Tiongkok dan Struktur Kekuatan KAA Ke-65
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Tiongkok dan Struktur Kekuatan KAA Ke-65

Jumat, 17 Apr 2020 10:05 WIB
Connie Rahakundini Bakrie
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Connie Rahakundini Bakrie
Foto: Dok. Pribadi
Jakarta -

Pada tahun 1955, 304 perwakilan dari 29 negara Asia Afrika mengadakan pertemuan historik di Bandung dan memanifestasikan kepada dunia bahwa negara-negara Asia Afrika akan naik ke panggung internasional sebagai sebuah kekuatan baru yang penting. KAA yang digelar di Bandung 65 tahun yang lalu ini membangkitkan kesadaran negara-negara Asia Afrika untuk berpijak di muka bumi sebagai negara merdeka dan membangkitkan semangat berjuang demi persamaan derajat, mencari solusi bagi perkembangan kawasan Asia dan Afrika dan mencari jawaban demi penyelesaian akan masalah yang timbul.

Presiden Xi Jinping dalam pidatonya pada peringatan KAA ke-60 di Bandung mengingatkan kembali bahwa KAA dibangun di atas dasar lima prinsip hidup (Dasasila) yang mengedepankan persamaan derajat, saling menghormati dan menjunjung tinggi kerja sama antar bangsa. Dalam pidatonya Presiden Xi mengatakan: "Kita hendaknya dengan sekuat tenaga mengembangkan semangat Bandung dan mendorong serta membentuk hubungan internasional tipe baru yang berintikan kerja sama dan kemenangan bersama, mendorong pembentukan masyarakat senasib dan mensejahterakan rakyat Asia Afrika serta kawasan lainnya."

Jelang peringatan KAA di 18 April 2020 kali ini, mungkin kita harus melihat kembali apa yang mampu dibangun oleh kekuatan KAA untuk membangun semangat kerja sama antara bangsa di tengah tunggang-langgangnya negara-negara dunia menghadapi perang menghadapi musuh tak terlihat COVID-19, yang bukan hanya mengancam kesehatan manusia lintas benua tetapi dipastikan juga akan mengguncang perekonomian dunia. Sejak COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO pada awal Maret 2020, kehidupan manusia pun berubah. Anjuran karantina mandiri maupun Work From Home (WFH) dilakukan sejumlah negara, tetapi selain kesuksesan dan kemenangan Tiongkok serta segelintir negara menghadapi perang tersebut, banyak negara masih tertatih tatih menghadapi perang ini secara efektif, sehingga bukan saja membuat perekonomian akan semakin terganggu tapi juga dampak social and political unrest yang diperkirakan akan mengikutinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menuntut Ilmu ke Tiongkok

Tiba kiranya kita mengingat pesan Nabi Muhammad yang kembali harus terulang: Menuntut ilmu ke negeri Tiongkok. Mengapa? Karena WHO dengan terang benderang menyatakan bahwa Tiongkok telah berhasil meluncurkan upaya penanggulangan penyakit yang paling ambisius, gesit, dan agresif dalam sejarah dan melakukan banyak hal dengan benar. Tidak mudah untuk diterapkan, tetapi Tiongkok mampu melakukannya. Tindakan paling tegas adalah penguncian Wuhan, yang pada dasarnya mengisolasi lebih dari 50 juta orang, disusul pembangunan rumah sakit dengan 1.000 tempat tidur dalam 10 hari. Langkah lain yang kurang dramatis tetapi sama pentingnya adalah kemampuan mengidentifikasi mereka yang terinfeksi dalam waktu empat hingga tujuh jam. Disusul pendekatan luar biasa terkait perawatan medis di mana Tiongkok memutuskan pengobatan COVID-19 ditanggung penuh oleh negara. WeChat digunakan untuk memesan resep tanpa perlunya kunjungan ke dokter dan pasien bisa mendapatkan obat-obatan yang dikirim melalui kurir.

ADVERTISEMENT

Kemampuan pemerintah Tiongkok untuk menambang dan mengelola harta karun Big Data yang dimilikinya terbukti sangat penting dalam membalikkan keadaan. Pemerintah Tiongkok menggunakan pelacak lokasi melalui telepon pintar untuk mengidentifikasi lokasi mereka yang terinfeksi, mereka yang membeli persediaan medis teridentifikasi dan dimasukkan ke dalam sistem untuk melacak penyebaran virus. Aplikasi WeChat Pay dan Alipay, menunjukkan
warna hijau, kuning atau merah tergantung pada status kesehatan penggunanya. Masalah terbesar sistem medis dengan kurangnya dokter yang dapat secara akurat mendiagnosis COVID-19 diselesaikan melalui perangkat lunak yang diciptakan untuk dapat secara smart mengidentifikasi tanda-tanda khas dengan menjelajahi hacil CT Scan dari mereka yang diduga terinfeksi, bukan saja secara tepat tetapi tentu saja cepat.

Jelaslah, teknologi khususnya Artificial Intellegence memainkan peran utama dalam strategi perang Tiongkok menghadapi COVID-19. Komponen inti inilah yang dianggap paling kontroversial dan sangat bertentangan dengan bagaimana sebagian besar dunia melihatnya: Privasi. Etika praktik ini memang dapat diperdebatkan, tetapi keefektifannya jelas tidak.

Pandemi dan Kerja Sama Antar Bangsa

Pandemi COVID-19 akan membawa dunia mengalami setidaknya tiga krisis kedaruratan: Kedaruratan Pertama, adalah krisis kesehatan masyarakat yang secara mengerikan akan menginfeksi dan membunuh semakin banyak orang dan membanjiri sistem rumah sakit di mana para perawat dan dokter menjadi tentara kita di garis depan pertempuran ini. Dalam perang ini, para perawat dan dokter harus dianggap sebagai pahlawan pejuang dan negara harus melakukan semua yang dapat dilakukannya untuk mempersenjatai dan melindungi mereka. Kedaruratan Kedua adalah krisis ekonomi dalam keparahan dan kecepatan yang belum pernah kita saksikan bahkan dalam Deep Depressions tahun 1930 dan krisis financial di tahun 1998 dan 2008 sekalipun. Krisis ekonomi menjadi sangat penting untuk dikendalikan karena mudah untuk berimbas kepada krisis lainnya, dan Kedaruratan Ketiga adalah krisis keuangan yang meresap ke dalam sistem keuangan karena pasar merespons gangguan disebabkan oleh kedaruratan pertama dan kedua dimana nilai aset akan menurun dengan cepat dan likuiditas terputus. Krisis keuangan harus dibendung sehingga kita memiliki sistem untuk melawan dua kedaruratan di atas.

Terkait kedaruratan pertama, pada kenyataannya Italia negara yang paling terpukul di Eropa berjuang keras untuk mendapatkan pasokan dan bantuan dari Uni Eropa/EU. Maurizio Massari, Duta Besar Italia untuk EU dengan tegas menyatakan frustrasi atas kegagalan negara negara EU untuk mengirimkan peralatan dan bantuan. "Disayangkan, tidak ada satu pun negara EU yang datang menanggapi Italia dan hanya Tiongkok yang datang merespons secara bilateral. Tentu saja, ini bukan pertanda terwujudnya solidaritas Eropa," tulisnya di kolom Politico. Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio mengomentari hal itu dengan mengupload video singkat yang menunjukkan liputan live pesawat Tiongkok yang sarat dengan peralatan medis dan dokter mendarat di Italia untuk membantu memerangi kedaruratan Italia. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut kerja sama Tiongkok-Italia sebagai "Sebuah contoh solidaritas yang mengharukan." Disusul pernyataan Presiden Serbia Aleksandar VučiΔ‡ bahwa: "Solidaritas Eropa tidak ada dan hanya dongeng." Untuk kesemuanya itu, Zhang Jun, Duta Besar Tiongkok untuk PBB pun sigap menyatakan: "Kami akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk membantu negara lain memerangi COVID-19."

Strategi Kesehatan Memenangkan Perang

Belajar dari pengalaman Uni Eropa, kiranya Negara Asia Afrika harus dapat berbuat lebih sistematis dan cepat untuk melangkah bersama Tiongkok dalam menghadapi kedaruratan COVID-19 agar segera mampu mengklasifikasikan dan mewujudkan strategi kesehatan masyarakat ke dalam tiga kategori:

1. "Paling menyakitkan-paling efektif": Sebuah strategi yang dilakukan Tiongkok dan terbukti sangat efektif, meski dengan biaya yang sangat tinggi secara ekonomi dan sosial. Ketika diterapkan, bertujuan untuk dilaksanakan dengan tingkat kepatuhan extra tinggi dan ketat untuk membatasi durasi yang diperlukan.

2. "Dekat dan tanpa penyesalan": Sebuah strategi untuk mengendalikan pengurangan penularan dengan biaya ekonomi atau sosial yang relatif sederhana. Ketika diterapkan, strategi ini dioperasikan untuk durasi yang tidak terbatas.

3. "Efektif, tetapi menyakitkan": Sebuah strategi untuk mengurangi penularan dengan biaya ekonomi atau sosial yang tinggi bertujuan untuk mengetahui; (i) kapan intervensi harus dilakukan (ii) kapan intervensi harus dihentikan dan (iii) cara terbaik dalam mengurangi biaya ekonomi dan sosial.

Berdasarkan pada pengalaman Tiongkok dan negara-negara tertentu yang berhasil menavigasi krisis akibat COVID-19, jelaslah dalam peringatan KAA ke 65 kali ini kiranya kita perlu menekankan kembali akan pentingnya kerja sama antar bangsa dimana kerjasama ini harus berlandaskan semangat:

1. Kesiapan untuk bertarung dan memenangkan perang secara bersama dengan mengingat apa yang telah dilakukan Tiongkok dalam membantu negara negara Eropa. Telah tiba saatnya negara negara Asia Africa membangun pusat komando dengan sumber daya dan otoritas yang memadai; menemukan aktor-aktor (di dalam dan di luar pemerintahan) dengan keterampilan dalam sistem operasi dan logistik; berinvestasi dalam pengelolaan big data serta kemampuan untuk beradaptasi berdasarkan fakta di lapangan.

2. Lima domain utama yang harus dihadapi pusat komando bersama ini adalah: kesehatan masyarakat, kepatuhan masyarakat, kapasitas sistem kesehatan, pengamanan industri, perlindungan pada aspek rentan dan pemulihan ekonomi. Pusat komando ini bertugas mengoordinasikan dan mengintegrasikan sebuah operasi gabungan karena saat ini sebagian besar kota dan negara terlibat dalam dua atau keseluruhan domain di atas, seringkali harus secara mandiri dengan kemampuan adaptasi yang tidak memadai.

3. Para pemimpin perlu meningkatkan intensitas dan kemampuan intervensi dari waktu ke waktu berdasarkan fakta yang muncul. Tingkat dan hasil perawatan yang efektif dapat membantu memberi informasi kepada para pemimpin ketika mereka harus mengambil kebijakan untuk meneruskan atau menghilangkan pembatasan pada kegiatan ekonomi.

Kini tiba saatnya untuk kita tidak cukup hanya tercengang mengingat pidato Presiden Xi pada KAA ke-60 lalu, tetapi untuk bersama sama membuktikan dan melakukan dengan sekuat tenaga semangat Dasasila Bandung dengan mendorong serta membentuk hubungan internasional yang berintikan kerja sama, menggaris bawahi makna kemenangan bersama serta mendorong pembentukan manusia manusia Asia Afrika dan dunia yang sesungguh sungguhnya memang senasib sepenanggungan. Sebagaimana dahulu kala dikatakan Hanibal: Aut viam inveniam aut faciam.

Connie Rahakundini Bakrie, Dewan Pertimbangan IIMS

(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads