Para tentara Nepal berpatroli di jalan-jalan ibu kota Nepal, Kathmandu pada hari Rabu (10/9) untuk mengembalikan ketertiban, setelah para pengunjuk rasa membakar gedung parlemen dan memaksa perdana menteri mundur. Ini merupakan kekerasan terburuk yang melanda negara Himalaya itu dalam dua dekade.
Dilansir kantor berita AFP, Rabu (10/9/2025), aksi-aksi demo dimulai pada hari Senin (8/9) lalu di Kathmandu untuk menentang larangan pemerintah terhadap media sosial. Namun, aksi tersebut kemudian meningkat menjadi luapan kemarahan nasional, dengan gedung-gedung pemerintah dibakar setelah tindakan keras kepolisian yang merenggut setidaknya 19 nyawa.
Kekacauan yang cepat ini mengejutkan banyak orang. Kepulan asap mengepul dari gedung-gedung pemerintah, tempat tinggal politisi, supermarket, dan bangunan-bangunan lain yang menjadi sasaran pengunjuk rasa, kata seorang reporter AFP pada hari Rabu (10/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jalan-jalan ibu kota Nepal dipenuhi bangkai kendaraan dan ban yang terbakar.
"Hari ini sepi, tentara ada di mana-mana di jalanan", ujar seorang tentara yang sedang memeriksa mobil di pos pemeriksaan darurat di jalan.
Sebelumnya pada Selasa (9/9), massa menyerang dan membakar rumah KP Sharma Oli, perdana menteri berusia 73 tahun yang telah menjabat selama empat periode dan merupakan pemimpin Partai Komunis.
Ia kemudian mengundurkan diri untuk memberi "langkah-langkah menuju solusi politik". Keberadaannya saat ini tidak diketahui.
Panglima militer Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, telah meminta adanya perundingan, dalam sebuah pesan video yang dikeluarkan Selasa malam waktu setempat.
"Untuk memberikan resolusi damai kepada bangsa, kami mendesak semua kelompok yang terlibat dalam aksi protes untuk membatalkannya dan berdialog", ujarnya.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres telah mendesak "pengendalian diri untuk menghindari eskalasi kekerasan lebih lanjut". Demikian disampaikan juru bicaranya, Stephane Dujarric, dalam sebuah pernyataan.
Apa yang akan terjadi selanjutnya masih belum jelas.
"Para pengunjuk rasa, para pemimpin yang mereka percayai, dan tentara harus bersatu untuk membuka jalan bagi pemerintahan sementara," kata pengacara konstitusi Dipendra Jha kepada AFP.
Tonton juga video "Demo Berdarah di Nepal, Massa Bakar Rumah dan Serang Menteri" di sini: