Kelompok Houthi yang bermarkas di Yaman mengatakan mereka telah menembakkan rudal dalam serangan terhadap sebuah kapal tanker yang berlayar di perairan Laut Merah. Serangan terbaru Houthi ini dilancarkan setelah kematian Perdana Menteri (PM) yang memimpin pemerintahan mereka di Yaman.
Houthi, seperti dilansir AFP, Senin (1/9/2025), menyebut para petempurnya menargetkan kapal tanker berbendera Liberia bernama Scarlet Ray dalam serangan terbarunya. Kelompok yang didukung Iran ini telah menenggelamkan dua kapal tanker lainnya pada Juli lalu.
Diklaim oleh Houthi bahwa serangan terbarunya itu mengenai langsung kapal tanker tersebut. Namun Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) mengatakan bahwa serangan di Laut Merah itu meleset dari target.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan keamanan maritim Ambrey menambahkan bahwa kapal tanker yang diserang Houthi tersebut merupakan milik Israel.
UKMTO, yang memantau kawasan tersebut, mengatakan para awak kapal "menyaksikan percikan di dekat kapal mereka dari proyektil yang tidak diketahui dan mendengar suara ledakan keras".
"Semua awak selamat dan kapal melanjutkan pelayarannya," sebut UKMTO dalam laporannya.
Klaim serangan terbaru itu disampaikan setelah Houthi, pada Sabtu (30/8), mengonfirmasi bahwa PM mereka, Ahmed Ghaleb Nasser Al-Rahawi, bersama sejumlah pejabat lainnya tewas akibat serangan Israel pada Kamis (28/8) lalu.
Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut serangan mereka di Sanaa, ibu kota Yaman, yang dikuasai Houthi telah menewaskan Rahawi. Dia menjadi pejabat paling senior yang diketahui tewas dalam serangan di Yaman yang terjadi selama perang berkecamuk di Jalur Gaza.
Usai kematian Rahawi, menurut sumber keamanan Yaman yang berbicara kepada AFP, Houthi telah menangkap puluhan orang di Sanaa dan beberapa area lainnya "karena dicurigai bekerja sama dengan Israel".
Pada Minggu (31/8), kelompok Houthi menyerbu markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menahan setidaknya 11 pekerja PBB. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan "pembebasan segera dan tanpa syarat" para pekerja PBB tersebut.
Menurut utusan PBB untuk Yaman Hans Grundberg, Houthi telah menahan 23 personel PBB, beberapa di antaranya sejak tahun 2021 dan tahun 2023.
Houthi mengklaim penangkapan yang dilakukan pada Juni 2024 melibatkan "jaringan mata-mata Amerika-Israel" yang beroperasi di bawah naungan organisasi-organisasi kemanusiaan. Tuduhan itu dengan tegas dibantah keras oleh PBB.
Simak juga Video: Klaim Houthi Sukses Serang Bandara Israel, Buat Warga Kocar-kacir