Wabah Corona: Pakailah Prinsip Sains
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Kang Hasan

Wabah Corona: Pakailah Prinsip Sains

Senin, 16 Mar 2020 11:51 WIB
Hasanudin Abdurakhman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Ketika penyakit akibat serangan virus Covid-19 menyebar di China dan negara-negara lain, banyak pihak di Indonesia yang menganggap Indonesia adalah pengecualian. Di Malaysia, Singapura, dan Thailand ada orang yang positif tertular, kita belum. Situasi itu dianggap sebagai sesuatu yang melegakan. Seolah ada tangan ajaib yang melindungi kita sehingga kita bisa terhindar.

Secara nalar itu tidak mungkin. Kalau tetangga sudah kena, kita juga "seharusnya" kena. Kita juga aktif berinteraksi dengan orang-orang yang berasal dari sumber penyakit. Tidak mungkin kita tidak kena. Tapi masih ada yang mencoba mencari-cari penjelasan seolah ilmiah soal ini.

Ada yang percaya gen kita berbeda, sehingga kita tidak mudah terserang. Padahal secara ras kita tidak berbeda dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Ada yang percaya bahwa kunyit dan jahe adalah penangkal virus ini. Kita tidak tertular karena rajin mengkonsumsi kunyit dan jahe. Ada pula yang percaya kita aman karena rajin berdoa.

Itu semua salah. Tidak muncul angka pasien positif tertular karena kita lalai saja dalam mendeteksinya. Sekarang sudah terbukti bahwa kita tidak berbeda dengan negara lain.

Jangan panik, itu keinginan pemerintah dan banyak orang. Kepanikan memang tidak baik. Tapi menghindari kepanikan tidak bisa dilakukan hanya dengan mengatakan "jangan panik". Orang panik terhadap hal-hal yang tidak dia ketahui. Cara untuk menghindari kepanikan adalah dengan menjelaskan langkah-langkah penanganan yang sudah diambil pemerintah.

Pemerintah mengatakan sudah mengambil tindakan pencegahan, tapi di berbagai tempat masyarakat melihat banyak hal yang dilalaikan. Itulah yang terjadi beberapa minggu yang lalu.

Persoalan Covid-19 ini adalah persoalan sains. Perilaku virus itu ada ilmunya. Penanganan penyakit menular juga ada ilmunya. Penanganan harus dilakukan berdasarkan ilmu-ilmu itu, bukan yang lain. Tegakkan prinsip-prinsip sains. Itulah satu-satunya jalan.

Lawan sains adalah kepercayaan tanpa nalar dan bukti. Celakanya, setiap manusia memiliki itu. Sumbernya bermacam-macam. Kepercayaan bisa bersumber dari iman. Tapi tidak hanya itu sumbernya. Pada dasarnya manusia punya kecenderungan untuk bias dalam berpikir. Semua itu harus disingkirkan.

Parahnya, kepercayaan bisa hadir dalam format yang seolah ilmiah. Orang percaya bahwa kita tidak tertular karena gen kita berbeda. Atau, karena iklim di sini panas. Atau, karena kita rajin mengkonsumsi kunyit. Sekilas alasan-alasan itu terdengar ilmiah, dan penjelasannya memakai logika ilmiah. Kenyataannya tidak. Hal mendasar yang tidak ada di situ adalah bukti nyata. Penjelasan seolah ilmiah tadi bukan penjelasan ilmiah karena tidak didukung oleh data.

Lawan sains yang lain adalah kepentingan-kepentingan, terutama kepentingan politik. Demi pertimbangan ekonomi, atau lebih parah lagi demi kepentingan menjaga citra politik, prinsip sains bisa ditinggalkan. Apakah pertimbangan ekonomi harus diabaikan? Tentu saja tidak. Tapi prioritas penanganan saat ini adalah menangani sumbernya, bukan menangani akibat sampingannya.

Sekarang sudah nyata dengan tegas bahwa kita tidak kebal. Meyakinkan masyarakat untuk tidak panik itu sangat penting. Tapi jangan sampai dilakukan dengan cara yang salah. Misalnya, jangan ada ajakan untuk berkumpul, agar tumbuh keyakinan untuk tidak takut. Atau berkumpul berdoa bersama agar terhindar dari wabah. Berkumpul untuk membangun keyakinan bersama, atau berdoa bersama, bisa bermanfaat untuk hal-hal tertentu, tapi tidak untuk Covid-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Justru sebaliknya, acara kumpul-kumpul harus dihindari. Ketahuilah bahwa kepercayaan atau keyakinanmu tidak mengubah perilaku virus itu.

Kebersamaan apa yang kita perlukan saat ini? Wujudnya tidak berupa berkumpul secara fisik. Yang diperlukan adalah kebersamaan dalam bersikap. Virus menular karena ada kontak antarmanusia. Ini fakta sains. Merupakan fakta sains pula bahwa penularan bisa diputus dengan meminimalkan kontak itu. Maka ikutilah prinsip itu.

Kebersamaan dalam bentuk lain adalah berhenti membawa sentimen politik dalam narasi penanganan wabah ini, baik oleh pejabat pemerintah, maupun oleh para pendukungnya. Sadarilah bahwa preferensi politik tertentu tidak membuat seseorang kebal. Patuhilah arahan pemimpin yang berwenang, meski secara politik Anda berseberangan dengan dia. Para pejabat pemerintah pun harus menyingkirkan segala kepentingan politik dalam penanganan virus ini.

Satu-satunya yang benar dalam soal ini, sekali lagi, adalah prinsip sains.

Kita perlu bersabar, dengan meminimalkan kegiatan keluar rumah selama dua minggu. Harap diingat bahwa gerakan itu hanya akan berpengaruh kalau diikuti secara serentak oleh semua orang. Kalau sebagian melaksanakan dan sebagian tidak, maka tidak akan efektif. Titik ini adalah kelemahan kita. Kita terbiasa tidak disiplin.

Dari sudut pandang yang berbeda, wabah Covid-19 ini sebenarnya adalah kesempatan besar bagi kita untuk belajar mendewasakan diri sebagai bangsa. Dewasa dalam arti berpikir dan bertindak rasional, dan itu dilakukan secara kolektif dan serentak. Dalam banyak kasus kita justru sering memamerkan perilaku sebaliknya, yaitu berkhianat. Berkhianat dengan mencoba bersikap lain, berbeda dengan sikap yang harus diambil semua orang, lalu mendapat keuntungan dari situ.

Krisis memang punya dua sisi, yaitu bahaya dan kesempatan. Kita harus bersama menghadapi bahayanya, dengan menjadikan krisis ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri.

ADVERTISEMENT

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads