Seorang remaja di Singapura ditangkap karena diduga hendak melakukan aksi terorisme dengan membunuh 100 orang di lima masjid. Remaja berusia 17 tahun itu diduga terinspirasi dari penembakan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada Maret 2019 yang menewaskan 51 Muslim.
Dilansir The Straits Times, Kamis (3/4/2025), remaja itu disebut telah mengidentifikasi lima masjid di Jurong West, Clementi, Margaret Drive, Admiralty Road, dan Beach Road sebagai target potensial pada Juni 2024.
Dia berencana membunuh sedikitnya 100 muslim saat mereka pulang salat Jumat, lalu bunuh diri. Namun rencananya digagalkan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri Singapura (ISD) dan perintah penahanan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) dikeluarkan terhadapnya pada Maret 2025.
Pada tanggal 2 April, ISD mengungkap remaja itu adalah satu dari dua anak muda yang teradikalisasi dan sedang ditangani oleh pihak berwenang. Remaja lain ialah seorang perempuan berusia 15 tahun yang ingin menikahi seorang pejuang ISIS dan memulai keluarga pro-ISIS.
Dia adalah remaja perempuan pertama dan orang termuda kedua yang ditangani berdasarkan ISA. Remaja perempuan itu disebut siap bertempur di Suriah dan mati sebagai martir.
Kembali soal rencana teror oleh remaja laki-laki berusia 17 tahun, rencana itu terungkap selama penyelidikan ISD terhadap Nick Lee (18) selaku warga negara Singapura lainnya yang ditahan berdasarkan ISA pada bulan Desember 2024. Remaja berusia 17 tahun itu dan Nick Lee saling bertukar materi Islamofobia dan ekstremis sayap kanan di media sosial.
Mereka teradikalisasi secara terpisah, tidak pernah bertemu, dan tidak mengetahui rencana satu sama lain untuk melakukan serangan di Singapura. ISD mengatakan radikalisasi remaja berusia 17 tahun itu dimulai pada tahun 2022 ketika dia menemukan materi Islamofobia dan ekstremis sayap kanan daring.
Hal ini, ditambah dengan pandangan rasisnya terhadap orang Melayu, membuatnya membenci Islam dan orang Melayu atau Muslim. Remaja itu diduga secara teratur memposting ulang materi Islamofobia dan ekstremis sayap kanan untuk memicu kebencian terhadap Muslim dan terlibat diskusi daring dengan umat Muslim untuk mengkritik Islam.
Seperti Lee, dia mengidentifikasi dirinya sebagai 'supremasi Asia Timur' yang meyakini bahwa etnis Han Tiongkok, Korea, dan Jepang lebih unggul daripada etnis Melayu dan India. Pada November 2023, remaja itu diduga menonton video penembakan di Christchurch lewat media sosial dan meneliti penembaknya, Brenton Tarrant.
Pemuda itu disebut merasa puas menyaksikan umat Muslim ditembak dan melihat Tarrant sebagai pahlawan karena membunuh umat Muslim. Setelah membaca manifesto daring Tarrant dan teroris sayap kanan lainnya seperti Stephan Balliet dan Payton Gendron, pemuda itu mengetahui tentang 'Penggantian Besar' dan meyakini hal itu terjadi di Singapura.
Penggantian Besar adalah teori etno-nasionalis oleh penulis anti-imigrasi Prancis Renaud Camus yang berpendapat populasi Eropa kulit putih digantikan oleh orang non-Eropa melalui migrasi dan tren demografi. Remaja itu mengunggah konten berisi narasi seharusnya ada orang-orang seperti Tarrant di Singapura untuk menembak orang Melayu dan Muslim guna mencegah mereka menggantikan orang Tionghoa sebagai ras dominan.
Pada awal 2024, dia ingin meniru Tarrant dan menembak orang Muslim di masjid-masjid di Singapura dengan senapan serbu AK-47. Remaja itu juga dipengaruhi oleh konten anti-Semit di internet hingga diduga berfantasi tentang membunuh orang Yahudi, tetapi tidak memiliki rencana serangan yang konkret untuk hal itu.
Untuk rencana serangannya terhadap masjid-masjid setempat, remaja tersebut melakukan beberapa kali upaya untuk mendapatkan senjata. Namun, upayanya gagal karena sulitnya mendapat senjata ataupun suku cadang senjata di Singapura. Pemuda itu juga gagal mendapatkan senjata karena urusan biaya dan teknis.
Lihat juga Video 'Bom Bunuh Diri Tewaskan 18 Orang di Pakistan':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
(haf/imk)