Standarisasi Pembayaran Non-Tunai

Kolom

Standarisasi Pembayaran Non-Tunai

imron rosyadi - detikNews
Selasa, 19 Nov 2019 14:22 WIB
Quick Response Indonesian Standard
Jakarta -
Evolusi sistem pembayaran mengalami perkembangan yang sangat progresif. Dominasi pembayaran tunai mulai terkikis, dan tergantikan pembayaran non-tunai (uang elektronik). Seiring memasuki era digitalisasi, uang elektronik (UE) semakin lekat dengan kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan pembayaran yang lebih mudah, praktis dan cepat.

Sejarah UE di Indonesia dimulai dari penggunaan anjungan tunai mandiri (ATM) yang pertama kali dikeluarkan Bank Niaga pada 1987. Kemudian perkembangan berikutnya ATM tidak hanya digunakan menarik uang tunai. Tapi digunakan sebagai fasilitas pembayaran, yakni berupa kartu kredit dan ATM/debit.

UE pun terus berevolusi menyempurnakan fungsinya sebagai alat pembayaran yang sah. Oleh karenanya untuk mendukung integrasi pembayaran digital, BI menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No.21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk pembayaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Digitalisasi Pembayaran

Kemunculan UE merupakan bagian yang tak terpisahkan dari revolusi sistem pembayaran berbasis digitalisasi. Oleh karenanya, masyarakat secara luas dituntut memahami "tabiat" UE, agak tidak terlalu shock menghadapi perubahan sistem pembayaran. BI (2019) merinci terdapat sejumlah karakteristik yang terdapat dalam UE.

Pertama, UE diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit. Kedua, nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip. Ketiga, nilai UE yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

Saat ini masyarakat mulai menikmati layanan UE. Walaupun awalnya publik beramai-ramai melakukan aksi penolakan. Hal itu seperti yang terjadi pada perubahan kebijakan dari pembayaran tunai menjadi pembayaran non-tunai jasa jalan tol. Namun kini masyarakat pengguna jalan tol merasa mendapat kemudahan transaksi dengan menggunakan e-toll.

Dalam perkembangannya, UE tidak hanya membantu kelancaran transaksi jasa jalan tol, tapi merambah nyaris di seluruh sendi kehidupan masyarakat yang terkait dengan pembayaran. Misalnya transaksi belanja di toko retail, pembayaran parkir, pembayaran alat transportasi umum, pembayaran tagihan rekening listrik, transaksi di food court dan sebagainya.

Kehadiran UE tak lagi terbendung, sebagai konsekuensi logis hadirnya generasi milenial yang sarat dengan layanan mudah, mikro, dan cepat. Sehingga kehadiran UE merupakan keniscayaan. Hal itu mengingat komposisi demografi Indonesia didominasi generasi milenial.

Wearesocial (2019) mencatat dari 268,2 juta jiwa penduduk Indonesia, terdapat 163 juta penduduk yang berusia 15-64 tahun. Dari rentang usia tersebut, yang tergolong Generasi X sebesar 40,29 persen, dan Generasi Y sebesar 59,71 persen.

Sementara lanskap pengguna digital terdiri dari pengguna smartphone sebanyak 83,5 juta penduduk. Kemudian pengguna sosial media sebanyak 130 juta penduduk, dan pengguna internet aktif (132,7 juta jiwa). Sementara rata-rata waktu menggunakan media sosial selama 3,5 jam per-hari.

Berdasarkan data tersebut, Indonesia dinilai sangat siap menggunakan sistem pembayaran secara massal berbasis UE. Selain itu, penggunaan UE juga mendorong pertumbuhan literasi keuangan. Setidaknya, dapat meningkatkan jumlah pemilik rekening di Bank. Hal itu lantaran UE dapat diakses semua skala usaha. Baik usaha besar, menengah, kecil, maupun mikro.

Standarisasi

Perkembangan mutakhir, pembayaran non-tunai menggunakan teknologi kanal pembayaran Quick Response Code (QR Code). QR Code pembayaran adalah kode dua dimensi yang terdiri atas penanda tiga pola persegi pada sudut kiri bawah, sudut kiri atas, sudut kanan atas, memiliki modul hitam berupa persegi titik (piksel), dan memiliki kemampuan menyimpan data alfanumerik, karakter, dan simbol yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi pembayaran nir-sentuh melalui scanning barcode.

Adapun instrumen yang digunakan dalam QR Code adalah alat pembayaran menggunakan rekening/alat pembayaran menggunakan digital (APMR/AMPD). Yakni, akun bank, server UE, kartu ATM/debit, dan kartu kredit.

Sementara kanal pembayarannya menggunakan saluran pengiriman bersama (shared delivery channel) dan saluran kepemilikan (proprietary channel). Shared delivery channel meliputi ATM, electronic data capture (EDC) dan QR. Jadi, QR sejatinya salah satu shared delivery channel dalam transaksi pembayaran. Sedangkan proprietary channel melalui mobil banking dan internet bankning.

Beberapa tahun terakhir ini, sudah jamak digunakan QR Code dalam transaksi pembayaran. Sejumlah Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang menggunakan QR Code antara lain Bank DKI, OVO, LinkAja, Gopay, BRI, BNI, BCA, Bank Mandiri, dan lain-lain.

Perkembangan terkini, dalam rangka standarisasi penggunaan QR Code bagi industri, BI meluncurkan QRIS (Quick Response Indonesian Standard). Maknanya, dengan menggunakan QRIS, seluruh transaksi pembayaran dapat difasilitasi satu QR Code pembayaran yang sama, yakni QRIS. Meskipun instrumen pembayaran yang digunakan pengguna berbeda-beda, menyesuaikan dengan penerbitnya (PJSP).

Dengan demikian, masyarakat (pengguna) dan merchant (pedagang) disarankan untuk mempersiapkan diri sedini mungkin. Karena QR Code berstandar QRIS efektif akan diberlakukan per 1 Januari 2020.

Imron Rosyadi Lektor Kepala pada Prodi Manajemen FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads