Indonesia telah bersiap-siap menyongsong era kedatangan mobil listrik (electric vehicle). Hal tersebut digulirkan, karena Presiden Joko Widodo telah menandatangani Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang percepatan program kendaraan listrik untuk kepentingan transportasi, di samping juga telah mensahkan Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang termaktub dalam PP Nomor 41 tahun 2013. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, tidak ada pajak terhadap mobil mewah tersebut, asalkan memiliki syarat tidak ada emisi gas buang.
Kabar tersebut merupakan angin segar bagi produsen mobil listrik yang telah mengantisipasi jauh hari sebelumnya, bahwa Indonesia akan dapat menerima kedatangan mobil listrik yang ramah lingkungan. Dengan emisi gas buang nol, mobil listrik menjadi solusi terhadap tingginya pencemaran udara, terutama di daerah perkotaan. Polusi udara yang diakibatkan oleh hasil pembuangan gas dari kendaraan bermotor berbahan bakar fosil membuat kualitas udara menjadi buruk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan pedoman kualitas udara rata-rata harian sebesar 25 mikrogram per meter kubik udara. Sebagai informasi, pada 2017 Jakarta memiliki kualitas udara harian sebesar 29,7 mikrogram per meter kubik udara!
Tidak mudah pula bagi pemakai kendaraan konvensional yang berbahan bakar fosil langsung beralih untuk menggunakan mobil listrik. Di samping harga yang relatif tinggi, perawatan dan perbaikan mobil listrik terbilang cukup mahal. Kenyamanan pemakaian, dari sisi minimnya getaran dan rendahnya suara mesin, bahkan mendekati senyap, menjadi kehati-hatian tersendiri bagi pengendara kendaraan atau pejalan kaki yang berada di dekat mobil listrik yang melintas, supaya tidak terjadi kecelakaan.
Kehadiran mobil Hybrid, yang mengusung konsep mobil ramah lingkungan, hanya dinikmati segelintir orang saja, karena harganya yang relatif masih mahal. Di samping itu, mesinnya masih menggunakan bahan bakar fosil, sedangkan di sisi lain telah menggunakan baterai (sebagai energi cadangan). Sebenarnya, keberadaan mobil Hybrid merupakan bentuk transisi dari mobil konvensional (berbahan bakar fosil) menuju mobil listrik murni, atau Electric Vehicle.
China dan negara di Eropa telah memulai pemakaian mobil listrik, dan lambat laun meninggalkan mobil konvensional. Melalui regulasi pemerintah, semisal pembebasan biaya pajak tahunan, penggratisan lewat jalan tol (khusus mobil listrik), ataupun parkir gratis, merupakan stimulasi yang dicanangkan untuk mengurangi polusi udara di jalan raya. Dengan membangun secara massal stasiun pengisian listrik di titik-titik tertentu, serta industri pembuat baterai, merupakan solusi jitu dalam memenuhi kebutuhan akan meningkatnya mobil listrik pada masa mendatang.
Bagaimana dengan di Indonesia? Jika misalnya harga mobil listrik diturunkan dan terjangkau untuk kalangan masyarakat sehingga permintaan meningkat, maka pemerintah harus bersiap-siap dalam membangun infrastruktur pendukungnya, semisal pembangunan stasiun pengisian listrik. Menurut Airlangga Hartarto, pemerintah masih memberikan kesempatan kepada industri berbasis elektrikal dalam bentuk Completely Build Up (CBU) di tahap awal. Melalui Perpres, diharapkan pemenuhan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) terhadap komponen mobil listrik tersebut di kisaran 35%.
Untuk kebutuhan pengisian listrik, diperlukan kesiapan instansi penyedia energi listrik, seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN), untuk memastikan pasokan kebutuhan listrik yang diperlukan. Pembangunan pembangkit listrik yang tersebar sporadis dari Sumatera sampai dengan Irian Jaya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan akan meningkatnya pengisian listrik terhadap mobil listrik.
Melalui pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar non batu bara, maka terjadi kesinambungan yang sejalan terhadap program mobil listrik yang ramah lingkungan. Tetapi, bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan listrik yang dilakukan oleh pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara terhadap mobil listrik? Terjadi perubahan paradigma polusi udara yang sebelumnya di perkotaan (akibat kendaraan berbahan bakar fosil), sekarang polusi berpindah di cerobong flare pembangkit listrik berbahan bakar batu bara (untuk memenuhi kebutuhan mobil listrik). Jelas ini bukan solusi dalam mengatasi pencemaran udara.
Ananto Hayuningrat akademisi dan konsultan proyek
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini