jaman nenek moyang kita.
Sertifikasi oleh UNESCO untuk batik di Pekalongan dan Solo, pengembangan desa wisata di Ponggok Klaten, Dieng Kulon di Wonosobo, serta Borobudur yang sukses dengan agenda marathon tingkat dunia yang baru saja dilaksanakan pada Minggu (15/11), membawa harapan cerah bahwa ekonomi tetap dapat digulirkan dengan penegakan protokol kesehatan yang ketat dan mendapatkan apresiasi optimisme dari seluruh dunia.
Jawa Tengah Paling Siap Hadapi Pasar RCEP
Sebagai inovasi terbaru, Gubernur Ganjar Pranowo telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2020 tentang pemetaan daya saing daerah. Ini merupakan satu-satunya Pergub di Indonesia untuk mengukur IDSD di tingkat provinsi, dan digunakan oleh 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah untuk kegiatan pemetaan daya saing daerah di kota/kabupaten masing-masing, sebagai bentuk kesiapan regulasi untuk meningkatkan daya saing daerah dalam memanfaatkan momentum pasar bebas RCEP secara maksimal.
Selain dengan Pergub, pola pembinaan dalam pengembangan IDSD di Provinsi Jawa Tengah terhadap 35 Pemerintah kabupaten/kota adalah dalam bentuk penyusunan panduan pengukuran IDSD kepada kabupaten/kota, bimbingan teknis kepada kabupaten/kota, pendampingan saat pengukuran dan analisis hasil, serta pemberian penghargaan kepada Pemerintah kabupaten/kota yang meraih IDSD tertinggi oleh Gubernur Jawa Tengah.
Bahkan, pemerintah pusat dan pemerintah provinsi berjanji akan memberikan anggaran tambahan bagi kabupaten/kota yang menang, untuk meningkatkan daya saing lebih tinggi di wilayah terkait. Sehingga dapat benar-benar bersaing di pasar regional PERC, yang peta permainannya telah berubah total karena pandemi COVID-19, serta dapat menjadi daerah percontohan bagi kota/kabupaten di seluruh Indonesia.
Keberhasilan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan daya saing daerah terbukti dengan hasil IDSD yang tinggi, menunjukkan kesiapan wilayah ini menghadapi perdagangan bebas PERC, yang baru ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Minggu (15/11).
Keberhasilan Jawa Tengah patut direplikasi di provinsi, kota, dan kabupaten di seluruh Indonesia. Kunci keberhasilan peningkatan daya saing daerah adalah leadership yang kuat dari para kepala daerah, baik gubernur, para bupati dan wali kota. Selain itu tersedianya regulasi, komitmen dan kebersamaan seluruh birokrat di provinsi/kabupaten/kota serta peran provinsi sebagai pendamping bagi kabupaten/kota, daya saing daerah dapat ditingkatkan.
Setelah regulasi peningkatan daya saing disiapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, berikutnya adalah cara pemerintah pusat dan pemerintah daerah mewujudkan dukungan teknologi tepat guna, memfasilitasi peningkatan kompetensi sumber daya manusia baik para bagi buruh maupun pelaku usaha/UMKM, menyediakan infrastruktur, serta penguatan institusi/kelembagaan dan iklim berusaha, agar masyarakat dan pelaku usaha di seluruh daerah di nusantara ini benar-benar siap dan dapat memanfaatkan secara maksimal pasar global di tingkat regional Asia Pasifik PERC yang baru saja dibuka.
Agus Fanar Syukri, Peneliti Senior Bidang Kebijakan dan Manajemen Riset dan Inovasi LIPI
(ads/ega)