Desak Ukraina Setujui Rencana Damai, AS Ancam Pangkas Senjata-Intel

Desak Ukraina Setujui Rencana Damai, AS Ancam Pangkas Senjata-Intel

Novi Christiastuti - detikNews
Sabtu, 22 Nov 2025 17:30 WIB
This handout photograph taken and released by the Ukrainian Presidential Press Service on November 21, 2025 shows Ukraines President Volodymyr Zelensky listening during a phone call with French president, British Prime Minister and German Chancellor while sitting at his office in Kyiv. The leaders of Germany, France, Britain and Ukraine on November 21, 2025 stressed the need to safeguard vital European and Ukrainian interests, Berlin said, after the US presented a plan that demands numerous concessions from Kyiv. (Photo by Handout / UKRAINIAN PRESIDENTIAL PRESS SERVICE / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE - MANDATORY CREDIT AFP PHOTO / UKRAINIAN PRESIDENTIAL PRESS SERVICE - NO MARKETING NO ADVERTISING CAMPAIGNS - DISTRIBUTED AS A SERVICE TO CLIENTS
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (AFP PHOTO/UKRAINIAN PRESIDENTIAL PRESS SERVICE)
Washington DC -

Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengancam akan mengurangi aktivitas berbagi intelijen dan memangkas pasokan senjata untuk Ukraina, demi menekan negara itu menyetujui rencana perdamaian dengan Rusia, yang telah disetujui Presiden Donald Trump.

Ancaman AS untuk mengurangi aktivitas berbagi intelijen dan memangkas pasokan senjata untuk Kyiv itu, seperti dilansir Reuters, Sabtu (22/11/2205), diungkapkan oleh dua sumber yang memahami masalah tersebut. Sejauh ini, belum ada respons langsung dari otoritas AS terhadap laporan media tersebut.

Washington mengajukan rencana perdamaian berisi 28 poin kepada Ukraina, yang isinya tampak mendukung banyak tuntutan Rusia dalam perang, termasuk agar Kyiv menyerahkan sebagian wilayah timurnya, mengurangi jumlah personel militer, dan dilarang bergabung dengan aliansi NATO.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dituturkan salah satu sumber yang dikutip Reuters itu bahwa Ukraina berada di bawah tekanan yang lebih besar dari AS dibandingkan selama diskusi perdamaian sebelumnya. Disebutkan juga oleh sumber itu bahwa Washington ingin Kyiv menandatangani kerangka kerja perjanjian itu paling lambat Kamis (27/11) pekan depan.

ADVERTISEMENT

Delegasi pejabat senior militer AS telah melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kyiv pada Kamis (20/11) waktu setempat. Duta Besar AS untuk Ukraina dan kepala urusan publik militer yang ikut serta dalam delegasi itu menyebut pertemuan itu sebagai "keberhasilan".

Disebutkan juga bahwa Washington mengupayakan "jadwal waktu yang agresif" untuk penandatanganan dokumen antara AS dan Ukraina.

Zelensky pada awalnya memberikan respons yang terkesan berhati-hati agar tidak menyinggung AS atau Trump, dengan mengatakan bahwa Ukraina "menghargai upaya Amerika Serikat, Presiden Trump, dan timnya yang bertujuan untuk mengakhiri perang ini", dan menyatakan siap berdiskusi dengan Washington.

Namun dalam pidato pada Jumat (21/11), Zelensky menolak rencana damai usulan AS, yang disebutnya memberikan "pilihan yang sangat sulit" bagi Ukraina. Dia menyebut rencana perdamaian berisi 28 poin itu membuat Ukraina harus memilih untuk kehilangan martabat atau berisiko kehilangan dukungan dari sekutu utamanya, AS.

Zelensky juga menegaskan tidak akan "mengkhianati" negaranya dengan menyetujui 28 poin rencana perdamaian yang dipandang menguntungkan Rusia tersebut. Namun dia juga menegaskan dirinya akan mengusulkan alternatif untuk rencana perdamaian tersebut.

Rencana perdamaian yang diklaim oleh AS disusun "secara diam-diam" bersama kedua belah pihak selama sebulan terakhir itu, akan mewajibkan Ukraina untuk menyerahkan sebagian wilayah timurnya kepada Rusia, memangkas jumlah pasukan militernya, dan berjanji untuk tidak pernah bergabung NATO.

Sebagian besar ketentuan dalam rencana perdamaian itu tampak banyak memenuhi tuntutan Moskow setelah invasi terhadap Kyiv pada Februari 2022 lalu.

Sejumlah pejabat AS membela rencana perdamaian itu, dengan mengklaim telah berkonsultasi dengan Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Rustem Umerov, yang juga sekutu dekat Zelensky.

"Umerov ... menyetujui sebagian besar rencana tersebut, setelah melakukan beberapa modifikasi, dan menyampaikannya kepada Presiden Zelensky," klaim salah satu pejabat senior AS yang berbicara kepada Reuters pada Kamis (20/11).

Umerov, dalam tanggapannya, membantah dirinya dilibatkan dalam pembahasan ketentuan dalam rencana perdamaian itu, apalagi menyetujuinya. Dia menegaskan hanya menyelenggarakan pembicaraan dengan pejabat AS saja.

Terlepas dari itu, Trump telah secara terang-terangan mendesak Zelensky untuk menyetujui rencana perdamaian yang diusulkan pemerintahannya tersebut. Dia memberi sang Presiden Ukraina batas waktu hingga 27 November mendatang.

Ditegaskan juga oleh Trump bahwa sang Presiden Ukraina "harus menyukai" rencana perdamaian itu atau negaranya harus terus bertempur melawan Rusia, dan tetap kehilangan wilayahnya.

Para pemimpin negara-negara Eropa sekutu Ukraina, yang tidak diajak berkonsultasi saat penyusunan rencana perdamaian itu, memberikan penolakan. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menegaskan bahwa "Rusia tidak memiliki hak hukum apa pun atas konsesi apa pun dari negara yang diinvasinya".

Halaman 2 dari 2
(nvc/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads