Sejumlah pemimpin dunia ramai-ramai merespons serangan Israel di Doha, Qatar. Pemerintah Inggris dan Prancis salah satu yang mengecam tindakan Israel itu.
"Serangan Israel terhadap Doha, yang melanggar kedaulatan Qatar dan berisiko memicu eskalasi lebih lanjut di kawasan," ujar Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dilansir Aljazeera, Rabu (10/9/2025).
Starmer mendorong agar gencatan senjata antara Israel dan Hamas segera berlangsung. Dia juga mendorong pembebasan sandera keduanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Prioritasnya haruslah gencatan senjata segera, pembebasan sandera, dan lonjakan bantuan besar-besaran ke Gaza," katanya.
![]() |
![]() |
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron, mengatakan serangan Israel ke Qatar tidak diterima. Dia mengecam serangan itu dan tidak menerima alasan apapun dari Israel.
"Tidak dapat diterima, apa pun alasannya," kata Macron.
Dia lantas memberi dukungan penuh kepada Qatar. Dia juga meminta perang antara Hamas dan Israel tidak menyebar ke mana-mana.
"Saya menyatakan solidaritas saya dengan Qatar dan emirnya, Sheikh Tamim Al Thani. Perang tidak boleh menyebar di kawasan ini dalam keadaan apa pun," ucap Macron.
Israel Bombardir Doha
Militer Israel membombardir ibu kota Qatar, Doha. Pihak Israel mengaku menargetkan para pemimpin senior Hamas yang berada di Doha, tempat biro politik kelompok Palestina tersebut bermarkas.
"IDF (militer Israel) dan ISA (badan keamanan) melakukan serangan tepat sasaran yang menargetkan para pemimpin senior organisasi teroris Hamas," kata militer Israel dilansir AFP, Selasa (9/9).
Pihak Israel menyampaikan kembali pihaknya mengincar Hamas yang telah melakukan pembantaian pada 7 Oktober 2023 silam di Israel.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu juga menegaskan serangan militer Israel di Doha merupakan operasi independen dan tanggung jawab penuh Israel.
"Tindakan hari ini terhadap para pemimpin Hamas adalah operasi Israel yang sepenuhnya independen," kata kantor Netanyahu dalam sebuah unggahan media sosial, dilansir Aljazeera, Selasa (9/9).
"Israel yang memulainya, Israel yang melaksanakannya, dan Israel bertanggung jawab penuh," lanjut Netanyahu.