In Memoriam Dr Indrawadi Tamin
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Ilham Bintang

In Memoriam Dr Indrawadi Tamin

Kamis, 25 Jun 2015 12:04 WIB
Ilham Bintang
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
(Foto: Ilham Bintang)
Jakarta - Setelah empat bulan 12 hari koma akibat stroke-- pendarahan batang otak-- Rabu (24/6) pagi pukul 06.00 WIB Tuhan memanggil DR Indrawadi Tamin---terakhir tercatat sebagai anggota Dewan Pengawas TVRI dan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat. Ia menghembuskanΒ  nafas terakhir di rumahnya, kawasan Larangan Indah, Cileduk, Tanggerang, dalam usia 64 tahun.

Meninggalkan seorang istri, Kurniati Utami, dua anak, Indrika dan Fajar Yuskemal, serta empat cucu. Terlahir di Padang, Sumbar, 23 Februari 1951, Indrawadi merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara pasangan almarhum Ahmad Tamin dan Hajjah Nursiah.

Indrawadi terkena serangan stroke Kamis (12 2) lalu saat rapat Dewan Pengawas di TVRI. Hasil pemeriksaan dokter menemukan adanya pendarahan pada batang otak. Semasa sakit ia dirawat ke RS Siloam Semanggi,lalu kemudian pindah ke RSPAD, sebelum akhirnya dirawat secara "home care " dua bulan terakhir di rumahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serangan stroke Indrawadi terjadi saat penyidikan kasus korupsi di TVRI oleh Kejaksaan Agung menghangat yang ujungnya menahan beberapa mantan direksi TVRI dan komedian Mandra. Itulah sebabnya sempat muncul spekulasi yang mengaitkan kejadian itu dengan serangan stroke yang menimpa almarhum. Padahal, tidak ada hubungan sama sekali.

Yang terjadi sebenarnya justru karena kegigihan Indrawadilah mengungkap kasus itu hingga bisa ditangani Kejakgung. Mantan Pemred Majalah Tempo, Wahyu Muryadi, menyebut dirinya sebagai saksi betapa ngototnya Indrawadi mau membersihkan lembaga TVRI.

"Itulah salah satu amal jariah yang ditinggalkan almarhum," ujar Wahyu Muryadi sambil mengungkapkan pertemuannya beberapa kali dengan Indrawadi beberapa waktu lalu untuk tujuan itu. Pada masa itu, Tempo memang beberapa kali menurunkan berita skandal korupsi tersebut, jauh sebelum kasusnya ditangani Kejakgung.

Perjalanan hidup Indrawadi tergolong unik. Meskipun puluhan tahun berkecimpung di dunia birokrasi tidak lantas membenamkan jiwa kewartawanannya. Sebagaimana laiknya wartawan, ia selalu terpanggil untuk membersihkan ketimpangan dan permainan pat gulipat di lingkungan kerjanya. Karena sikapnya seperti itu ia pernah sampai kehilangan kedudukan di sebuah lembaga pemerintah.

Ia berkarier sebagai wartawan semasa menjadi mahasiswa, sebagai wartawan Harian Waspada Medan. Kariernya di pemerintahan antara lainΒ  sebagai Deputi Sekretaris Presiden bidang Protokol, Pers, dan Media, Setneg di masa Pemerintahan Gus Dur yang semula "mengobrak-abrik" karirnya dengan membubarkan Departemen Penerangan. Di masa itu ia telah menduduki jabatan eselon II, sebagai Direktur Pembinaan Hubungan Masyarakat Departemen Penerangan, dan Kepala Pusat Informasi Nasional di departemen yang sama.

Indra juga pernahΒ  menjabat di di Bakornas PenanggulanganBencana ( sekarang dikenal dengan nama BNPB). Di beberapa organisasi profesi IndrawadiΒ  cukup aktif. Ia misalnya pernah menjadi Bakohumas, Ketua Umum Perhumas; Kordinator Aspikom (Asosiasi Pendidik Komunikasi) DKI dan Banten. Terakhir menjadi anggota Dewan Pengawas TVRI dan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat. Ia juga tercatat sebagai penasihat ahli di Cek& Ricek Group.

Riwayat panjang pendidikan Indra memang di jalurΒ  komunikasi. Jebolan Akademi Penerangan ini menamatkan S1 di Sekolah Tinggi Publistik (sekarang IISIP). Menyelesaikan Master of Science-nya di School of Jurnalism di Ohio University, Amerika Serikat, bersama Ishadi Sk. Pada tahun 1992, Indrawadi menyelesaikan Ph.D-nya di College of Communication, The Florida University.

Di dunia akademis, selain menjabat Dekan Fikom Universitas Esa Unggul; ia juga menjadi pengajar pasca sarjana di program komunikasi di Universitas Prof Dr Mustopo (beragama), Universitas Muhammadiyah dan Universitas Trisakti. IaΒ  pernah pula tercatat sebagai dosen LSPR (London School Public Relations) dan mengajar di Fakultas Komunikasi Al Al Azhar.

Jenasah Indrawadi dimakamkan Rabu (24/6) siang di TPU Karet. Ratusan pelayat dari pelbagai kalangan mengantar jenazah almarhum ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Sebagian dengan isakan tangis. Di rumah duka, sebelum diberangkatkan ke pemakaman Ketua Umum PWI Pusat Margiono dalam sambutannya melepas jenasah memuji almarhum sebagai tokoh inspiring.

Dalam berbagai kesempatan berbicara dengan Indrawadi baik secara informal maupun dalam forum rapat dan diskusi, Margiono mencatat yang keluar dari Indrawadi adalah pikiran-pikiran terbaik di bidang jurnalistik. Di rumah duka di tempat pemakaman tampak antara lain mantan Jaksa Agung Basril Arif, Ishadi SK, Direktur Utama TVRI Iskandar, Prof DR Salim Said, Fachry Mohammad, Sekjen PWI Pusat Hendry Bangun, Ketua Forum Pemred Nurjaman Mochatar, dan anak didiknya.

Rasanya belum lama berlalu kontak fisik saya terakhir dengan Indrawadi ketika bersama-sama mengikuti perayaan Hari Pers Nasional 2015 di BatamΒ  7 s/d 10 Februari. Masih melekat dalam ingatan keceriaan dia menyapa dan berbincang dengan pelbagai kalangan diselingi humor-humornya yang selalu segar. Seperti biasa, pria ramah ini banyak bergurau. Tiada tanda- tanda ia menanggung penyakit serius.

Balik ke Jakarta saya satu pesawat dengan dia pada 10 Februari. Bahkan dengan mobilnya ia mengantarkan saya ke rumah. Selama perjalanan, ia bercerita banyak hal. Ia mendambakan betul Kejagung membongkar sampai ke akar-akarnya skandal korupsi di lingkungan TVRI. Diselingi dengan menerima beberapa telepon, salah satunya saya dengar penelepon berkonsultasi dan minta advis pengobatan yang tepat untuk penyakitnya.

Saya tidak tahu penyakit yang diderita penelepon, namun yang terdengar Indrawadi secara rinci menjelaskan tentang pengobatan alternatif yang dia rekomendasikan. Dua hari setelah itu, saya menerima telepon yang mengejutkan, justru Indrawadi yang terserang stroke. Pendarahan di batang otaknya membuatnya koma, putus kontak sama sekali. Rasanya tak percaya tetapi nyata. Beberapa kali saya membesuknya di RS, namun rasanya tak sanggup berlama-lama melihat kondisi tragis itu: pakar komunikasi yang kehilangan daya berkomunikasi.

Indrawadi kini telah tiada. Tentulah semua kehendak Allah SWT, Sang Khalik, Penguasa Alam Semesta, yang mengatur "skenario" jalan hidupnya demikian: 4 bulan dan dua belas hari koma sebelum akhirnya dipanggil menghadap Ilahi Rabbi, persis hari ketujuh Ramadan, bulan baik, bulan penuh berkah, bulan pengampunan. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa-dosanya, dan memberinya tempat paling mulia.

Selamat jalan kakanda, sahabat, senior, sekaligus guru yang tak pernah jenuh memberi arahan. SelayaknyaΒ  jiwamu tentram di samping-Nya. Amin yaa Rabbal Alamin.

*) Ilham Bintang, wartawan senior dan pemerhati film
Halaman 2 dari 1
(nwk/nwk)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads