5 Negara G7 Akan Akui Kedaulatan Palestina, Bisakah Ubah Situasi Gaza?

5 Negara G7 Akan Akui Kedaulatan Palestina, Bisakah Ubah Situasi Gaza?

BBC Indonesia - detikNews
Selasa, 12 Agu 2025 13:32 WIB
Jakarta -

Lima negara yakni Prancis, Kanada, Jepang, Kerajaan Bersatu (UK), dan Australia akan mengakui kedaulatan Palestina dengan beberapa syarat pada Sidang Umum PBB pada September nanti.

Apabila Prancis dan Kerajaan Bersatu menepati pengakuan kedaulatan ini, maka Palestina akan didukung oleh empat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Dua negara yang sudah mengakui kedaulatan Palestina adalah Rusia dan China. Hanya tersisa Amerika Serikat yang menolak dan diketahui merupakan sekutu terkuat Israel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, negara Palestina sudah diakui oleh 147 dari 193 negara anggota PBB. Indonesia termasuk di dalamnya.

Selain lima negara yang akan mengakui kedaulatan Palestina, Selandia Baru juga tengah mempertimbangkan langkahnya untuk memberikan pengakuan sebelum Sidang Umum PBB digelar.

ADVERTISEMENT

Pengakuan ini akan keluar dengan "menghidupkan kembali prospek solusi dua negara" dan "melihat komitmen Israel untuk menyetujui gencatan senjata", kata Perdana Menteri Kerajaan Bersatu (UK) Sir Keir Starmer.

Tapi jika pengakuan ini benar-benar terwujud, apa dampaknya?

Apa arti pengakuan kedaulatan terhadap Palestina?

Meski Palestina diakui secara internasional di beberapa hal, seperti misi diplomatik di luar negeri dan masuk Olimpiade olahraga, kedaulatan Palestina tidak pernah utuh.

Dengan status Palestina sebagai negara yang tak bisa berdaulat secara penuh saat ini, pengakuan yang dilakukan negara-negara tersebut bersifat simbolis. Namun, simbolisme ini bernilai kuat.

Sebab, hal itu mewakili pernyataan moral dan politik yang berpotensi mengubah sedikit situasi di lapangan.

Menteri Luar Negeri UK, David Lammy, menyatakan Britania Raya memiliki tanggung jawab khusus untuk mendukung solusi dua negara dalam pidatonya di PBB sekitar dua pekan lalu.

Ini merujuk pada Deklarasi Balfour 1917 yang ditandatangani Arthur Balfour ketika menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Dalam deklarasi tersebut, ada pernyataan terkait dukungan Britania Raya terhadap "pembentukan sebuah rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina".

Menurut Lammy, deklarasi ini juga memuat janji yang serius mengenai "tidak akan dilakukan apa pun yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama komunitas non-Yahudi yang sudah ada di Palestina".

Seorang marinir Inggris menurunkan Bendera untuk secara resmi mengakhiri kekuasaan Inggris di Palestina pada 1948

Pasukan Inggris menurunkan Bendera untuk secara resmi mengakhiri kekuasaan Inggris di Palestina pada 1948. (Bettmann via Getty Images)

Sayangnya, para pendukung Israel berdalih Balfour tidak merujuk secara jelas pada Palestina apalagi menyebutkan hak nasional warga Palestina.

Wilayah yang sebelumnya secara keseluruhan dikenal sebagai Palestina pernah dikuasai Britania Raya sesuai mandat Liga Bangsa-bangsa dari 1922-1948 dan dianggap sebagai urusan internasional yang belum tuntas.

Kendati demikian, Israel didirikan pada 1948. Alih-alih terwujud solusi dua negara, sengketa berkepanjangan Palestina dan Israel terus bergejolak.

Akibat sengketa ini, Palestina menjadi tidak memiliki batas wilayah yang disepakati secara internasional, ibu kota, bahkan tentara.

Meski sempat terjadi perjanjian damai pada 1990-an, Israel masih melakukan pendudukan militer di Tepi Barat. Akibat ini, otoritas Palestina yang dibentuk setelah perjanjian damai tidak sepenuhnya mengendalikan wilayah atau penduduknya.

Kini, Gaza menjadi wilayah pendudukan Israel yang terus-menerus dihancurkan.

Seperti yang dikatakan Lammy, 'solusi dua negara' selalu muncul sebagai jalan keluar dari para politisi di berbagai negara jika berbicara kedaulatan Palestina.

Solusi dua negara merujuk pada pembentukan negara Palestina, berdampingan dengan Israel, di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, secara umum mengikuti garis batas yang ada sebelum Perang Arab-Israel 1967.

Namun, langkah internasional untuk mewujudkan solusi dua negara telah gagal. Kolonisasi Israel atas sebagian besar Tepi Barat, yang ilegal menurut hukum internasional, telah mengubah konsep tersebut menjadi slogan yang kosong.

Upaya untuk menciptakan negara Palestina yang sejajar pun tak membuahkan hasil, karena berbagai alasan.

Apakah dukungan UK dan negara lain berpengaruh?

Britania Raya pada 2025 ini berbeda dengan 1917 ketika Deklarasi Balfour ditandatangani. Kemampuannya untuk memaksa negara lain mengikuti kehendaknya cukup terbatas.

Akan tetapi, berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini mempengaruhi keputusan yang diambil pemerintah. Selain desakan yang makin keras dari para anggota parlemen dan kabinet, beberapa hal menjadi pertimbangan dari pemerintah.

Antara lain, pemandangan kelaparan yang semakin parah di Gaza, kemarahan yang meningkat atas kampanye militer Israel, dan pergeseran besar dalam opini warga Inggris.

Dalam debat di parlemen Inggris pekan lalu, Lammy diserang dari segala arah dengan pertanyaan mengapa UK masih belum mengakui negara Palestina.

Menteri Kesehatan, Wes Streeting, mewakili pandangan banyak anggota parlemen ketika ia mendesak pemerintah untuk mengakui Palestina "selama masih ada negara Palestina yang bisa diakui".

Perdana Menteri UK, Sir Keir Starmer, pun memilih sejumlah syarat berkaitan dengan pengakuan kedaulatan Palestina.

Syarat tersebut: Britania Raya akan bertindak kecuali pemerintah Israel mengambil langkah-langkah tegas untuk mengakhiri penderitaan di Gaza, mencapai gencatan senjata, menahan diri dari aneksasi wilayah di Tepi Baratlangkah yang secara simbolis diancam oleh parlemen Israel, Knesset, pekan lalu, dan berkomitmen pada proses perdamaian yang menghasilkan solusi dua negara.

Starmer paham syarat tersebut hampir tidak mungkin dipenuhi hingga tenggat waktu September nanti mengingat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menentang pembentukan negara Palestina.

Bahkan Netanyahu mengatakan keputusan Kerajaan Bersatu itu menghargai "terorisme keji Hamas".

Melihat situasi ini, pengakuan Kerajaan Bersatu terhadap Palestina pasti akan terjadi.

Warga Palestina membawa bantuan di Beir Lahia di Gaza Utara"Skenario terburuk kelaparan saat ini sedang terjadi" di Jalur Gaza, para ahli keamanan pangan global yang didukung PBB memperingatkan (Reuters)

Secara terpisah, Wakil Presiden AS JD Vance telah menegaskan kembali bahwa AS tidak memiliki rencana untuk mengakui negara Palestina, dengan alasan kurang berfungsinya pemerintahan di sana.

Washington telah mengakui Otoritas Palestina, yang saat ini dipimpin oleh Mahmoud Abbas, sejak pertengahan 1990-an, tetapi belum mengakui negara Palestina secara resmi.

Beberapa presiden AS telah menyatakan dukungan mereka terhadap pembentukan negara Palestina di masa depan, kecuali Donald Trump yang kini menjabat.

Selama dua periode pemerintahan Trump, kebijakan AS sangat condong mendukung Israel.

Tanpa dukungan dari sekutu terdekat dan paling kuat Israel yakni AS, sepertinya tidak mungkin melihat proses perdamaian yang mengarah pada solusi dua negara di masa depan.

Simak juga Video: Australia Siap Akui Palestina di Sidang PBB Mendatang

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads