Presiden Palestina Mahmoud Abbas berterima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi atas perannya dalam menggalang dukungan internasional bagi negara Palestina. Hal ini disampaikan Abbas dalam percakapan via telepon dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman pada Senin (11/8) waktu setempat.
Kantor berita resmi Saudi, Saudi Press Agency (SPA) melaporkan bahwa Abbas "menyampaikan apresiasinya yang mendalam atas upaya dan posisi terhormat Kerajaan, yang berkontribusi pada komitmen banyak negara untuk mengakui Negara Palestina."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abbas juga berterima kasih kepada para pemimpin Saudi atas "upaya tanpa lelah dalam mengoordinasikan posisi untuk memastikan dukungan internasional terbesar bagi perjuangan Palestina selama konferensi New York bulan lalu tentang solusi dua negara," lapor SPA, dilansir Al Arabiya, Selasa (12/8/2025).
Dalam percakapan via telepon itu, Pangeran Mohammed dan Abbas juga membahas situasi di Gaza. Putra Mahkota Saudi menegaskan kembali kecaman Kerajaan atas "kejahatan, praktik brutal, dan upaya penggusuran" terhadap rakyat Palestina, dan mendesak masyarakat internasional untuk mengakhiri "konsekuensi bencana" dari perang Israel dan melindungi warga sipil, kata SPA.
Tonton juga video "Iran Pantang Menyerah, Tegaskan Program Nuklir akan Berjalan Lagi" di sini:
Dalam beberapa hari terakhir, lima negara yakni Prancis, Kanada, Jepang, Inggris dan Australia telah menyatakan akan mengakui kedaulatan Palestina dengan beberapa syarat pada Sidang Umum PBB yang akan berlangsung pada September nanti. Selandia Baru juga tengah mempertimbangkan untuk mengambil langkah serupa.
Diketahui bahwa solusi dua negara merujuk pada pembentukan negara Palestina, berdampingan dengan Israel, di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, secara umum mengikuti garis batas yang ada sebelum Perang Arab-Israel 1967.
Namun, langkah internasional untuk mewujudkan solusi dua negara telah gagal. Salah satu penyebabnya adalah pendudukan Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat, yang ilegal menurut hukum internasional.