Otoritas Amerika Serikat (AS) menangkap ratusan imigran ilegal dan mendeportasi ratusan orang lainnya dalam operasi massal yang dilakukan beberapa hari setelah Presiden Donald Trump memulai masa jabatan keduanya. Gedung Putih menyebutnya sebagai deportasi massal terbesar dalam sejarah AS.
Dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Jumat (24/1/2025), Gedung Putih mengumumkan bahwa sebanyak 538 imigran ilegal telah ditangkap oleh pemerintahan Trump, sedangkan ratusan imigran ilegal lainnya diterbangkan keluar AS dengan pesawat militer dalam operasi deportasi massal.
"Pemerintahan Trump menangkap 538 penjahat imigran ilegal," ucap Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam pernyataan via media sosial X.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Operasi deportasi massal yang terbesar dalam sejarah sedang berlangsung. Janji telah dibuat. Janji ditepati," sebut Leavitt.
Trump telah menjanjikan tindakan keras terhadap imigrasi ilegal selama kampanye pilpres tahun lalu. Dia memulai masa jabatan keduanya pekan ini dengan serangkaian tindakan eksekutif yang bertujuan merombak izin masuk ke wilayah AS.
Pada hari pertamanya menjabat, Trump menandatangani perintah yang menetapkan "darurat nasional" di perbatasan selatan dan mengumumkan pengerahan lebih banyak pasukan ke wilayah perbatasan tersebut, serta berjanji untuk mendeportasi "orang-orang asing yang kriminal".
Diperkirakan ada 11 juta imigran tanpa dokumen resmi di AS pada saat ini.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Baraka mengatakan bahwa salah satu yang ditahan adalah seorang veteran militer AS. Dia menyebut operasi itu sebagai "tindakan keji" yang jelas-jelas telah melanggar Konstitusi AS.
ICE mengumumkan penangkapan massal itu dalam pernyataan via media sosial X. "Update penegakan hukum ... 538 penangkapan, 373 tahanan menginap," sebut ICE dalam pernyataannya.
Senator New Jersey Corry Booker dan Andy Kim dari Partai Demokrat menyatakan "kekhawatiran mendalam" mereka soal penggerebekan imigrasi di Newark.
"Tindakan seperti ini menimbulkan ketakutan di seluruh komunitas kita -- dan sistem imigrasi kita yang rusak memerlukan solusi, bukan taktik ketakutan," kritik keduanya dalam pernyataan gabungan.