Trans-Pacific Partnership dan Artinya bagi Indonesia
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Shohib Masykur

Trans-Pacific Partnership dan Artinya bagi Indonesia

Kamis, 19 Nov 2015 12:17 WIB
Shohib Masykur
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Shohib Masykur/dok pribadi
Washington - Pada kunjungan ke Amerika Serikat (AS) tanggal 26 Oktober 2015 lalu, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa Indonesia berniat untuk bergabung dengan Trans-Pacific Partnership (TPP). Apa itu TPP? Dan apa artinya jika Indonesia bergabung?

TPP adalah perjanjian dagang antara 12 (dua belas) negara yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Jepang, Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Malaysia, Meksiko, New Zealand, Singapura, Peru dan Vietnam. Secara total, perjanjian itu mencakup $30 triliun Produk Domestik Bruto (PDB) atau 40 persen dari total PDB dunia. Jumlah yang amat besar itu membuat TPP layaknya artis pendatang baru yang mendapat sorotan dari seluruh penjuru dunia. Jika berhasil, TPP akan menjadi perjanjian dagang terbesar yang pernah ada dalam sejarah. Salah satu studi memperkirakan TPP akan meningkatkan PDB dunia sebesar USD223 miliar atau 0,2 persen pada tahun 2025.

Sejarah Singkat

TPP berawal dari inisiatif tiga negara, yaitu Singapura, Chile, dan New Zealand, yang membentuk perjanjian benama Trans-Pacific Strategic Economic Partnership pada tahun 2003. Dua tahun kemudian, Brunei Darussalam bergabung. Pada tahun 2006, perjanjian itu disepakati oleh keempat negara yang kemudian dikenal dengan sebutan P-4 tersebut. Belakangan, negara-negara lain menyusul dan melakukan negosiasi dengan P-4 untuk membentuk perjanjian baru; tahun 2008 AS, Australia, Peru, dan Vietnam; tahun 2012 Kanada dan Meksiko; dan terakhir tahun 2013 Jepang. Selanjutnya perjanjian baru itu dinamakan Trans-Pacific Partnership atau disingkat TPP. Setelah proses negosiasi yang panjang, perjanjian itu akhirnya disepakati tanggal 4 Oktober 2015.

Meski sudah disepakati, perjanjian tersebut harus lebih dulu disetujui oleh parlemen negara-negara anggota sebelum berlaku. Belum pasti berapa lama proses itu akan berlangsung mengingat proses domestik di masing-masing negara berbeda. Namun diperkirakan perjanjian itu baru dapat berlaku paling cepat tahun 2017. Itu pun dengan asumsi parlemen semua negara, terutama negara-negara kunci seperti AS dan Jepang, menyetujui. Jika negara-negara kunci itu gagal meyakinkan konstituen dalam negerinya, bisa jadi perjanjian itu layu sebelum berkembang dan batal diterapkan. Saat ini pemerintah negara-negara anggota sedang berusaha keras untuk meloloskan proyek besar tersebut.

Meski disebut perjanjian dagang, namun sejatinya TPP mencakup lebih dari sekadar isu perdagangan. Ada banyak isu terkait lain yang juga diatur, seperti Intellectual Property Rights (IPRs), Investor-State Dispute Settlement (ISDS), State-Owned Entreprises (SOEs), government procurement, lingkungan, dan buruh. Karena cakupan isunya yang amat luas dan standarnya yang amat tinggi, TPP digadang-gadang sebagai prototipe perjanjian dagang abad 21. TPP juga dipandang sebagai terobosan di tengah mandegnya negosiasi di World Trade Organization (WTO) yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Pada saat yang sama, karena cakupannya yang luas dan standarnya yang tinggi itu pulalah yang membuat TPP amat kontroversial bahkan di negara penganut kapitalisme mentok seperti Amerika. Perdebatan berlangsung selama bertahun-tahun. Hillary Clinton, kandidat Presiden AS terkuat dari AS, secara terbuka menyatakan tidak mendukung TPP. Namun bagi Obama, TPP adalah agenda utama karena merupakan strategi untuk meningkatkan peran AS di kawasan Asia Pasifik dengan kebijakan rebalance Asia.

Indonesia dan TPP

Dari sepuluh negara anggota ASEAN, empat di antaranya bergabung dengan TPP, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Brunei. Sementara yang lain, seperti Thailand dan Filipina, memantau secara cermat perkembangan TPP seraya menunjukkan ketertarikan untuk bergabung. Indonesia beranjak lebih jauh dengan secara terbuka menyatakan keinginannya untuk bergabung sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi.

Namun demikian, pernyataan Presiden Jokowi itu terkesan buru-buru tanpa pertimbangan matang. Pertama, pada saat itu teks resmi perjanjian belum keluar sehingga publik belum tahu benar apa isi perjanjian yang dinegosiasikan secara amat tertutup tersebut. Ibarat kata seperti membeli kucing dalam karung, Indonesia tidak tahu isi TPP tapi sudah menyatakan ingin bergabung.

Kedua, TPP belum menjadi pembahsan serius di publik Indonesia. Padahal jika Indonesia benar-benar bergabung, perjanjian itu akan membawa dampak yang luar biasa. Bagaimana mungkin kebijakan yang amat strategis itu diputuskan tanpa melalui konsultasi publik? Tanpa mendengar aspirasi berbagai kelompok kepentingan yang akan terkena dampaknya? Tanpa mengkalkulasikan secara cermat untung ruginya?

Ketiga, dengan bergabung setelah proses negosiasi selesai, Indonesia tidak bisa memperjuangkan kepentingannya dalam proses negosiasi. Negara yang masuk belakangan harus menyetujui segala aturan yang telah disepakati dan tidak bisa mengubahnya meskipun bertentangan dengan kepentingannya.

Isu-isu Kontroversial

Ada banyak isu kontroversial dalam TPP yang membuatnya jadi perdebatan bahkan di negara-negara maju. Bagi Indonesia, isu-isu itu juga berpotensi menjadi kontroversi karena sensitivitas dan arti strategisnya.

Akses Pasar

TPP mengatur agar negara-negara anggota memangkas tarifnya hingga 0% secara bertahap untuk 11.000 komoditas. Jadwal pemangkasan tarif untuk masing-masing negara berbeda-beda, tergantung kesepakatan mereka secara bilateral satu sama lain. Jika pejanjian dagang bebas yang lain umumnya memungkinkan negara anggota untuk melindungi komoditas sensitif seperti produk pertanian, TPP meniadakan kemungkinan tersebut. Implikasinya, semua produk tanpa kecuali harus dibebaskan. Dalam kondisi negara tersebut dapat bersaing, aturan itu akan menguntungkan. Namun jika produk-produknya tidak kompetitif, negara itu hanya akan jadi pasar bagi produk-produk negara lain. Industri dalam negeri pun sangat mungkin menjadi korban karena tidak mampu bersaing dengan barang-barang impor.

Investasi

TPP mengatur agar negara membentuk Investor-State Dispute Settlement (ISDS) guna menyelesaikan sengketa antara investor asing dengan pemerintah. Dengan ISDS, perusahaan asing bisa menuntut negara jika terjadi perselisihan. Mekanisme ini dikhawatirkan dapat mengebiri kedaulatan negara dalam berhadapan dengan korporasi. Sebab, negara cenderung melihat kepentingannya sebagai kepentingan publik, sementara korporasi cenderung mementingkan diri sendiri. Tuntutan terhadap negara oleh korporasi berpotensi mengancam kepentingan publik yang ingin dilindungi oleh negara.

Government Procurement

Government procurement atau pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah merupakan sektor industri yang amat besar. WTO memperkirakan secara rata-rata sektor itu mencakup 15-20 persen dari GDP tiap negara. Pada umumnya, seperti halnya di Indonesia, sektor itu tertutup untuk asing guna melindungi industri dalam negeri. Namun TPP menghendaki agar sektor itu dibuka untuk asing.

Intellectual Property Rights (IPRs)

TPP menghendaki pengaturan yang lebih ketat untuk IPRs, seperti copyright dan paten. Misalnya, copyright untuk buku diperpanjang dari 50 tahun menjadi 70 tahun sejak kematian penulis sehingga mempersulit akses publik terhadap konten bersangkutan. Paten untuk obat dapat diperpanjang jadi lebih dari 20 tahun sehingga menyulitkan akses publik terhadap obat-obat generik murah. Aturan itu dipandang terlalu pro-korporasi farmasi dengan mengorbankan kepentingan publik.

State-Owned Enterprises

TPP melarang negara memberikan keistimewaan kepada state-owned enterprises (SOEs) atau badan usaha milik negara (BUMN). Bagi Indonesia yang memiliki banyak BUMN dan kerap memberikan perlakuan khusus terhadap BUMN, hal ini dapat amat merugikan.

Regulatory Convergance

Konsekuensi dari bergabung dengan TPP adalah Indonesia harus mengubah seluruh peraturan perundang-undangnya yang bertentangan dengan aturan-aturan TPP. Dengan kata lain, Indonesia harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh negara lain, dan lagi-lagi kedaulatan menjadi isu. Aturan TPP belum tentu baik buat Indonesia, dan mengubahnya demi TPP dengan mengorbankan kepentingan Indonesia tentunya tidak dikehendaki oleh publik.

Aspek Regional

Selain isu-isu di atas, aspek regional juga patut diperhatikan. Saat ini Indonesia sedang menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai berlaku awal 2016. Dengan MEA, liberalisasi perdagangan antar-negara anggota ASEAN akan amat masif karena ditiadakannya biaya tarif untuk hampir semua produk. Banyak pihak mengkhawatirkan Indonesia akan menghadapi ancaman serbuan produk-produk dari negara tetangga yang lebih murah, seperti Thailand dan Vietnam. Menghadapi MEA pun Indonesia tampak belum siap, apalagi menghadapi TPP yang berstandar jauh lebih tinggi dan melibatkan lebih banyak negara.

Di kawasan Asia Pasifik, TPP berpotensi menimbulkan ketegangan lantaran tidak dilibatkannya Tiongkok. Pada dasarnya, AS memang menggunakan TPP sebagai strategi untuk menekan peran Tiongkok di kawasan. Pada saat yang sama, Tiongkok bersama ASEAN dan 5 negara lainnya (tidak termasuk AS) tengah membahas pejanjian dagang bebas yang dinamakan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Di mata Tiongkok, TPP adalah saingan untuk RCEP sekaligus bentuk "perang terbuka" AS melawan Tiongkok. Implikasinya, stabilitas di kawasan bisa terganggu karena persaingan yang makin meruncing antara AS dan Tiongkok. Hal itu akan menambah rumit konstelasi geopolitik di kawasan yang telah dibikin runyam oleh isu Laut Tiongkok Selatan.

Shohib Masykur

Kandidat Master di School of Foreign Service, Georgetown University, AS (nrl/nrl)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads