Pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat (SEAL) ternyata pernah melancarkan operasi nekat pada tahun 2019 untuk memasang alat penyadap di Korea Utara, guna memata-matai pemimpin negeri komunis tersebut, Kim Jong Un. Namun, misi tersebut dengan cepat terbongkar dan berujung pada kematian warga sipil.
Media terkemuka New York Times melaporkan pada Jumat (5/9), operasi tersebut dilakukan pada masa pemerintahan pertama Presiden Donald Trump, di tengah perundingan nuklir yang sensitif dengan Kim, yang telah bertemu dengan pemimpin AS tersebut sebanyak tiga kali.
Selain berita tersebut, berikut ini berita-berita internasional yang menarik perhatian pembaca detikcom, hari ini, Sabtu (6/9/2025):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Jelang Serangan Besar-besaran, Israel Serukan Warga Kota Gaza Mengungsi
Militer Israel menyerukan warga Kota Gaza untuk mengungsi ke "zona kemanusiaan" di Gaza selatan menjelang rencana serangan besar-besaran untuk merebut pusat kota terbesar di wilayah tersebut.
Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (6/9/2025), dalam sebuah pesan kepada warga kota yang diunggah di media sosial, juru bicara militer Israel Avichay Adraee mengatakan: "Manfaatkan kesempatan ini untuk pindah lebih awal ke zona kemanusiaan (Al-Mawasi) dan bergabunglah dengan ribuan orang yang telah pergi ke sana."
Adraee tidak merinci kapan serangan baru akan dimulai. Juru bicara militer Israel lainnya mengatakan bahwa serangan tersebut tidak akan diumumkan sebelumnya untuk menjaga unsur kejutan.
- Hiu Besar Serang Peselancar hingga Tewas di Sydney
Seekor hiu besar telah menyerang seorang peselancar hingga tewas dalam serangan fatal yang jarang terjadi di lepas pantai Sydney, Australia. Insiden tragis pada hari Sabtu (6/9) itu menyebabkan penutupan sejumlah kawasan pantai.
"Seorang pria meninggal di Northern Beaches setelah digigit oleh apa yang diyakini sebagai hiu besar," kata polisi New South Wales (NSW) dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (6/9/2025).
Dua bagian papan selancar ditemukan dan dibawa untuk diperiksa, kata polisi, seraya menambahkan bahwa mereka sedang bekerja sama dengan para ahli untuk mengidentifikasi spesies hiu yang terlibat.
- Maduro Minta Dialog Usai Trump Ancam Tembak Jatuh Pesawat Venezuela
Presiden Venezuela Nicolas Maduro meminta dialog dengan pemerintah Amerika Serikat. Hal ini disampaikannya pada Jumat (5/9) waktu setempat, beberapa jam setelah Presiden Donald Trump mengancam akan menembak jatuh pesawat-pesawat militer Venezuela jika mereka membahayakan pasukan AS.
Ketegangan antara kedua negara meningkat dalam beberapa hari terakhir setelah Pentagon menuduh Venezuela mencegat kapal-kapalnya di Karibia, menyusul serangan mematikan AS terhadap sebuah kapal yang diduga mengangkut narkoba dari Venezuela.
"Tak satu pun dari perbedaan yang kita miliki dan yang pernah kita miliki dapat menyebabkan konflik militer," kata Maduro dalam sebuah pesan yang disiarkan di semua jaringan radio dan televisi Venezuela, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (6/9/2025).
- Trump Teken Perintah Ganti Departemen Pertahanan Jadi Departemen Perang
Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi menandatangani perintah penggantian nama Departemen Pertahanan menjadi Departemen Perang. Trump menyebut langkah ini mengirimkan "pesan kemenangan" kepada dunia.
"Nama itu jauh lebih tepat mengingat situasi dunia saat ini," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih pada Jumat (5/9) waktu setempat, diapit oleh Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, yang kini dapat disebut sebagai "menteri perang."
Namun, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (6/9/2025), perubahan nama tersebut tetap harus melalui persetujuan Kongres AS yang bertanggung jawab membentuk departemen. Selain itu perubahan nama juga harus melalui tinjauan hukum.
- Terkuak, Pasukan Khusus AS Pernah Gagal dalam Misi Rahasia di Korut
Pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat (SEAL) ternyata pernah melancarkan operasi nekat pada tahun 2019 untuk memasang alat penyadap di Korea Utara, guna memata-matai pemimpin negeri komunis tersebut, Kim Jong Un. Namun, misi tersebut dengan cepat terbongkar dan berujung pada kematian warga sipil.
Media terkemuka New York Times melaporkan pada Jumat (5/9), operasi tersebut dilakukan pada masa pemerintahan pertama Presiden Donald Trump, di tengah perundingan nuklir yang sensitif dengan Kim, yang telah bertemu dengan pemimpin AS tersebut sebanyak tiga kali.
Misi tersebut dianggap sangat berisiko sehingga memerlukan persetujuan langsung presiden, demikian menurut Times. Namun, Trump bersikeras pada hari Jumat (5/9) bahwa ia tidak mengetahui operasi tersebut.