Polusi udara Jakarta telah mencapai level mengkhawatirkan. Kesadaran akan upaya reduksi mulai disuarakan. Berdasarkan pemantauan AirVisual tercatat polusi udara yang sangat parah terjadi pada pagi hari dan berkurang menjelang siang. Apa yang menyebabkan ini, dan apakah ada hubungannya dengan suhu?
Pulau Panas Kota
Jakarta memiliki iklim tropis panas dan lembab. Pesatnya pembangunan permukiman, gedung pencakar langit, pusat-pusat perbelanjaan, dan sarana transportasi mengakibatkan berkurangnya vegetasi kota. Intensitas kendaraan yang tinggi dan kemacetan parah serta asap yang bersumber dari kawasan industri di sekitar Jakarta berkontribusi terhadap peningkatan panas yang terperangkap di udara.
Kondisi tersebut semakin buruk selama musim kemarau pada Juni hingga Agustus. Wilayah utara yang berbatasan dengan Laut Jawa berdampak terhadap peningkatan uap air, menyebabkan siklus diurnal (harian) suhu udara kota menjadi lebih panas dibanding daerah sekitarnya --sebuah fenomena yang disebut pulau panas kota (urban heat island)
Meskipun panasnya suhu di kota telah diketahui secara umum, namun faktor dan masalah yang menyebabkan naiknya suhu terutama pada malam hari belum dipahami dengan baik. Seperti diuraikan sebelumnya, alasan utama meningkatnya suhu udara di kota adalah karena aktivitas industri, emisi antropogenik, dan pembangunan kota.
Pada siang hari, karena minimnya vegetasi dan badan air, laju penguapan menjadi rendah sehingga tutupan awan di kota juga minim. Langit yang cerah mengakibatkan sinar matahari langsung terpenetrasi menuju permukaan dan memanaskan tutupan lahan perkotaan, seperti bangunan dan jalan raya. Jika diikuti dengan udara yang tercemar, maka kondisi ini menimbulkan peningkatan efek rumah kaca dan berdampak semakin panasnya suhu kota pada siang hari.
Sementara itu, pada malam hari panas yang tersimpan dalam struktur perkotaan perlahan-lahan dilepas ke udara. Akibatnya, suhu malam hari kota menjadi lebih panas dibanding daerah sekitarnya yang berdampak terhadap pembentukan pulau panas kota. Bahkan, suhu malam yang panas ini dapat mempengaruhi daerah sekitarnya menjadikan suhu di wilayah penyangga Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) juga menjadi panas.
Ekspansi Termal
Penelitian kami tentang siklus diurnal suhu yang mendorong terbentuknya pulau panas kota di Jakarta mengungkapkan bahwa variasi suhu antara wilayah penyangga dengan Jakarta menggerakkan sirkulasi angin lokal, yaitu angin laut pada siang hari dan angin darat serta angin desa (country breeze) pada malam hari.
Pada siang hari, suhu yang lebih tinggi terjadi di kota dibanding wilayah penyangga lainnya, mencapai puncaknya pada tengah hari. Pada malam hari, efek pulau panas kota mulai dirasakan. Sebagai akibat ekspansi termal dari perkotaan, suhu di wilayah barat (Jakarta Barat ke Tangerang) dan timur (Jakarta Timur, Bekasi hingga Cikarang) juga ikut meningkat.
Karena terdapatnya pabrik industri, bandara internasional, dan padatnya lalu lintas di jalur barat dan timur, kondisi ini semakin memanaskan suhu lokal yang mencapai puncaknya pada tengah malam hingga dini hari. Inversi termal di mana suhu meningkat terhadap ketinggian terjadi pada kondisi ini. Lazimnya, semakin bertambah ketinggian, suhu semakin dingin. Namun yang terjadi malah sebaliknya, ini dikarenakan dampak pulau panas kota tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sirkulasi Angin Lokal
Akibat pulau panas kota ini, tekanan permukaan tinggi dan rendah terbentuk pada siang hari di atas laut dan darat. Kondisi ini mendorong angin permukaan bertiup menuju daratan. Ketika angin laut masuk ke bagian selatan Jakarta, zona konvergensi permukaan yang terbentuk di Jakarta mendorong angin laut ke udara.
Ketika udara menyebar di atas permukaan bertekanan rendah, angin akhirnya bertiup ke arah luar menuju selatan dan utara dan bertemu angin selatan di lapisan udara atas, mengakibatkan angin kemudian turun di belakang zona konvergensi. Angin selatan ini adalah angin laut yang didorong ke atas sebagai akibat tekanan rendah di daerah pegunungan yang bertiup kembali ke laut. Medan temu (front) angin laut ini terletak sekitar 20 kilometer ke arah daratan dari pantai Jakarta.
Medan temu angin ini terbentuk saat udara lembab dari Laut Jawa yang dibawa oleh angin laut bertemu dengan udara kering di atas kota Jakarta. Sebagai kota yang tercemar, struktur konvergensi ini bersama dengan gerakan angin ke arah dalam bertanggung jawab atas terperangkap dan bercampurnya polutan dengan senyawa kimia lainnya, sebuah kondisi yang memperburuk polusi udara di Jakarta.
Pada malam hari, sebagai akibat dari efek pulau panas kota, sirkulasi angin lokal lainnya terbentuk, disebut angin desa. Angin sepoi-sepoi ini bertiup dari daerah pinggiran menuju kota dan terbentuk dengan baik pada malam yang relatif tenang pada pukul 02.00 dini hari disertai dengan terbentuknya struktur konvergensi dengan sirkulasi angin lemah di atas kota Jakarta. Angin desa ini membawa polutan dan debu dari wilayah penyangga barat dan timur Jakarta; polutan melayang dan bertambah padat dengan konsentrasi tinggi di kota Jakarta yang tentu saja memperparah polusi udara di Jakarta, terutama pada pagi hari.
Yopi Ilhamsyah dosen Meteorologi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sedang menyelesaikan doktoral di Klimatologi Terapan IPB