Rusia menawarkan dialog nuklir dengan Amerika Serikat (AS), setelah Presiden Donald Trump menuduh Moskow melakukan uji coba nuklir bawah tanah secara rahasia. Dialog itu dimaksudkan untuk meredakan ketegangan antara kedua negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir terbanyak di dunia tersebut.
Rusia melakukan uji coba sistem persenjataan bertenaga nuklir dan berkemampuan nuklir dalam beberapa pekan terakhir, tetapi menolak tuduhan Trump bahwa mereka telah meledakkan perangkat nuklir secara diam-diam.
Trump memicu kekhawatiran dan kebingungan bulan lalu ketika mengumumkan dirinya telah memerintahkan Pentagon untuk memulai kembali uji coba senjata nuklir, sebagai balasan atas uji coba yang dilakukan oleh Rusia dan China. Baik Moskow maupun Beijing membantah melakukan melakukan uji coba nuklir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak ada satu pun dari ketiga negara tersebut yang secara terbuka menguji hulu ledak nuklir sejak tahun 1990-an. Ketiga negara itu telah menandatangani -- namun belum meratifikasi -- Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT) yang melarang semua uji coba nuklir, baik untuk tujuan militer maupun sipil.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov, seperti dilansir AFP, Rabu (12/11/2025), menawarkan untuk berdialog dengan AS membahas Tuduhan rump dan kekhawatiran yang muncul.
"Kami siap membahas kecurigaan yang diangkat oleh rekan-rekan Amerika kami mengenai kemungkinan bahwa kami mungkin diam-diam melakukan sesuatu secara rahasia," ucap Lavrov saat berbicara kepada media pemerintah Rusia.
Trump melontarkan tuduhan bahwa Rusia dan China telah secara diam-diam menguji senjata nuklir dalam wawancara dengan stasiun televisi AS, CBS News, awal bulan ini. Tuduhan itu disampaikan setelah Trump secara tiba-tiba membatalkan rencana pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin membahas perang Ukraina.
Seperti semua negara bersenjata, Rusia secara teratur menguji coba sistem persenjataannya, tetapi telah membantah tuduhan bahwa mereka melakukan uji coba senjata nuklir secara diam-diam.
Lavrov mengatakan bahwa AS dapat memeriksa apakah Rusia telah menguji coba hulu ledak nuklir melalui sistem pemantauan seismik global.
"Uji coba lainnya, baik subkritis, maupun yang tanpa reaksi nuklir berantai, dan uji coba pembawanya, tidak pernah dilarang," sebutnya.
Rusia mengatakan bahwa pihaknya belum menerima klarifikasi resmi apa pun dari AS mengenai detail tuduhannya tersebut.
"Sejauh ini, belum ada penjelasan yang diberikan oleh rekan-rekan Amerika kami," ucap juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada wartawan.
Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), Rusia dan AS memiliki total 8.000 hulu ledak yang dikerahkan dan disimpan -- jumlah itu mencapai sekitar 85 persen dari total hulu ledak nuklir yang ada di dunia.
Lihat juga Video: Utusan Putin Hadiri Pertemuan dengan Utusan Trump di AS, Bahas Apa?











































