Kepolisian Singapura menangkap seorang warganya yang telah dikenai sanksi Amerika Serikat (AS) karena terkait dengan dalang utama jaringan scam (penipuan) terbesar di Asia. Penangkapan itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang.
Dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Jumat (19/12/2025), Kepolisian Singapura mengumumkan seorang warga negaranya yang bernama Nigel Tang Wan Bao Nabil telah ditahan saat kembali ke Singapura pada 11 Desember waktu setempat.
"Atas dugaan keterlibatan dalam tindak pidana pencucian uang yang terkait dengan Chen Zhi dan perusahaan-perusahaan yang terkait dengannya," demikian pernyataan Kepolisian Singapura kepada AFP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Investigasi kepolisian sedang berlangsung," imbuh pernyataan tersebut.
Chen Zhi merupakan seorang taipan berkewarganegaraan Inggris-Kamboja yang dituduh menjalankan kamp kerja paksa di wilayah Kamboja, yang digunakan sebagai pusat penipuan atau jaringan scam bernilai miliaran dolar Amerika. Chen telah didakwa secara pidana di AS.
Otoritas Washington telah mengatakan bahwa konglomerat multinasional pimpinan Chen, Prince Holding Group, berfungsi sebagai kedok untuk "salah satu organisasi kriminal transnasional terbesar di Asia". Prince Group telah membantah tuduhan tersebut.
Sedangkan Tang, yang berusia 32 tahun, menurut laporan Business Times, merupakan kapten kapal pesiar mewah yang dimiliki Chen.
Tang merupakan salah satu dari tiga warga negara Singapura yang dijatuhi sanksi, pada Oktober lalu, oleh Departemen Keuangan AS karena hubungannya dengan Chen.
Pada akhir Oktober, Kepolisian Singapura mengumumkan penyitaan aset-aset terkait Chen yang bernilai lebih dari US$ 115 juta (Rp 1,9 triliun) setelah penggerebekan di beberapa lokasi di negara tersebut.
Menurut jaksa-jaksa AS, Chen diduga mengarahkan operasional kompleks kerja paksa di seluruh wilayah Kamboja, di mana ratusan pekerja, yang menjadi korban perdagangan manusia, ditahan di fasilitas mirip penjara yang dikelilingi tembok tinggi dan kawat berduri.
Di bawah ancaman kekerasan, menurut Departemen Kehakiman AS, para pekerja itu dipaksa melakukan aktivis penipuan yang disebut "pig butchering" -- skema investasi mata uang kripto yang membangun kepercayaan dengan korban dari waktu ke waktu sebelum mencuri dana mereka.
Jaksa AS mengatakan bahwa sejak sekitar tahun 2015, Prince Group telah beroperasi di lebih dari 30 negara dengan kedok bisnis real estate, jasa keuangan, dan jasa konsumen yang sah. Hasil dari bisnis-bisnis itu sebagian "dicuci" melalui operasi perjudian dan penambangan mata uang kripto milik Prince Group sendiri.
Tonton juga video "Penggerebekan Besar-besaran Markas Scam di Myanmar, 1.600 WNA Dibekuk"











































