Trump Ngeluh Bicara dengan Putin Soal Ukraina: Tak Ada Kelanjutannya

Trump Ngeluh Bicara dengan Putin Soal Ukraina: Tak Ada Kelanjutannya

Rita Uli Hutapea - detikNews
Kamis, 23 Okt 2025 09:58 WIB
ANCHORAGE, ALASKA - AUGUST 15: U.S. President Donald Trump delivers a statement during a press conference with Russian President Vladimir Putin at Joint Base Elmendorf-Richardson on August 15, 2025 in Anchorage, Alaska. The two leaders are meeting for peace talks aimed at ending the war in Ukraine.   Andrew Harnik/Getty Images/AFP (Photo by Andrew Harnik / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP)
Presiden AS Donald Trump (Foto: Getty Images via AFP/ANDREW HARNIK)
Jakarta -

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeluhkan pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang mengakhiri perang Ukraina. Trump mengatakan bahwa percakapannya dengan pemimpin Rusia itu tidak membuahkan hasil.

"Setiap kali saya berbicara dengan Vladimir, percakapan saya lancar, tapi setelah itu tidak ada kelanjutannya," kata Trump kepada para wartawan di Gedung Putih pada Rabu (22/10) waktu setempat, dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/10/2025).

Hal ini disampaikan Trump saat mengumumkan sanksi-sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia terkait perang di Ukraina.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Trump sebelumnya telah menunda penerapan sanksi terhadap Rusia selama berbulan-bulan. Namun, kesabarannya habis setelah rencana pertemuan dengan Putin di Budapest gagal.

ADVERTISEMENT

Sanksi AS tersebut merupakan peningkatan besar dalam tindakan AS terhadap Rusia dan mencerminkan rasa frustrasi Trump yang semakin besar karena tidak dapat membujuk Putin untuk mengakhiri konflik.

Sanksi tersebut mencakup pembekuan semua aset perusahaan minyak Rosneft dan Lukoil di Amerika Serikat, sekaligus melarang semua perusahaan AS berbisnis dengan kedua raksasa minyak Rusia tersebut.

"Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini, Departemen Keuangan memberikan sanksi kepada dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin," kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam sebuah pernyataan.

Menkeu AS itu mengatakan bahwa sanksi tersebut merupakan "salah satu sanksi terbesar yang telah kami terapkan terhadap Federasi Rusia."

Secara terpisah, Uni Eropa setuju untuk memberlakukan langkah-langkah baru yang bertujuan untuk menekan pendapatan minyak dan gas Moskow selama perang, kata seorang juru bicara kepresidenan Denmark.

Paket sanksi tersebut -- yang ke-19 dari Uni Eropa sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 -- bertujuan untuk terus menekan Rusia di tengah upaya perdamaian Trump dan eskalasi serangan Rusia.

Sanksi tersebut dijatuhkan beberapa jam setelah serangan terbaru Rusia semalam di Ukraina menewaskan tujuh orang, termasuk dua anak, dan menghancurkan sebuah taman kanak-kanak.

Usai pengumuman sanksi, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa Amerika Serikat masih tetap ingin bertemu Rusia.

"Kami masih ingin bertemu dengan Rusia," kata Rubio kepada wartawan. "Kami akan selalu tertarik untuk terlibat jika ada peluang untuk mencapai perdamaian," imbuhnya.

Simak juga Video Trump Batal Bertemu Putin: Saya Tak Ingin Buang-buang Waktu

Halaman 2 dari 2
(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads