Bisnis Telekomunikasi Memang Gurih
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Bisnis Telekomunikasi Memang Gurih

Rabu, 08 Jan 2014 20:58 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Bisnis Telekomunikasi Memang Gurih
Den Haag - Hari Jumat, tanggal 27 Desember 2013, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengumumkan besaran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi selama tahun 2013 (lihat inet.detik.com, 27/12/2013).

Menurut informasi tersebut, selama satu tahun 2013, negara diuntungkan oleh penerimaan dari sektor telekomunikasi sebesar Rp 13,5 triliun. Bukan angka kecil jika kita membandingkan angka tersebut berjumlah lebih dari 6 kali lipat dari total anggaran subsidi Public Service Obligation (PSO) untuk angkutan kereta api dan kapal laut di APBN 2014.

Di tahun 2014, angka tersebut diyakini akan bertambah lagi, mengingat semakin pesatnya bisnis telekomunikasi yang saat ini dikuasai oleh beberapa pemain besar seperti Telkom Group, Indosat Group, dan XL Axiata. Pendapatan dari tiga perusahaan ini saja sudah mencapai lebih dari Rp 100 triliun di tahun 2013 atau hampir menyamai anggaran pendidikan pada Kementerian Negara dan Lembaga sesuai APBN 2014 yang mencapai Rp 130 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tahun 2014, saya memprediksi akan banyak sekali pergulatan perkembangan telekomunikasi. Sistem 3G kelihatannya akan semakin cepat diperbarui dengan teknologi terbaru, yaitu LTE yang kerap disebut dengan teknologi 4G. Setidaknya, aturan main penyelenggaraan bisnis di teknologi LTE ini akan semakin intens dibahas oleh pemerintah, publik telematika, dan juga pelaku bisnisnya.

Selain itu, di tahun 2014 ini pengaturan slot frekuensi pun juga akan semakin digalakkan setelah suksesnya Kemenkominfo mengatur susunan kepemilikan frekuensi di selang 2,1 GHz. Frekuensi tersebut menjadi andalan operator telekomunikasi seluler dalam menjalankan layanan teknologi 3G.

Di sisi aksi korporasi, rencana akuisisi Axis oleh XL Axiata, tentu saja memberikan potensi pemasukan lagi dari blok frekuensi yang harus dikembalikan ke negara, yang kemudian dapat dilelang kembali.

Saya akan memberikan kredit khusus tambahan kepada Kemenkominfo, jika sukses mengatur ulang atau setidaknya mengupayakan efisiensi frekuensi di selang 2,5 GHz yang mutlak dikuasai oleh satu operator televisi berbayar, mengingat frekuensi di Indonesia memang sangat berharga dan mahal.

Ambil contoh, penyelenggara layanan Broadband Wireless Access 2,3 GHz saja harus membayar ratusan miliar untuk sekedar mendapatkan slot 15 MHz di wilayah Jakarta dan sekitarnya saja. Bayangkan jika memiliki 100 MHz, berapa potensi PNBP yang bisa diperoleh Indonesia.

Mudah-mudahan dalam waktu singkat sektor telekomunikasi tidak lagi hanya sebagai "sektor pendukung yang dianggap sangat penting", tapi harus menjadi sistem utama dalam penyelenggaraan negara ini di masa-masa ke depan.

Keterangan: Penulis adalah mahasiswa Master ICT in Business, Leiden University, Belanda; penerima beasiswa unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads