Mengawal Dana Bantuan Karyawan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Mengawal Dana Bantuan Karyawan

Jumat, 28 Agu 2020 11:00 WIB
I Gede Heprin Prayasta
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi Subsidi Bunga
Foto ilustrasi: shutterstock
Jakarta -
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Triwulan II perekonomian Indonesia terkontraksi sedalam 5,32 persen. Secara teori, resesi masih belum terjadi karena pada Triwulan I - 2020 perekonomian masih tumbuh positif meskipun melambat dibandingkan triwulan yang sama pada periode tahun sebelumnya. Pemulihan ekonomi nasional pun terus ditempuh dengan berbagai stimulus memperhatikan struktur perekonomian di tengah pandemi.

Ditinjau dari sisi pengeluaran, struktur perekonomian Indonesia lebih dari separuhnya ditopang oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pada Triwulan II komponen ini tercatat menyumbang sebesar 57,85 persen yang diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB). Namun akibat guncangan pandemi, daya beli masyarakat menjadi melemah karena menurunnya pendapatan yang diakibatkan oleh kehilangan pekerjaan atau kebangkrutan usaha.

Dengan kata lain konsumsi menjadi anjlok dan perekonomian semakin melesu. Mempertimbangkan gambaran tersebut, pemerintah berusaha menggairahkan kembali roda perekonomian salah satunya dengan stimulus bantuan dana karyawan. Skema ini ditempuh untuk memulihkan daya beli masyarakat yang babak belur akibat pandemi.

Angin Segar


Bantuan Karyawan merupakan program pemberian insentif sebesar Rp 600 ribu per bulan kepada karyawan swasta yang memiliki gaji di bawah Rp 5 juta rupiah. Program ini disiapkan oleh Tim Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional bersama Kemenaker, Kemenkeu, dan BPJS Ketenagakerjaan dengan anggaran mencapai sekitar Rp 33,1 triliun dengan target penerima manfaat sebanyak 13,8 juta pekerja.

Dengan tambahan pendapatan dari insentif yang diberikan, pemerintah berharap daya beli masyarakat akan terjaga sebagai kompensasi berkurangnya pendapatan keluarga selama musim pandemi Covid-19. Program ini tentu menjadi angin segar bagi pekerja yang terdampak setidaknya untuk bertahan memenuhi kebutuhan pokok yang tidak boleh ditunda selama pandemi.

Bantuan ini rencananya akan disalurkan dua tahap pada Agustus dan September 2020. Bantuan akan diserahkan selama empat bulan dengan jadwal penyerahan dua bulan sekali. Artinya penerima bantuan akan mendapatkan insentif sebesar Rp 1,2 juta setiap 2 bulannya sebanyak dua kali. Strategi ini dipilih pemerintah untuk menggenjot konsumsi dan performa ekonomi di Triwulan III dan IV sekaligus upaya menghindar dari jebakan jurang resesi akibat pandemi.

Polemik


Program dana bantuan karyawan berpotensi menimbulkan permasalahan baru karena hanya menyasar 13-15 juta orang pekerja, sedangkan menurut Institute Development of Economic and Finance (Indef) jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh, karyawan atau pegawai diperkirakan mencapai 52,2 juta orang.

Selain itu kategori pendapatan Rp 5 juta per bulan sebagai target penerima manfaat berpotensi menimbulkan polemik. Kajian dari BPS menyebutkan bahwa kelompok penduduk yang paling terdampak adalah mereka yang bekerja di sektor informal dan kelompok berpendapatan rendah (di bawah Rp 1,8 juta). Situasi demikian berpeluang memantik ketidakadilan bagi penduduk pendapatan kelas bawah.

Survei Sosial Ekonomi Nasional periode September 2019 mengungkapkan bahwa rata-rata pengeluaran individu sebulan sebesar Rp 1.205.862. Nominal ini mungkin saja meningkat tahun ini. Jumlah tersebut juga dipastikan berlaku kelipatannya menyesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Semakin banyak anggota keluarga, semakin besar pengeluaran yang dibutuhkan.

Sementara itu bantuan dana karyawan hanya menyumbang tidak lebih dari separuh kebutuhan seorang anggota keluarga selama sebulan. Artinya stimulus bantuan mungkin saja serta merta akan dihabiskan untuk konsumsi. Namun di sisi lain juga perlu dipertimbangkan bahwa saat pundi-pundi penghasilan menipis, maka rumah tangga tentunya akan cenderung menahan daya belanja karena pandemi tak tentu kapan akan berakhir.

Penduduk sebagai konsumen memiliki motif ekonomi dan bersifat rasional pada saat berhadapan dengan situasi yang tidak pasti.

Perlu Dikawal


Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kondisi tekanan yang semakin kuat, penyaluran bansos pandemi terkesan tumpang tindih. Dengan periode waktu yang supersingkat pemerintah dituntut untuk memotret siapa yang layak atau tidak menjadi prioritas penerima bantuan di tengah pandemi yang jelas-jelas berdampak bagi penduduk global.

Tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Momentum ini menjadi pelajaran sekaligus refleksi pentingnya penyediaan data kelompok rentan yang akurat dan kekinian. Penyaluran bantuan wajib dikawal oleh semua pihak baik stakeholder di berbagai level termasuk fungsi pengawasan masyarakat.

Database yang akuntabel dan mutakhir diperlukan dalam rangka percepatan penyaluran bantuan di masa pandemi. Selain memastikan bahwa dana yang dianggarkan tepat sasaran, keberadaan data yang valid akan memudahkan pemantauan dampak dari penerima manfaat.

Bervariasinya skema bantuan stimulus pemerintah selama musim pandemi harus dikawal dengan baik agar tidak terjadi duplikasi atau tidak tercatat sehingga semakin membuat kelompok kelas bawah termarjinalkan lebih dalam. Dengan demikian satu data bantuan pandemi mutlak diperlukan. Perlu pengawasan ketat agar sasaran tepat.

I Gede Heprin Prayasta mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads