Perlawanan Sederet Negara Hadapi Perang Dagang Trump

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 02 Apr 2025 22:02 WIB
President Donald Trump addresses a joint session of Congress at the Capitol in Washington, Tuesday, March 4, 2025. (Win McNamee/Pool Photo via AP)
Jakarta -

Kebijakan Hari Pembebasan atau 'Liberation Day' yang akan diluncurkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuai perlawanan dari sederet negara. Kebijakan itu diprediksi mengatur tarif impor untuk barang dari berbagai negara.

Trump mengumumkan tarif baru yang luar biasa terhadap Meksiko, Kanada, dan China. Dilansir CNN, Minggu (2/2), Trump menandatangani kebijakan ekonomi yang telah lama dijanjikannya di klub Mar-a-Lago miliknya. Pemerintahan Trump mengatakan tarif tersebut ditujukan untuk mengekang aliran obat-obatan terlarang dan imigran gelap ke AS.

Tetapi, tarif tersebut diprediksi membuat kenaikan harga bagi konsumen AS untuk berbagai barang mulai dari alpukat, sepatu kets hingga mobil. Trump mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional dengan menggunakan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional yang dikenal sebagai 'IEEPA'. UU itu memberi wewenang kepada Presiden AS untuk mengelola impor secara sepihak selama keadaan darurat nasional.

"Hari ini, saya telah menerapkan Tarif sebesar 25% untuk impor dari Meksiko dan Kanada (10% untuk Energi Kanada), dan tarif tambahan sebesar 10% untuk China," kata Trump dalam pesan yang diunggah di Truth Social.

Tarif itu awalnya direncanakan berlaku pada Selasa (4/2). Namun, Trump memutuskan menunda tarif untuk Kanada dan Meksiko sebagai imbalan atas penegakan hukum perbatasan di dua negara tetanggannya itu selama 30 hari.

Kini, Trump akan mengumumkan pengenaan tarif baru untuk impor dari berbagai negara. Gedung Putih menyebut pengumuman itu sebagai Hari Pembebasan atau Liberation Day. Pengenaan tarif itu diklaim untuk mengakhiri apa yang dianggap Trump sebagai perdagangan yang tidak adil antara AS dengan negara lain.

Tarif ini diprediksi dapat menghantam negara-negara berkembang dengan sangat keras, terutama India, Brasil, Vietnam, dan negara-negara Asia Tenggara dan Afrika lainnya. Analisis Morgan Stanley menunjukkan negara-negara tersebut memiliki beberapa tarif terbesar kepada barang-barang AS.

Ekonom bank investasi tersebut mencatat Brasil, Indonesia, India, Thailand, dan Vietnam memiliki proporsi produk tertinggi dengan perbedaan tarif lebih dari 5% dibandingkan dengan tarif yang dikenakan AS pada barang-barang negara mereka.




(dek/dek)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork