Ukraina Diskusi dengan Sekutu Eropa Usai Tolak Rencana Damai Usulan AS

Ukraina Diskusi dengan Sekutu Eropa Usai Tolak Rencana Damai Usulan AS

Novi Christiastuti - detikNews
Sabtu, 22 Nov 2025 15:56 WIB
Asap hitam pekat membubung tinggi di langit Kyiv setelah ibu kota Ukraina digempur serangan drone dan rudal Rusia pada Minggu (7/9/2025). Serangan ini menghantam kawasan pusat kota, termasuk gedung kantor pemerintahan, dan memicu kebakaran besar yang membuat situasi semakin mencekam. REUTERS/Valentyn Ogirenko
Asap pekat menyelimuti langit ibu kota Kyiv di Ukraina usai serangan drone dan rudal Rusia beberapa waktu lalu (dok. REUTERS/Valentyn Ogirenko)
Kyiv -

Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina, Andrii Sybiha, mengatakan Kyiv telah membahas rencana perdamaian usulan Amerika Serikat (AS), untuk mengakhiri perang dengan Rusia, dengan sekutu-sekutu Eropa. Sybiha menyebut pembicaraan dengan mitra-mitra Eropa itu membahas langkah-langkah selanjutnya.

Dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir AFP, Sabtu (22/11/2025), Sybiha menuturkan bahwa panggilan telepon bersama dengan para Menlu Prancis, Inggris, Polandia, Finlandia, dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, serta perwakilan Italia dan Jerman, itu "tepat pada waktunya dan bermakna".

Dia mengatakan bahwa dirinya telah menyampaikan hasil "kontak terkini dan pembahasan logika langkah-langkah selanjutnya" kepada Presiden Volodymyr Zelensky.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami membahas secara detail soal unsur-unsur proposal perdamaian yang diajukan oleh Amerika Serikat dan kerja sama kami untuk membuka jalan yang memungkinkan menuju perdamaian yang adil," ucap Sybiha dalam pernyataannya.

ADVERTISEMENT

Zelensky, dalam pidatonya pada Jumat (21/11), menolak rencana perdamaian usulan AS itu, yang disebutnya memberikan "pilihan yang sangat sulit" bagi Ukraina.

Dia bahkan menyebut rencana perdamaian berisi 28 poin itu membuat Ukraina harus memilih untuk kehilangan martabat atau berisiko kehilangan dukungan dari sekutu utamanya, AS. Namun Zelensky juga menegaskan dirinya akan mengusulkan alternatif untuk rencana perdamaian tersebut.

Rencana perdamaian yang diklaim oleh Washington disusun "secara diam-diam" bersama kedua belah pihak selama sebulan terakhir itu, akan mewajibkan Ukraina untuk menyerahkan sebagian wilayah timurnya kepada Rusia, memangkas jumlah pasukan militernya, dan berjanji untuk tidak pernah bergabung NATO.

Sebagian besar ketentuan dalam rencana perdamaian itu tampak banyak memenuhi tuntutan Moskow setelah invasi terhadap Kyiv pada Februari 2022 lalu.

Sybiha, dalam pernyataannya, juga mengatakan bahwa dirinya telah menekankan pentingnya tekanan transatlantik yang berkelanjutan untuk memaksa Rusia mengakhiri perang yang berkecamuk selama hampir empat tahun terakhir.

Dia berterima kasih kepada sekutu-sekutu Ukraina "atas kesediaan mereka untuk meningkatkan dukungan bagi Ukraina selama masa yang menentukan ini".

Negara-negara Eropa, yang tidak dilibatkan dalam penyusunan rencana damai usulan AS itu, memberikan penolakan keras, terutama soal bagian yang mewajibkan Ukraina menyerahkan lebih banyak wilayah dan melucuti sebagian persenjataan. Syarat semacam itu telah sejak lama dianggap sebagai bentuk penyerahan diri oleh sekutu-sekutu Kyiv.

Menlu Inggris, Yvette Cooper, dalam pernyataan terpisah via media sosial X menegaskan kembali dukungan untuk "perdamaian yang adil dan abadi" di Ukraina.

"Kita harus mengamankan gencatan senjata sepenuhnya dan ruang untuk negosiasi yang bermakna. Ukraina harus menentukan masa depannya," tegasnya.

"Akan bekerja sama dengan Ukraina, AS, dan Uni Eropa untuk perdamaiannya," ujar Cooper.

Presiden AS Donald Trump mendesak Zelensky untuk menyetujui rencana perdamaian yang diusulkan pemerintahannya tersebut. Trump memberi Zelensky batas waktu hingga 27 November mendatang.

Lihat juga Video: Rusia Serang Apartemen di Ternopil Ukraina, 25 Orang Tewas-70 Luka-Luka

Halaman 2 dari 2
(nvc/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads