Puluhan ribu orang menggelar aksi demo di Ankara, ibu kota Turki, untuk memprotes kasus pengadilan yang dapat melengserkan pemimpin oposisi utama negara tersebut. Aksi protes ini digelar setelah penindakan keras secara hukum oleh pemerintah Turki selama setahun terakhir terhadap partai oposisi utama.
Tayangan langsung dari unjuk rasa itu, seperti dilansir Reuters, Senin (15/9/2025), menunjukkan para demonstran dalam aksinya pada Minggu (14/9) juga meneriakkan tuntutan agar Presiden Recep Tayyip Erdogan mengundurkan diri dari jabatannya.
Para demonstran mengibarkan bendera Turki dan spanduk Partai Rakyat Republik (CHP) dalam aksinya.
Unjuk rasa besar-besaran ini digelar menjelang putusan penting pengadilan, pada Senin (15/9), yang akan memutuskan apakah akan membatalkan hasil Kongres CHP tahun 2023 atas dugaan penyimpangan prosedural.
Putusan itu dapat membentuk kembali Partai CHP yang merupakan oposisi utama, dapat mengguncang pasar keuangan, dan dapat mempengaruhi waktu pelaksanaan pemilu yang dijadwalkan pada tahun 2028 mendatang. Pengadilan Turki juga dapat menunda putusan tersebut.
Berbicara dalam unjuk rasa itu, pemimpin Partai CHP Ozgur Ozel mengatakan pemerintah berupaya mempertahankan kekuasaan dengan merusak norma-norma demokrasi dan menekan perbedaan pendapat, menyusul kemenangan oposisi dalam pemilu daerah selama setahun terakhir.
Ozel menyerukan pemilu lebih cepat untuk digelar di Turki.
"Kasus ini politis. Tuduhan-tuduhan itu adalah fitnah. Rekan-rekan kita tidak bersalah. Apa yang dilakukan adalah kudeta -- sebuah kudeta terhadap presiden masa depan, terhadap pemerintahan mendatang. Kita akan melawan, kita akan melawan, kita akan melawan," kata Ozel di hadapan lautan demonstran.
(nvc/ita)