Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa kelompok Houthi menahan setidaknya 11 stafnya dalam serangan ke kompleks PBB pada hari Minggu (31/8) waktu setempat. Itu terjadi setelah kelompok pemberontak di Yaman itu melakukan banyak penangkapan menyusul tewasnya perdana menteri (PM) mereka akibat serangan Israel.
Houthi belum mengomentari laporan serangan itu, tetapi kelompok tersebut sebelumnya telah menangkap para pekerja bantuan internasional.
Dilansir kantor berita AFP, Senin (1/9/2025), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan "pembebasan segera dan tanpa syarat" para pekerja PBB tersebut. Pemimpin badan dunia itu membenarkan bahwa 11 personel PBB telah menjadi sasaran "penahanan sewenang-wenang... oleh otoritas de facto Houthi".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Utusan PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, mengatakan penahanan tersebut, yang dilakukan di ibu kota Sanaa dan kota Hodeidah, terjadi setelah Houthi "masuk paksa ke kompleks PBB dan menyita properti PBB".
Grundberg mengatakan bahwa Houthi telah menahan 23 personel PBB, beberapa di antaranya sejak tahun 2021 dan 2023. Pada bulan Januari lalu, pemberontak Houthi menahan delapan pekerja PBB.
Pada hari Minggu (31/8) waktu setempat Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan salah satu stafnya telah ditahan di ibu kota Sanaa yang dikuasai Houthi.
Tonton juga video "PM dan Sejumlah Menteri Houthi Yaman Tewas Akibat Serangan Israel" di sini:
WFP menyatakan "sedang mencari informasi tambahan secara mendesak" dari Houthi, yang merebut Sanaa pada tahun 2014 dan kini menguasai sebagian besar wilayah Yaman.
Grundberg mengatakan penangkapan tersebut melanggar "kewajiban mendasar untuk menghormati dan melindungi keselamatan, martabat, dan kemampuan mereka (personel PBB) untuk melaksanakan pekerjaan penting mereka di Yaman".
Perang saudara selama satu dekade telah menjerumuskan Yaman ke dalam salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan lebih dari separuh penduduknya bergantung pada bantuan kemanusiaan.